Jelang Pilkada, Sepuluh Tahun Bengkalis Menelan 'Pil Pahit'

Jelang Pilkada, Sepuluh Tahun Bengkalis Menelan 'Pil Pahit'

Metroterkini.com - Kontestasi politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, termasuk Pilkada Kabupaten Bengkalis pada 9 Desember 2020 (sesuai jadwal KPU) sudah diambang pintu.

Ada yang menarik, karena pada tanggal 9 Desember 2020 itu bertepatan dengan hari Anti Korupsi se-dunia yang diperingati setiap negara di dunia. Dan pada hari itu juga sebagian warga negara Indonesia menentukan pilihannya memilih pasangan kepala daerah dalam Pilkada serentak. Ini momen penting bagi masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis dalam memutus mata rantai korupsi. Sebab, hampir sepuluh tahun belakangan ini Kabupaten Bengkalis 'menelan pil pahit' karena Bupati dan wakil tersandung kasus korupsi.

Hal ini diungkapkan oleh tokoh pemuda Kabupaten Bengkalis, M. Fachrorozi saat bincang-bincang dengan media ini, Jum'at (21/8/20) siang.

Menurutnya, 9 Desember nanti merupakan momen penting dalam penentuan sikap.  Karena perhelatan Pilkada bukan cuma sekedar kepentingan pemegang hak pilih untuk memenuhi kewajibannya saja, tetapi juga tersemat harapan penting agar publik bisa menjadikan pesta demokrasi itu sebagai ruang evaluasi atas rekam jejak Kepala Daerah sebelumnya, tidak terkecuali Pilkada Bengkalis. Catatan kelam (korupsi) kepala daerah sebelumnya harus menjadi peringatan dini agar jangan sampai terulang oleh pemenang Pilkada.

"Kenapa demikian.? Faktornya tidak lain adalah pengalaman. Iya pengalaman sebelumnya," kata M. Fachrorozi yang akrab disapa Agam, salah satu tokoh pergerakan massa di Kota Bengkalis.

Agam memandang Pilkada serentak pada Desember tahun ini, khususnya bagi Kabupaten Bengkalis, prioritas utamanya bukan tentang siapa yang memiliki kans kuat pada pertarungan posisi menjadi orang nomor satu. Namun, ada hal lain yang lebih penting dan seharusnya dapat segera di sadari publik, yakni menjaga marwah dan wibawa Negeri Junjungan julukan Kabupaten Bengkalis. Sebab, ungkapnya, sepuluh tahun belakangan ini atau sudah dua periode Negeri Junjungan 'kehilangan Marwah dan Waaibawa'. 

Bagaimana tidak. Kondisinya betul-betul nyata di depan mata, dari sepuluh tahun belakangan perjalanan kepemimpinan Kabupaten Bengkalis hampir bisa disebut sebagai daerah yang banyak melahirkan Pimpinan koruptor. Terbukti dari estapet kekuasaan masih saja terperosok dengan langkah yang sama (korupsi), tidak lepas dari orientasi menggerogoti uang rakyat (APBD). Dan hal ini bukan lagi sebatas isu, tapi sudah menjadi aib bersama, negeri kaya ini. Namun, marak dengan penyalahagunaan wewenang, mau tidak mau image atau citra buruk itu sudah semakin melekat kepada Kabupaten Bengkalis.

"Tiga kepala daerah Kabupaten Bengkalis, Herliyan Saleh, Amril Mukminin dan terkahir Wakil Bupati Muhammad yang juga Plt Bupati, tersandung kasus korupsi," ujarnya.

Agam berharap, predikat negatif harus segera terhapus dengan memilih pemimpin yang amanah dan punya rasa malu yang tinggi. Untuk itu, kini saat nya masyarakat pemilih tidak lagi terjebak dengan iming-iming politik. 

Secara pribadi dirinya sangat berharap pada momentum Pilkada kali ini, masyarakat pemilih menjadi semakin cerdas untuk memilih pemimpin yang baik dan memikirkan kepentingan masyarakat banyak.

"Proses persidangan kasus hukum Bupati Bengkalis non aktif yang tengah berjalan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, rasanya banyak input yang bisa di kutip dari setiap fakta persidangan untuk dapat di jadikan pertimbangan bagi publik," tegasnya.

Ketika di singgung mengenai trah politik atau politik dinasti oleh awak media, Agam mengatakan, itu merupakan hak setiap warga negara dalam koridor politik. Semuanya kembali lagi kepada masyarakat sebagai pemegang hak politik secara penuh. 

Sebab, ulasnya, setiap warga negara yang sah itu memiliki hak yang sama pula dalam hajat politik, baik itu yang namanya hak untuk dipilih maupun hak memilih. 

"Konstitusi menjamin akan hal itu (hak memilih dan dipilih) sebagai hak asasi manusia yang sejajar, dan kita tak bisa membatasinya," terangnya.

Namun, lanjutnya, bukan berarti kesempatan yang sama atas kapasitas politik dimaksud dianalogikan dalam pemahaman yang sederhana. Semuanya ada proses dan aturan tidak dengan serta merta. 

Dinasti politik boleh saja terjadi, ungkapnya, jika seandainya perjalanan pemimpin yang terdahulu itu hasilnya positif bagi daerah, maka tidak ada salah nya untuk diteruskan bagi siapa-siapa yang akan di persiapkan oleh pemimpin sebelumnya itu. Tapi, kalau yang telah sudah itu faktanya negatif, maka disinilah problemnya.

"Pil pahit jangan tertelan lagi. Karena secara etika hampir bisa di pastikan dengan hasil yang sama," ujarnya.

Sebagai pertimbangan, trah politik maupun dinasti politik itu jangan dilihat dari sudut pandang yang sempit, sebatas pada orang-orang yang cuma memiliki hubungan darah atau keluarga saja. Tapi, bisa juga dari kolega maupun orang dekat yang sebelumnya memang bagian dari pemimpin itu. Publik harus jeli pada pemahaman ini. Jika memang tujuannya agar mata rantai dari skema politik yang dikawatirkan itu putus, masyarakat harus cerdas dan cermat menentukan pilihan. 

"Intinya, masyarakat harus aktif mempelajari track record setiap figur yang maju," tutupnya. [rudi].

Berita Lainnya

Index