Metroterkini.com - Adanya konflik internal PDIP menyeruak, menjelang gelaran pilpres tahun 2024 membuat heboh seantero negeri.
Seperti diketahui putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto pada pilpres tahun 2024.
Uniknya lagi, saat Gibran didaftarkan ke KPU oleh Koalisi Indonesia Maju, masih berstatus sebagai kader PDIP. Sementara di lain pihak PDIP mencalonkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai pasangan capres-cawapres pada pilpres kali ini.
Melihat kondisi tersebut, PDIP terlihat sangat hati-hati menyikapi dinamika politik terkini. Terkesan posisi keanggotaan Gibran "digantung" belum ada sikap tegas dari induk partai-nya.
Bahkan perlakuan PDIP terhadap Gibran sangat berbeda dibanding sikapnya kepada Budiman Sudjatmiko, yang dipecat setelah melakukan deklarasi dukungan kepada Prabowo Subianto. PDIP mungkin masih mengkalkulasi secara cermat dampak elektoral, sebelum memutuskan status keanggotaan Gibran di partai.
Ditemui sejumlah awak media di kediamannya, Kang Pri sapaan akrab Supriyanto mantan Ketua DPC PDIP Ponorogo sekaligus mantan Ketua DPRD Kabupaten Ponorogo, yang sekarang menjadi anggota
komisi 2 DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra memberikan saran untuk meredakan konflik internal.
Kang Pri memaparkan bahwa PDIP sebaiknya segera mengambil kebijakan yang bersifat taktis, strategis, dan kompromistis, pada pilpres 2024. "Berikan dukungan kepada Ganjar, dan Gibran pada pilpres 2024, secara proporsional. Maksudnya PDIP mendukung Ganjar sebagai calon Presiden, dan mendukung Gibran sebagai calon wakil presiden, dengan pasangan masing masing," beber Kang Pri, Selasa (14/11/2023).
Menurutnya, dengan strategi ini berarti PDIP memberikan kebebasan kepada kader partai untuk memilih Gibran atau Ganjar, karena keduanya
adalah kader terbaik partai. "Strategi ini memang tidak lazim, bahkan terkesan kontroversi untuk partai politik, namun untuk menjaga keutuhan partai, cara ini bisa dipertimbangkan," jlentrehnya.
Dia menambahkan ada beberapa alasan yang cukup mendasar diantaranya adalah Pilpres dan pileg dilaksanakan secara serentak, sehingga perlu menjaga kondusifitas partai.
"Mempertimbangkan Coat-tail effect. Artinya capres atau cawapres, bisa berdampak positif / negatif pada hasil pileg," tandasnya.
Hal itu menurut pria asal Bediwetan, Bungkal, Ponorogo juga bisa memperbesar peluang PDIP untuk hattrick, menang 3 kali dalam pilpres.
"Jika PDIP mendukung Ganjar-Mahfud dan juga mendukung Gibran sebagai cawapres dari Prabowo , maka peluang menang PDIP di pilpres adalah 2/3 (66 prosen )," tegasnya.
Kalau hanya mendukung Ganjar, menurut dia, peluang menangnya menjadi mengecil yaitu 1/3 ( 33 prosen ). "Karena pilres diikuti 3 paslon, yaitu Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud, Anies-Cak Imin," imbuhnya.
Sementara itu jika mengacu rilies hasil survei dari beberapa lembaga survei akhir-akhir ini, Prabowo mempunyai elektabilitas tertinggi, diikuti Ganjar, dan Anies. "Sehingga peluang Prabowo-Gibran menang cukup besar," akunya.
Pun, dia mencontohkan pernah terjadi konflik internal di PDIP pada pilkada bupati Tulungagung, propinsi Jawa Timur tahun 2013. "Dimana anggota DPRD propinsi Jatim FPDIP, Syahri Mulyo maju bupati diusung oleh gabungan partai, yaitu PKNU, Patriot , PDP, akhirnya Syahri dipecat dari anggota DPRD. Di luar dugaan Syahri menang pilkada Tulungagung," katanya.
Memasuki masa jabatan bupati periode ke dua, menurut dia, Syahri maju pilkada lagi tahun 2018, dan ternyata diusung, dan direkomendasikan oleh PDIP. "Ini merupakan bukti bahwa partai terkadang harus mengambil kebijakan yang sifatnya lebih taktis , strategis, kompromistis, dan realitis. Artinya orang yang pernah diberhentikan oleh PDIP, ternyata diremomendasi untuk maju bupati pada waktu berikutnya," pungkasnya. (Muh Nurcholis)