Tipu Rekan Bisnis, Abeng Jadi Terdakwa PN Bengkalis

Tipu Rekan Bisnis, Abeng Jadi Terdakwa PN Bengkalis

Metroterkini.com - Sidang dugaan penipuan dengan terdakwa Wira Bengshuantho, pengusaha periklanan, kembali digelar di Pengadilan Negeri Bengkalis dengan agenda keterangan saksi dan keterangan ahli, Selasa (15/1/20).

Dua orang saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Meranti, masing-masing dari Dinas Pelayanan Terpadu Kota Dumai dan Erdiansyah, ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum, Universitas Riau.

Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Rudi Ananta Wijaya dengan hakim anggota Mohammad Rizki Musmar dan Wimmi D Simarmata, itu digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri Bengkalis.

Sedangkan terdakwa Wira Bengshuantho dalam sidang yang berlangsung dari siang sampai sore itu didampingi penasehat hukum, Arief Mulyono.

Dua dari tiga orangJPU dari Kejati Meranti, Junaidi dan Mulyadi silih berganti menanya kepada pegawai Dinas Pelayanan Terpadu Kota Dumai dan ahli yang dihadirkan secara bergantian.

Keterangan pegawai Dinas Pelayanan Terpadu Kota Dumai, mengatakan, bahwa satu unit papan Bilboard (tiang reklame) di simpang Polres, Jalan Sudirman, Kota Dumai yang diakui terdakwa milikinya, ternyata izinnya milik perusahaan lain. Namun, terdakwa Wira Bengshuantho mengatakan kepada korban Lindawati, bahwa proyek tersebut adalah miliknya. Demikian juga papan Bilboard di Batam dan Pekanbaru. 

Klaim sepihak ini diduga untuk mendapatkan bantuan modal dari Lindawati, warga Kota Selatpanjang yang dikenal terdakwa Wira Bengshuantho dalam perjalanan dari Pekanbaru ke Selatpanjang.

 Atas rangkaian kebohongan ini, Menurut pendapat ahli masuk ranah pidana, bukan wanprestasi atau perdata.

Menurut ahli, sepanjang ada rangkaian kebohongan itu pidana, bukan wanprestasi. "Jika pailit, bencana alam itu wanprestasi.

Namun majelis hakim tidak sependapat tentang opermach atau bencana alam masuk wanprestasi. "Sepengetahuan saya, sebuah kegiatan tidak bisa dilaksanakan karena opermach atau bencana alam bukan wanprestasi," kata anggota majelis hakim, Mohammad Rizki Musmar.

Peristiwa tindak pidana ini berawal ketika pada, bulan April 2016 terdakwa berkenalan dengan saksi korban Lindawati di kapal dari Pekanbaru menuju ke Selat Panjang. Perkenalan ini berlanjut, dimana pada bulan Juli 2016 terdakwa menemui saksi Lindawati di Selat Panjang dan mengajak Lindawati bekerjasama dalam proyek pembangunan tiang reklame.

 “Mau tidak kerjasama untuk dapat penghasilan tambahan, saya bisa bantu kamu. Kamukan lagi butuh banyak uang untuk biaya pengobatan suami kamu. Saya punya proyek sendiri di Dumai yang untungnya bisa bantu kamu. Saya biasa pinjam uang sama teman saya dan keuntungan proyek itu saya berikan ke teman saya dalam waktu cepat. Kali ini saya kasih ke kamu saja, agar bisa dimanfaatkan untuk membantu berobat suami kamu,” kata terdakwa. Namun, saksi saat itu tidak tertarik. “saya belum tertarik dengan proyek tersebut,” jawab Lindawati.

 Kendati demikian, terdakwa tak putus asa. Dimana pada bulan Agustus 2016, terdakwa dan saksi Lindawati bertemu di Pekanbaru. Kali ini langsung meminjam uang saksi dengan janji saksi dijanjikan 20 persen dari keuntungan proyek.

