Metroterkini.com - Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) memprediksikan para buruh akan melakukan penolakan dan membawa Surat Edaran (SE) Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sekjen OPSI Timboel Siregar menilai kenaikan upah minimum selalu menjadi sumber perselisihan antara pemerintah, pengusaha, dan buruh. Dia mengungkap perkara seperti ini sudah langganan berujung ke PTUN dan tahun ini diramal akan kembali terjadi.
"Kenaikan upah minimum tiap tahun biasanya telah menjadi sumber perselisihan antara pemerintah, Apindo (pengusaha), dan SP/SB (serikat pekerja) yang biasanya berujung di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) dan tahun ini sepertinya akan terulang lagi," katanya seperti dikutip dari rilis, Selasa (27/10).
Lebih lanjut, ia menilai, baik Menteri Ketenagakerjaan lewat SE tidak menaikkan upah minimum, maupun pekerja yang menuntut kenaikan upah 2021 sebesar 8 persen sama-sama tak tepat.
Dia ingin kedua pihak mencari solusi yang bijak yaitu kenaikan upah minimum yang mempertimbangkan kesejahteraan pekerja dan kelangsungan usaha.
Menurut perhitungannya, sejak Januari hingga Agustus 2020 tingkat inflasi mencapai 0,93 persen, sementara tingkat inflasi dari tahun ke tahun atau year on year (yoy) dengan acuan Agustus adalah sebesar 1,32 persen.
Dengan data ini, ia bilang, seharusnya para gubernur dapat mempertimbangkan untuk tetap menaikkan upah minimum pada 2021. Walaupun hanya berkisar inflasi tahunan yaitu sekitar 1,5 persen sampai 2 persen. Juga, mempertimbangkan kondisi September, Oktober sampai Desember 2020.
Karena, ia menyebut dengan adanya kenaikan upah minimum yang mempertimbangkan inflasi tahunan, maka daya beli pekerja tidak tergerus oleh inflasi sehingga pekerja dan keluarga bisa mempertahankan tingkat konsumsi.
"Dengan tingkat konsumsi yang tidak turun tentunya akan mendukung tingkat konsumsi agregat sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi kita. Konsumsi agregat mendukung 55-60 persen terhadap pertumbuhan ekonomi," terang Timboel.
Dia mengatakan kenaikan tersebut walau minim akan memiliki dampak domino terhadap geliat ekonomi yaitu pergerakan barang dan jasa yang pada akhirnya mendukung peningkatan pajak negara.
Lebih jauh, kenaikan upah juga dinilainya dapat menghindari BPJS Kesehatan dari defisit pembiayaan JKN, mengingat nilai total iuran dari pekerja penerima upah (pekerja formal) swasta selama ini menjadi penerimaan kedua tertinggi setelah iuran PBI.
"Semoga kenaikan upah minimum 2021 yang akan ditetapkan tanggal 1 November 2020 ini di kisaran 1,5 persen hingga 2 persen bisa diterima semua pihak, sehingga kesejahteraan pekerja terjaga dan kelangsungan usaha terjamin," tutupnya.
Untuk diketahui, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah menyatakan keputusan upah minimum provinsi 2021 tak naik. Keputusan diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi selama masa pandemi virus corona.
Selain itu, Ida juga mempertimbangkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja/buruh termasuk dalam membayar upah.
Hal itu tertuang dalam surat edaran yang ditujukan kepada Gubernur se-Indonesia. Surat Edaran Nomor M/11/HK.04/2020 ini mengatur tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
"Mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi covid-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum Tahun 2020," kata Ida seperti tertuang dalam SE Nomor M/11/HK.04/2020, dikutip dari keterangan resmi, Selasa (27/10). [**]