Metroterkini.com ? Akibat Gempa tektonik tepatnya tanggal 28 Maret 2005 silam, mengakibatkan air laut surut dan tanah muncul dipermukaan disepanjang pesisir pantai di kelurahan Pasar Lima Lahewa Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Pemerintah setempat, telah mengintruksikan kepada camat, lurah, kepala desa, untuk memasang papan pemberitahuan, agar masyarakat melakukan aktivitas di lokasi tanah timbul disepanjang garis pantai di kelurahan Lahewa, karena statusnya milik negara.
Sesuai peraturan pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang penatagunaan tanah pada pasal 12 yang menyatakan, tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai, dikuasai langsung oleh Negara.
Berdasarkan surat edaran Bupati Nias utara : 590/2517/Tapem tanggal 26 oktober 2011 dan surat bupati Nias Nomor: 590/207/ll/Distah tanggal 22 april 2007.Perihal pemanfaatan tanah timbul di sepanjang pesisir pantai kelurahan pasar lahewa milik kabupaten Nias Utara.
Hasil pantauan media ini, dan peninjauan dilapangan, diperoleh sejumlah keterangan dan dokumen yang berkaitan dengan informasi yang beredar bahwa mafia tanah sedang menguasai tanah negara dan melakukan penipuan kepada warga seperti, surat jual-beli tanah seharga Rp 50.000 000 (limapuluh juta rupiah)
Namun surat edaran tersebut tak dihiraukan hampir seluruh tanah timbul milik pemerintah daerah kabupaten Nias utara, diperjual belikan kepada masyarakat oleh oknum ODL, dengan alasan,"tanah adat keturunan marga".
Masalah ini sudah menjadi konsumsi publik, akhir?akhir ini salah seorang masyarakat yang tidak mau disebut identitasnya meminta kepada pihak pemerintah untuk segera mengungkap pihak-pihak terkait. "Kami yakin pemerintah mampu mengungkap pihak yang terlibat di dalam penjualan tanah tersebut, apabila itu aset negara dan menjadi milik pribadi, maka bisa dijerat dengan pidana," ujar sumber
Berdasarkan hasil konfirmasi media, kepada lurah pasar lahewa, Amran Golo di ruang kerjanya, Senin (11/02/2020) membenarkan bahwa, tanah itu sudah diperjual belikan kepada masyarakat, berdasarkan hasil persetujuan antara tiga Desa yaitu :
1.Desa Lasara.
2.Desa Ombolata.
3.Desa Marafala.
Dari hasil keputusan 3 Desa, maka oknum ODL mengambil alih, tanah timbul milik pemerintah tersebut. Kemudian menjualnya kepada masyarakat dengan maksud mengambil keuntungan pribadi.
Dalam surat jual - beli tanah tersebut mantan camat Lahewa, Beza'aro Nazara dan Lurah Lahewa, Amran Gulo yang semestinya melindungi tanah milik negara karena sebagai aparatur sipil Negara, namun malah sebaliknya ikut serta menyetujui dengan meloloskan administrasi surat penjualan tersebut. Yang diduga melakukan penipuan kepada masyarakat secara bersama-sama.
Amran Gulo menyampaikan kepada awak media, sesuai dengan hasil keputusan 3 Desa tersebut pihaknya sebagai Lurah menyetujui dan menandatanganinya, ketika ditanya perihal surat mandat tersebut jawabannya masih dicari.
Mantan Camat Lahewa Baza'aro Nazara sekarang menjabat sekdis lingkungan hidup Nias utara, ketika media ini menghubungi nya lewat via selulernya tidak merespon mengenai perihal tersebut, beredar informasi mantan camat lahewa dan lurah ini buang badan akibat telah membubuhkan stempel dan tanda tangan pada saat terjadinya jual-beli tanah ini. [epianus]