“Pinjam saya uang untuk membiayai proyek itu dan untungnya saya kasih kamu 20 % dan uang modal kamu akan saya kembalikan dalam dua bulan termasuk keuntungan. Saya sudah terbiasa juga pada teman-teman yang lain meminjam uang untuk pelaksanaan proyek dan untungnya saya berikan ke dia,” janji yerdakwa.

Untukeyakinkan saksi, lalu terdakwa mengajak saksi Lindawati berkeliling untuk diperlihatkan Workshop terdakwa di Jalan Tanjung Datuk dan Jalan Arengka II serta saksi Lindawati diperlihatkan papan reklame yang sudah dibangunnya dan sudah tayang yaitu di Jalan Sudirman dekat pasar buah, di Jalan Arengka 1 tepatnya di dekat Sushi Thei (papan reklame berbentuk neon box) yang sudah disewa oleh perusahaan rokok. Namun demikian, saksi Lindawati tetap tidak tertarik. “saya belum tertarik dengan proyek tersebut”. 

Pada bulan September 2016 saksi Lindawati didatangi terdakwa di selat panjang dan terdakwa mengatakan “saya sekarang sudah dapat proyek punya sendiri di Dumai, saya butuh uang cepat untuk dicairkan, kalau bisa secepatnya agar bisa memulai pekerjaan” lalu terdakwa memperlihatkan PO (Puchased Order) Nomor : 43339, sehingga saksi Lindawati tertarik tawaran terdakwa dengan mempertimbangkan yaitu “ telah adanya PO (Puchased Order) Nomor : 43339 dan suami lagi sakit parah serta dengan memberikan uang modal Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan saksi Lindawati akan diberikan keuntungan sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) setiap tahunya selama 5 (lima) tahun berturut-turut dan apabila terdakwa tidak membayar keuntungan itu kepada saksi Lindawati maka terdakwa akan memberikan uang denda sebesar 2 % setiap bulanya” lalu terdakwa mengajak saksi Lindawati ke Notaris untuk membuat perjanjian dan setelah perjanjian di buat kemudian saksi Lindawati menghubungi saksi Mariana untuk mengirimi uang sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) ke rekening bank BCA nomor rekening 144-039-3035 atas nama WIRA BENGSHUANTO milik terdakwa.

