Metroterkini.com - Seperti biasanya kalau sudah bermasalah dengan hukum apalagi divonis denda 16, penampung kayu PT. Merbau Pelalawan Lestari (MPL) yang beberpa hari lalu telah divonis oleh Mahkamah Agung (MA) membayar denda, seperti contoh sebelumnya para perusahaan penampung ini selalu mebantah kalau mereka terkait.
Banyak kalangan mendesak Presiden Jokowi dan meminta perusahaan penampung kayu ini diseret menganti kerugian akibat ulahnya ini, atau memenjarakan pemiliknya, karena kalau tidak ada penampung maka PT MPL tidak akan menebang Hutan. Apalagi bukan rahasia umum lagi MPL adalah hanya perusahaan boneka mafia ini.
"Dari pada membayar denda 16 triliun tersebut mereka para penampung kayu ini lebih baik mengorbankan pimpinan MPL atau mereka seolah - olah melarikan diri, atau membantah perusahaannya berkaitan dengan MPL ini," jelas salah seorang karyawan di perusahaan itu.
Untuk perbandingannya jangankan membayar denda 16 triliun, membayar tunggakan pajak lampu penerangan jalan saja mereka enggan padahal jumlahnya hanya 27 Milyar. Bahkan kasus pajak lampu jalan ini telah bergulir ke Kejaksaan Negri Pangkalan Kerinci.
"Mereka pasti mengakali kalau masalah uang keluar dari perusahaan ini, pokoknya perusahaan ini tidak akan takut selagi pemangku berkepentingan dinegara ini masih mau dengan uang," jelas karyawan ini.
Terkait PT MPL, Pengadilan Negeri Pekanbaru menggelar sidang putusan terkait gugatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terhadap kerugian ekologis hutan diduga oleh PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) senilai Rp16 triliun.
Sidang gugatan perdata KLH tersebut mengarah pada PT MPL karena dinilai menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup hingga mendatangkan kerugian triliunan rupiah.
Sidang ini telah berjalan belasan kali di PN Pekanbaru dengan sejumlah agenda hingga akhirnya masuk pada sidang putusan.
"Kami berharap sidang ini berjalan tanpa ada kepentingan dan keputusan sesuai dengan harapan masyarakat," kata Made Ali, selaku aktivis dari Riau Corruption Trial (RCT).
Pada 26 September 2013, KLH mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari karena diduga mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
Perbuatan melawan hukum yang dinilai telah dilakukan oleh PT Merbau Pelalawan Lestari adalah melakukan penebangan hutan di luar lokasi izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT).
Dari seluas 5.590 hektar izin di Pelalawan berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 522.21/IUPHHKHT/XII/2002/04 tanggal 17 Desember 2002, telah ditebang seluas 7.466 hektare berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) tahun 2004, 2005 dan 2006.
Selisih dengan IUPHHKHT seluas 1.873 hetar. sehingga total kerugian akibat perusakan lingkungan hidup di luar IUPHHKHT seluas 1.873 hetar setidaknya Rp 4 triliun.
Berdasarkan aturan kementerian kehutanan, tidak dibenarkan melakukan penebangan hutan alam di dalam usaha hutan tanaman, kecuali untuk kepentingan pembangunan sarana dan prasarana dengan luas maksimum satu persen.
PT Merbau Pelalawan Lestari juga telah menebang kayu ramin sehingga total kerugian akibat perusakan lingkungan hidup di dalam areal IUPHHKHT seluas 5.590 hektare setidaknya Rp 12 Triliun.
Dengan demikian, total kerugian akibat perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT Merbau Pelalawan Lestari dengan cara menebang hutan alam di dalam dan di luar IUPHHK HT dan RKT senilai setidaknya Rp16 triliun sepanjang tahun 2004, 2005 dan 2006 di Pelalawan.
Atas semua gugatan lalu ini kini Mahkamah Agung (MA) telah memvonis MPL mebayar semua denda tersebut pada Rabu lalu. [basya/Gr]