Tergiur Untung 10 Persen, Pedagang Pisang Tipu Dosen

Tergiur Untung 10 Persen, Pedagang Pisang Tipu Dosen

Metroterkini.com - Sidang dugaan penipuan dengan terdakwa Ermiza Binti Intan Basri, Rabu (18/7/18) digelar di Pengadilan Negeri Bengkalis dengan agenda keterangan saksi korban.

Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Zia Ul Jannah Idris, dan dua hakim anggota Wimmi D Simarmata dan Aulia Fhatma Widhola itu, jaksa penuntut dari Kejari Bengkalis, Handoko menghadirkan 5 orang saksi, Nazrantika Sunarto, Halimah, Suharyono, Dwi Astuti dan Wahyu Triyono. 

Halimah, dosen Administrasi Niaga di Politeknik Bengkalis selaku saksi korban dalam keterangannya mengatakan, pada bulan Mei 2017 sekira jam 16.00 wib terdakwa Ermiza datang kerumahnya di Jalan Utama Pangkalan Batang, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis. Ermiza kemudian mengajak Halimah bekerja sama dalam usaha catering. Kepada Halimah, terdakwa mengatakan dapat kontrak di Pemda Bengkalis dan membutuhkan modal Rp150 juta. Kapada korban, terdakwa menjanjikan keuntungan sebesar 10 % dari modal setiap bulannya. 

Tergiur dengan keuntungan yang ditawarkan terdakwa, tanpa melihat kontrak dan surat perintah kerja (SPK) antara Ermiza dengan Pemda selaku pemberi pekerjaan, Halimah kemudian menanamkan modal sebesar Rp140 juta dari 150 juta yang dibutuhkan terdakwa. Uang tersebut diserahkan kepada terdakwa pada tanggal 13 Juni 2017 dengan dibuat kwitansi atas nama Herman sebagai pemberi modal. 

Setelah 2 bulan penyerahan modal tersebut Halimah ada mendapat keuntungan dari terdakwa sebesar Rp. 28.000.000. "Namun untuk bulan berikutnya tidak ada lagi," kata Halimah saat menjawab pertanyaan majelis hakim.

Selain tidak lagi menerima keuntungan dari terdakwa, modal yang telah diserahkan juga tidak dikembalikan.

Pada bulan Agustus 2017, terdakwa kembali meminta tolong kepada Halimah mencarikan orang yang bisa diajak kerja sama. Kepada Halimah, terdakwa masih membutuhkan tambahan modal untuk usaha cateringnya. 

Kemudian Halimah menghubungi Nazrantika Sunarto, Jum'at tanggal 18 Agustus 2017 sekira jam 10.00 WIB untuk menawarkan usaha kerja sama Catering. Pada hari Sabtu tanggal 19 Agustus 2017 sekira jam 16.00 wib, Nazrantika Sunarto, Rosmawati dan Halimah bertemu dengan terdakwa. 

Dalam pertemua tersebut terdakwa menjelaskan tentang bisnis catering dan mengatakan bahwa usaha cateringnya sedang membutuhkan modal, karena banyak permintaan. Kepada para korban, terdakwa tak lupa menjanjikan keuntungan sebesar 10 persen dari modal setiap bulannya. 

Setelah ada kesepakatan antara Nazrantika Sunarto dan terdakwa, selanjutnya, Senin 21 Agustus 2017, Nazrantika Sunarto menyerahkan uang Rp128 juta kepada terdakwa dirumah Halimah di Jalan Utama Desa Pangkalan Batang, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis. 

Beberapa hari kemudian, terdakwa kembali menghubungi Nazrantika agar menambahkan modalnya lagi, karena terdakwa masih kekurangan modal. 

Selanjutnya Nazrantika  menawarkan kerja sama tersebut kepada Suharyono. Suharyono tertarik untuk memasukkan modalnya. Pada 30 Agustus 2018 Suharyono mentransfer uang ke rekening terdakwa sebesar Rp15 juta. Kemudian pada hari Rabu tanggal 6 September 2017 Suharyono kembali menyerahkan uang sebesar Rp85 juta kepada terdakwa di Kampus Politeknik Bengkalis tanpa dibuat tanda terima dengan disaksikan oleh Nazrantika Sunarto.

Pada bulan September 2017 Nazrantika Sunarto kembali dihubungi oleh terdakwa agar dicarikan orang lagi yang bisa menginvestasikan dananya yang akan digunakan untuk kontrak dengan DPRD Bengkalis. Selanjutnya Nazrantika Sunarto menghubungi adiknya yang bernama Maulana untuk meminjam uang dan pada hari Kamis tanggal 5 Oktober 2017 ditransfer ke rekening terdakwa sebesar Rp45 juta.