Bahwa selanjutnya pada tanggal 18 Oktober 2016 terdakwa meminta kembali uang dengan mengatakan “ada dapat orderan lagi (tanpa memperlihatkan PO (Puchased Order) untuk titik di Jalan Harapan Raya Kota Pekanbaru dan Batam, untuk proyek itu saya butuh dana ibu Linda Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)” lalu saksi Lindawati mengatakan “nanti ini pembayaranya gimana ?” kemudian terdakwa mengatakan “nanti sama hitunganya yang saya pakai tambah 20% langsung cair dalam waktu 2 (dua) bulan, nanti setiap tahun dapat 20% selama 5 (lima) tahun bertutut-turut” dan setelah itu terdakwa menghubungi kembali saksi Lindawati degan mengatakan “untuk PO (Puchased Order) di Pekanbaru sudah keluar, kalau bisa uang dikirimkan lebih cepat, maka pekerjaan lebih cepat selesai dan cepat mendapatkan keuntungan” kemudian saksi Lindawati mengirimkan uang kepada terdakwa sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan pada tanggal 26 Oktober 2016 saksi Linda juga mengirimkan uang kepada terdakwa sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Bahwa selanjutnya terdakwa bertemu saksi Lindawati di Batam dan terdakwa menunjukkan lokasi yang akan dibangun yaitu di perempatan seberang Rumah Sakit Awal Bros Batam dan terdakwa mengatakan “itu titik yang kita lagi tunggu PO (Puchased Order) nya” dan beberapa minggu kemudian terdakwa menghubungi saksi Lindawati dengan mengatakan “titik yang di Batam kita lihat itu sudah keluar PO (Puchased Order) nya dan uangnya sudah bisa ditransfer Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk biaya pekerjaanya dan keuntunganya tetap sama” lalu pada tanggal 8 Novemeber 2016 saksi Lindawati mengirimi uang kepada terdakwa sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan juga pada pada tanggal 14 November 2016 saksi Lindawati mengirim uang kepada terdakwa sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Bahwa setelah itu pada akhir bulan November Tahun 2016 terdakwa di hubungi oleh saksi Linda dengan mengatakan “Bagaimana dengan pekerjaan di Dumai sudah jatuh tempo” dan terdakwa mengatakan “saya lagi urus dan saya lagi butuh uang untuk melobi orang dalam supaya dicairkan uangnya, kalau bisa saya pakai Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) lagi untuk biaya pengurusan tersebut” lalu saksi Lindawati mengatakan “ini perhitunganya bagaimana” dan terdakwa mengatakan “pokoknya tetap saya bayar fee/kompensasi seperti perhitungan sebelumnya, jatah bu Linda tetap saya kasih dan tidak saya kurangi dan ini juga untuk kepentingan keseluruhan proyek yang dikerjakan, kalau tidak uangnya jadi terpending untuk pencairanya” maka pada tanggal 2 Desember 2016 saksi Lindawati mengirimi uang kepada terdakwa sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Bahwa terdakwa dihubungi terus menerus oleh saksi Lindawati untuk pembayaran keuntungan pekerjaan di Kota Dumai tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman (simpang Polres) sebanyak 1 (satu Bilboard), di Pekanbaru di Simpang Harapan Raya sebanyak 1 (satu) Bilboard dan di Batam simpang empat seberang Rumah Sakit Awal Bros Batam sebanyak 1 (satu) Bilboard kemudian pada tanggal 26 Januari 2017 terdakwa mengirimi uang ke rekening Mahkota Motor sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) lalu pada tanggal 30 Maret 2017 terdakwa mengirimi uang ke rekening Mariana sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan fee sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan pada tanggal 26 Februari 2019 terdakwa juga mengirimkan uang ke rekening Mariana sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) lalu pada tanggal 13 September 2019 terdakwa kembali mengirimkan uang ke rekening Mariana sebesar Rp. Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).

Bahwa dari kata-kata Terdakwa mengembalikan modal selama 2 (dua) bulan dan memberikan keuntungan sebesar 20 % selama 5 (lima) tahun , maka saksi Lindawati tergerak untuk memberikan uang dengan jumlah secara keseluruhan sebesar Rp. 650.000.000,- (enam ratus lima puluh juta rupiah) namun apa yang dijanjikan oleh terdakwa kepada saksi Lindawati tidak terlaksana, sehingga mengakibatkan saksi Lindawati mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp. 650.000.000,- (enam ratus lima puluh juta rupiah).

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHPidana.

Bahwa ia terdakwa WIRA BENGSHUANTHO pada hari Senin tanggal 26 September 2016 sekira Pukul 15.00 WIB, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2016, bertempat di Selat Panjang Kabupaten Meranti Provinsi Riau, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk di dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Meranti, berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, “dengan sengaja melawan hukum meiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan”, perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :

Bahwa berawal pada bulan April tahun 2016 terdakwa berkenalan dengan saksi Lindawati di Kapal dengan tujuan dari Pekanbaru menuju ke Selat Panjang kemudian pada bulan Juli tahun 2016 terdakwa menemui saksi Lindawati di Selat Panjang dengan mengatakan “Mau tidak kerjasama untuk dapat penghasilan tambahan, saya bisa bantu kamu, kamukan lagi butuh banyak uang untuk biaya pengobatan suami kamu, saya punya proyek sendiri di Dumai yang untungnya bisa bantu kamu, saya biasa pinjam uang sama teman saya dan keuntungan proyek itu saya berikan ke teman saya dalam waktu cepat, kali ini saya kasih ke kamu saja, agar bisa dimanfaatkan untuk membantu berobat suami kamu” lalu saksi Lindawati mengatakan “saya belum tertarik dengan proyek tersebut”.

