Metroterkini.com - Tim Hukum Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) menyatakan keberatan atas keterangan ahli tanah dan tanaman dari IPB, Basuki Sumawinata, yang dihadirkan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada Sidang Gugatan Lingkungan Hidup yang berlangsung Selasa (26/7/2022) di PN Pekanbaru.
Dalam keterangan pers kepada metroterkini.com, Rabu (27/7/2022) LPPHI mengajukan Gugatan Lingkungan Hidup terkait Pemulihan Limbah B3 Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) PT CPI di Wilayah Kerja Migas Blok Rokan Provinsi Riau terhadap PT CPI sebagai Tergugat I, SKK Migas sebagai Tergugat II, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Tergugat III dan DLHK Riau sebagai Tergugat IV.
Keberatan Tim Hukum LPPHI tersebut disampaikan kepada Majelis Hakim saat persidangan berlangsung Selasa siang. Tim Hukum LPPHI memandang, keterangan ahli yang disampaikan Basuki di persidangan lebih mengarah pada standar pekerjaan pengujian laboratorium dan pengambilan sampel, bukan sebagaimana keahlian Basuki di bidang tanah dan tanaman.
Dalam Gugatan Lingkungan Hidup tersebut, LPPHI telah mengajukan bukti berupa sertifikat keahlian petugas pengambil sampel yang dipimpin Guru Besar Tetap pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Etty Riani serta sertifikat akreditasi dari KAN dan Surat Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor S.812/SETJEN/SLK/STD. 2/7/2021 Tanggal 23 Juli 2021 Perihal Registrasi Laboratorium Lingkungan kepada Direktur PT Analitika Kalibrasi Laboratorium untuk laboratorium yang menganalisa sampel.
Sementara itu, dilansir cnnindonesia.com pada 4 Desember 2021, Basuki Sumawinata termasuk salah satu anggota Tim Pakar IPB yang menyatakan kelapa sawit merupakan tanaman hutan dan bukan menjadi penyebab deforestrasi atau penggundulan hutan di Indonesia. Walhi menyatakan pernyataan Tim Pakar IPB itu sangat mengerikan.
Sementara itu, terhadap Ahli Teknik Lingkungan ITB Agus Jatmika Effendi yang diajukan CPI ke persidangan, Tim Hukum LPPHI menanyakan fungsi tahapan deliniasi dalam melakukan rangkaian pemulihan fungsi lingkungan terhadap kasus Limbah B3 TTM.
Menjawab hal itu, Agus Jatmika mengungkapkan, deliniasi adalah dasar atas pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Dengan adanya kegiatan deliniasi itu, baru lah bisa diketahui berapa luasan dan volume TTM yang harus dipulihkan.
Menurut LPPHI, penjelasan Agus Jatmika itu justru menguatkan gugatan LPPHI, yakni dengan dilakukan kegiatan deliniasi itu membuktikan bahwa lokasi tersebut memang telah terjadi pencemaran limbah B3, sehingga dilakukan deliniasi untuk mengetahui luasan areal yang terdampak limbah B3 dan volume limbah B3 yang akan diangkut. Selain itu LPPHI juga memandang bahwa pemulihan fungsi lingkungan hidup itu memang dilakukan pada lokasi yang tercemar.
Selain itu, LPPHI juga menegaskan bahwa bagian gugatan LPPHI adalah terkait belum diselesaikan pemulihan fungsi lingkungan hidup atau belum mendapatkan SSPLT pada setidaknya 297 lokasi lahan usaha masyarakat, sempadan sungai dan kawasan hutan.
Kemudian, dengan sudah banyaknya masyarakat yang mendapat ganti rugi, menurut LPPHI juga membuktikan lahan masyarakat tersebut memang tercemar limbah B3 PT CPI, sebab selama ini di WK Migas Blok Rokan tidak ada kontraktor kerja sama (KKKS) selain PT CPI.
LPPHI mengutarakan, terhadap lokasi-lokasi lahan TTM yang diadukan masyarakat, PT CPI tidak pernah mengelak bahwa sumber pencemar disebabkan oleh limbah kegiatan usahanya.
Selain itu, KLHK selama ini hanya menerbitkan 136 SSPLT, dan lokasi yang terbit SSPLT itu di luar gugatan LPPHI, sehingga akibat kelalaian para tergugat, masih banyak lokasi TTM yang belum selesai dilaksanakan pemulihan lingkungan hidup dan mendapatkan SSPLT.
Dalam Gugatan Lingkungan Hidup tersebut, LPPHI sebagaimana diketahui, menyatakan bahwa hingga berakhirnya masa kontrak PT CPI di WK Migas Blok Rokan, setidak-tidaknya masih terdapat 297 lokasi pencemaran Limbah B3 TTM yang belum dipulihkan oleh PT CPI sebagai pemegang izin pengelolaan WK Migas tersebut.
Lokasi pencemaran tersebut pun telah dilakukan deliniasi oleh PT CPI dan pula telah diverifikasi oleh DLHK Riau, KLHK dan SKK Migas. LPPHI juga telah menghadirkan sejumlah dokumen pertemuan-pertemuan antara paara Tergugat membahas pelaksanaan pemulihan terhadap lokasi tersebut serta lokasi lainnya.
Mengenai Perkara Gugatan Lingkungan Hidup ini, tercatat disidangkan di PN Pekanbaru dengan Nomor 150/PDT.G/LH/2021/PN.Pbr. Gugatan terdaftar pada 6 Juli 2021. Sidang dipimpin Hakim Ketua DR Dahlan SH MH.
Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) merupakan lembaga penggugat perkara ini. LPPHI menurunkan tuga Kuasa Hukum dalam persidangan gugatan itu pada Selasa kemarin. Ketiganya yakni Josua Hutauruk, S.H., Tommy Freddy Manungkalit, S.H., dan Supriadi Bone, S.H., C.L.A., ketiganya tergabung dalam Tim Hukum LPPHI.
Sementara itu, PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau merupakan para tergugat dalam perkara ini.[**]