Perda BTS Di Kota Pekan Baru Mendesak Dibuat

Perda BTS Di Kota Pekan Baru Mendesak Dibuat
 
Pengamat tata kota Mardianto Manan mengatakan Pemerintah Kota Pekanbaru perlu membuat sebuah peraturan daerah (Perda) untuk menertibkan pembangunan menara jaringan telekomunikasi BTS (base transceiver station).

"Sejauh ini saya belum pernah liat ada Perda mengenai aturan mendirikan menara BTS, padahal Pekanbaru sebagai kota metropolitan yang maju sangat perlu ada perangkat hukum agar jangan sampai kota ini penuh jadi hutan BTS," kata Mardianto Manan pada Antara di Pekanbaru, seperti dikutip metroterkini.com Senin (25/3/13).

Tambahnya, selama ini perizinan mengenai mendirikan BTS merupakan kewenangan dari Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru, sedangkan izin untuk lokasinya berada di Dinas Tata Kota. Namun, dalam pelaksanaannya ia belum pernah melihat ada aturan yang tegas dan jelas tentang pendirian menara besi tersebut.

Padahal, perusahaan operator seluler sudah banyak beroperasi di Pekanbaru dan mendirikan ratusan BTS hingga ke tengah permukiman masyarakat.

"Karena pendirian menara BTS tidak boleh sembarangan, butuh izin dari warga setempat. Kalau ada gangguan mengenai radiasi, gangguan frekuensi radio dan apabila tiba-tiba menara roboh, itu harus bisa diatur secara jelas dan warga berhak menggugat apabila keberadaan menara menimbulkan kerugian," katanya.

Ia mengatakan, perusahaan juga harus memiliki etika ketika mendirikan BTS dekat dengan permukiman yakni perlu secara rutin mengontrolnya agar tidak menimbulkan kerugian yang tidak diingikan terhadap warga sekitar.

Keluhan masyarakat terkait keberadaan menara BTS dipermukiwan warga diungkapkan oleh Ketua Karang Taruna Kelurahan Rejosari Widde Munadir. Ia mengatakan, sejak dibangun dua BTS di belakang Masjid Almuawanah di Jalan Swadaya RT03/RW 11 Kelurahan Rejosari Kecamatan Tenayan Raya, pihak perusahaan operator tidak ada mencantumkan nomor telepon di bangunan itu, apalagi sangat jarang petugas melakukan kontrol terhadapnya.

Akibatnya, ketika terjadi insiden yang tidak diinginkan dari BTS itu membuat warga kebingungan kepada siapa harus mengadu. Insiden terakhir adalah saat alarm dari menara BTS yang disebut warga milik operator Telkomsel meraung dan mengganggu kenyamanan warga sekitar. Warga tidak bisa menghubungi pihak terkait sehingga bunyi alarm yang terus berbunyi keras selama empat hari nonstop.

"Bahkan saat proses pembangunan, teknisi mereka semaunya saja kerja pada malam hari hingga dinihari tanpa memberikan surat tertulis keterangan ke RT dan masyarakat tempatan," keluhnya.

Lemahnya pengawasan seperti aksi pencurian terhadap barang-barang di BTS, juga kerap membuat warga repot diintograsi oleh kepolisian.

"Sudah dua kali kejadian di menara yang sama, sebelumnya genset tower Telkomsel terbakar, warga tidak tahu harus melapor ke teknisinya dan akhirnya warga hubungi pemadam kebakaran," katanya.

"Kejadian ke dua baru-baru ini alarm berbunyi sampai empat hari, dan seharusnya pihak operator mengucapkan permintaan maaf kepada warga melalui seluruh media massa karena mengganggu kenyamanan warga dan jamaah masjid," lanjut Widde.

Karena itu, ia meminta Pemerintah Kota Pekanbaru yang memberi izin mendirikan BTS untuk mengevaluasi keberadaan menara BTS yang bermasalah dilingkungan warga.

"Kalau bisa beri tindakan keras, cabut izin menara BTS tersebut," katanya.

Secara terpisah, Public Relation Telkomsel Pekanbaru Ayu Hayrani menyatakan bantahannya bahwa menara BTS yang mengakibatkan gangguan terhadap warga Kelurahan Rejosari bukan milik perusahaan itu. Menurut dia, menara BTS tersebut bukan milik Telkomsel melainkan milik Flexi.

"Kita taunya juga karena tim kita langsung ke lapangan," kata Ayu Hayrani melalui pesan singkat telepon seluler.

Berita Lainnya

Index