Bahwa selanjutnya pada bulan Agustus tahun 2016, terdakwa dan saksi Lindawati bertemu di Pekanbaru, kemudian terdakwa mengatakan “Pinjami saya uang untuk membiayai proyek itu dan untungnya saya kasih kamu 20 % dan uang modal kamu akan saya kembalikan dalam dua bulan termasuk keuntungan, saya sudah terbiasa juga pada teman-teman yang lain meminjam uang untuk pelaksanaan proyek dan untungnya saya berikan ke dia” lalu terdakwa mengajak saksi Lindawati berkeliling untuk diperlihatkan Workshop terdakwa di Jalan Tanjung Datuk dan Jalan Arengka 2 serta saksi Lindawati diperlihatkan papan reklame yang sudah dibangunnya dan sudah tayang yaitu di Jalan Sudirman dekat pasar buah, di Jalan. Arengka 1 tepatnya di dekat Sushi Thei (papan reklame berbentuk neon box) yang sudah disewa oleh perusahaan rokok, setelah itu saksi Lindawati mengatakan “saya belum tertarik dengan proyek tersebut,” tolak saksi.

Pada bulan September 2016 terdakwa lagi-lagi mendatangi Selatpanjang dengan maksud meminjam uang. “Saya sekarang sudah dapat proyek punya sendiri di Dumai, saya butuh uang cepat untuk dicairkan, kalau bisa secepatnya agar bisa memulai pekerjaan” lalu terdakwa memperlihatkan PO (Puchased Order) Nomor : 43339, sehingga saksi Lindawati tertarik tawaran terdakwa dengan mempertimbangkan yaitu “ telah adanya PO (Puchased Order) Nomor : 43339 dan suami lagi sakit parah serta dengan memberikan uang modal Rp.100.000.000,- dan saksi Lindawati akan diberikan keuntungan sebesar Rp.20 juta, setiap tahunya selama 5 tahun berturut-turut. Selain itu, apabila terdakwa tidak membayar keuntungan itu kepada saksi Lindawati maka terdakwa akan memberikan uang denda sebesar 2 % setiap bulanya” 

Setelah saksi setuju, laluterdakwa mengajak saksi Lindawati ke Notaris untuk membuat perjanjian dan setelah perjanjian di buat kemudian saksi Lindawati menghubungi saksi Mariana untuk mengirimi uang sebesar Rp.100.000.000,-  ke rekening bank BCA nomor rekening 144-039-3035 atas nama Wira Bengshuantho milik terdakwa.

Selanjutnya, pada 18 Oktober 2016 terdakwa meminta kembali uang dengan mengatakan “ada dapat orderan lagi (tanpa memperlihatkan PO (Puchased Order) untuk titik di Jalan Harapan Raya, Kota Pekanbaru dan Batam.

Untuk proyek itu, terdakwa Wira Bengshuantho mengaku butuh dana Rp200 juta. Dan itu diutarakan terdakwa kepada Lindawati. "Saya butuh dana ibu Linda Rp.200.000.000,-” lalu saksi Lindawati mengatakan “nanti ini pembayaranya gimana ?” kemudian terdakwa mengatakan “nanti sama hitunganya yang saya pakai tambah 20% langsung cair dalam waktu 2 bulan, nanti setiap tahun dapat 20% selama 5 tahun bertutut-turut” dan setelah itu terdakwa menghubungi kembali saksi Lindawati degan mengatakan “untuk PO (Puchased Order) di Pekanbaru sudah keluar, kalau bisa uang dikirimkan lebih cepat, maka pekerjaan lebih cepat selesai dan cepat mendapatkan keuntungan” kemudian saksi Lindawati mengirimkan uang kepada terdakwa sebesar Rp.150.000.000,- dan pada tanggal 26 Oktober 2016 saksi Linda juga mengirimkan uang kepada terdakwa sebesar Rp.50.000.000,-.