Untuk meyakinkan Nazrantika agar menambahkan modal investasinya, pada hari Rabu tanggal 18 Oktober 2017 terdakwa menunjukkan beberapa lampiran di dalam kontrak kerja antara Bunda Catering milik Rahmi dengan pihak Pemda Bengkalis yaitu SITU, Kop Surat Bunda Catering, jumlah kontrak dan daftar menu. 

Setelah memperlihatkan dokumen tersebut, terdakwa kembali membujuk Nazrantika untuk mencari modal lagi. Lalu Nazrantika meminjam uang kepada ibunya sebesar Rp 95 juta. Senin tanggal 6 November 2017 sekitar pukul 15.00 WIB, uang tersebut ditransfer Nazrantika ke rekening BNI 46 milik terdakwa.

Pada awal bulan Nopember 2017 Nazrantika bercerita kepada Dwi Astuti dan Wahyu Triyono mengenai investasi bisnis Catering dengan terdakwa. Kepada keduanya Nazrantika mengaku telah mendapatkan keuntungan dari Investasi tersebut. Mendengar cerita tersebut Dwi Astuti dan Wahyu Triyono tertarik untuk ikut berinvestasi. 

Selanjutnya pada tanggal 23 Nopember 2017 Wahyu Triyono menyerahkan uang sebesar Rp10 juta kepada terdakwa dan hari Rabu tanggal 29 Nopember 2017 giliran Dwi Astuti menyerahkan uang sebesar Rp48 juta kepada terdakwa dengan dibuat tanda terima kwitansi.

Bahwa atas desakan dari terdakwa pada hari Senin tanggal 11 Desember 2017 Nazrantika kembali menambah modal investasi sebesar Rp50 juta dan uang tersebut telah dikirim ke rekening BRI terdakwa. Total investasi Nazrantika yang diserahkan kepada terdakwa sebesar Rp318 juta.

Selama menginvestasikan uangnya kepada terdakwa, Nazrantika hanya menerima keuntungan sebanyak 3 kali dengan total Rp36 juta, Suharyono menerima keuntungan sebanyak 2 kali dengan total Rp20 juta, Halimah menerima keuntungan sebanyak 2 kali dengan total RP28 juta, dan Dwi Astuti menerima keuntungan sebanyak 1 kali Rp5 juta. Sedangkan Wahyu Triyono belum ada menerima keuntungan sama sekali. 

Selanjutnya seluruh modal dari Nazrantika, Halimah, Suharyono, Dwi Astuti dan Wahyu Triyono sampai jatuh tempo tidak ada yang dikembalikan oleh terdakwa.

Akibat rangkaian tipu muslihat terdakwa, menyebabkan Nazrantika, Halimah, Suharyono, Dwi Astuti dan Wahyu Triyono mengalami kerugian lebih kurang sebesar Rp611 juta. 

Ternyata, usaha Bunda Catering yang digunakan terdakwa menarik investasi modal dari Nazrantika, Halimah, Suhayono, Dwi Astuti dan Wahyu Triyono bukanlah miliknya, tetapi milik RahmiI dan terdakwa tidak terlibat apapun dalam usaha Bunda Catering tersebut. Sebab, keseharian terdakwa adalah pedagang pisang di pasar.  

Sementara itu, seluruh uang para korban dipergunakan terdakwa untuk keperluan pribadi. Selain digunakan membangun rumah, juga kredit motor gede (Moge) untuk suami terdakwa yang bekerja sebagai Satpol PP. 

"Saya Kredit Moge untuk suami. Sebulan kreditnya 6 juta rupiah pak hakim," kata Ermiza menjawab pertanyaan majelis hakim tentang kegunaan uang para korban.

Terdakwa juga menerangkan, selain Halimah dkk, masih ada beberapa orang lainnya yang dana dipinjam tedakwa untuk bisnis catering fiktif tersebut. 

Menurut terdakwa, uang yang berhasil dikumpulkannya dengan modus bisnis catering tersebut hampir Rp2 miliar. Namun, saat ditanya majelis hakim kemana saja uang sebanyak itu digunakan, terdakwa hanya terdiam.

"Selain buk Halimah (Halimah dkk) ada lagi yang lain, totalnya hampir 2 miliar," kata terdakwa.

Atas perbuatan tersebut, diancam pidana dalam Pasal 372 jo Pasal 378 KUH Pidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. [rudi]

Berita Lainnya

Index