Metroterkini.com – Bentrokan berdarah antara karyawan PT. Sinar Inti Sawit (SIS) dengan masyarakat suku Sakai dan pihak kerja sama operasi (KSO) PT Palma Agung Bertuah (PAB) terjadi pada Senin (22/12/2025) siang. Dalam kejadian itu beberapa orang dari kedua belah pihak mengalami luka-luka.
Bentrok ini dipicu persoalan kebun sawit seluas 732,69 hektare milik PT. SIS yang disita Satgas PKH (Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan) karena diduga berada dalam kawasan hutan dan diluar HGU. Kebun tersebut diserahkan kepada PT. Agrinas Palma Nusantara yang kemudian menunjuk PT. PAB selaku KSO.
Sekedar informasi, sebelum disita negara, lahan seluas 732,69 ha yang terletak di Desa Pamesi dan Bumbung, Kecamatan Batin Solapan itu diduga diluar HGU dan bersengketa dengan masyarakat Suku Sakai yang mengklaim sebagai tanah ulayat Suku Sakai.
Kendati sudah disita negara (Satgas PKH), namun pihak PT SIS tetap memanen. Hal ini membuat masyarakat Suku Sakai dan PT PAB selaku KSO meradang yang berujung bentrok.
Aparat keamanan negara (polisi) dan pertahanan negara (TNI) yang berada dilokasi mencoba melerai. Namun, massa kedua kubu tetap saling serang menggunakan potongan kayu dan benda tajam lainnya. Dalam peristiwa itu, beberapa orang mengalami luka berat, termasuk luka tusuk serius hingga kehilangan anggota tubuh. Selain itu, beberapa buah kendaraan roda empat diceburkan masuk kanal (parit gajah) milik perusahaan.
Tokoh pemuda Suku Sakai, Andika, meluapkan kemarahan dan sangat kecewa terjadinya bentrokan berdarah. Ia menilai peristiwa tersebut sebagai tragedi kemanusiaan yang mencoreng wibawa negara dan melukai masyarakat adat.
“Darah tumpah di tanah yang sudah menjadi aset negara. Ini bukan sekadar bentrok, ini penghinaan terhadap hukum dan negara,” tegas Andika dengan nada keras.
Andika menyebut, bentrokan tersebut sebagai bentuk pembangkangan PT SIS terhadap negara. Ia menegaskan, kekerasan brutal itu tidak mungkin terjadi tanpa komando pihak tertentu.
“Jangan bodohi publik. Kekerasan seperti ini pasti terencana. Kami menduga kuat ada perintah dari pimpinan perusahaan,” ujarnya.
Untuk itu, Andika mendesak Polda Riau hingga Polres Bengkalis menangkap para pelaku di lapangan, serta mengungkap aktor intelektual di balik bentrokan berdarah tersebut.
Ia juga meminta Kejaksaan Tinggi Riau melakukan audit menyeluruh terhadap PT SIS yang diduga telah merugikan negara dan memicu konflik sosial di wilayah adat Sakai.
Tak hanya melalui jalur hukum, Andika mendorong Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) agar mengambil langkah adat terhadap pimpinan PT SIS yang dinilai telah mencederai ketenteraman dan kehormatan kampung adat.
“Kami tidak akan diam ketika kampung kami dijadikan arena kekerasan. Negara dan adat harus berdiri paling depan,” tegas Andika. (Rudi)