Bahwa selanjutnya terdakwa bertemu saksi Lindawati di Batam dan terdakwa menunjukkan lokasi yang akan dibangun yaitu di perempatan seberang Rumah Sakit Awal Bros Batam dan terdakwa mengatakan “itu titik yang kita lagi tunggu PO (Puchased Order) nya” dan beberapa minggu kemudian terdakwa menghubungi saksi Lindawati dengan mengatakan “titik yang di Batam kita lihat itu sudah keluar PO (Puchased Order) nya dan uangnya sudah bisa ditransfer Rp.250.000.000,- untuk biaya pekerjaanya dan keuntunganya tetap sama” lalu pada tanggal 8 Novemeber 2016 saksi Lindawati mengirimi uang kepada terdakwa sebesar Rp.150.000.000,- dan juga pada pada tanggal 14 November 2016 saksi Lindawati mengirim uang kepada terdakwa sebesar Rp.100.000.000,-.

Bahwa setelah itu pada akhir bulan November terdakwa di hubungi oleh saksi Linda dengan mengatakan “Bagaimana dengan pekerjaan di Dumai sudah jatuh tempo” dan terdakwa mengatakan “saya lagi urus dan saya lagi butuh uang untuk melobi orang dalam supaya dicairkan uangnya, kalau bisa saya pakai Rp.100.000.000,- lagi untuk biaya pengurusan tersebut” lalu saksi Lindawati mengatakan “ini perhitunganya bagaimana” dan terdakwa mengatakan “pokoknya tetap saya bayar fee/kompensasi seperti perhitungan sebelumnya, jatah bu Linda tetap saya kasih dan tidak saya kurangi dan ini juga untuk kepentingan keseluruhan proyek yang dikerjakan, kalau tidak uangnya jadi terpending untuk pencairanya” maka pada tanggal 2 Desember 2016 saksi Lindawati mengirimi uang kepada terdakwa sebesar Rp.100.000.000,-.

Bahwa terdakwa dihubungi terus menerus oleh saksi Lindawati untuk pembayaran keuntungan pekerjaan di Kota Dumai tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman (simpang Polres) sebanyak 1 Bilboard, di Pekanbaru di Simpang Harapan Raya sebanyak 1 Bilboard dan di Batam simpang empat seberang Rumah Sakit Awal Bros Batam sebanyak 1 Bilboard kemudian pada tanggal 26 Januari 2017 terdakwa mengirimi uang ke rekening Mahkota Motor sebesar Rp. 50.000.000,-lalu pada tanggal 30 Maret 2017 terdakwa mengirimi uang ke rekening Mariana sebesar Rp.100.000.000,- dan fee sebesar Rp.50.000.000,- dan pada tanggal 26 Februari 2019 terdakwa juga mengirimkan uang ke rekening Mariana sebesar Rp.20.000.000,- lalu pada tanggal 13 September 2019 terdakwa kembali mengirimkan uang ke rekening Mariana sebesar Rp. Rp.20.000.000,-.

 Total uang milik saksi Lindawati yang sudah di serahkan kepada terdakwa sebesar Rp. 650.000.000,-. Uang tersebut ada dalam kekuasaan Terdakwa dan uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan Terdakwa sehingga saksi Lindawati mengalami kerugian lebih kurang Rp. 650.000.000,-.

 Atas perbuatan tersebut pada dakwan pertama, terdakwa Wira Bengshuantho diancam Pasal 378 KUHPidana. Sedangkan dalam dakwaan kedua, terdakwa Wira Bengshuantho diancam Pasal 372 KUHPidana. (Rudi)

 

 

Berita Lainnya

Index