Metroterkini.com - Sidang dugaan kepemilikan shabu dengan terdakwa Bripka Richi Pernando Pasaribu, Selasa (10/4/18) kembali digelar di Pengadilan Negeri Bengkalis.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Dame P. Pandiangan itu dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Dalam keterangannya, terdakwa Richi yang didampingi kuasa hukumnya Zulfikri, SH, menyatakan, tak tahu menahu dengan barang bukti shabu yang menyeretnya menjadi terdakwa.
Menurut terdakwa dirinya dijadikan korban dalam persaingan tidak sehat antara Sat Intelijen dan Sat Narkoba Polres Bengkalis.
"Saya ini korban bu hakim. Karena persaingan tidak sehat antara Sat Intel dengan Sat Narkoba. Harusnya berdasarkan laporan Intelijen kemudian kami Sat Narkoba melakukan penangkapan. Tapi ini tidak. Kami melakukan penangkapan, kemudian Intelijen membuat laporan seolah-olah tangkapan kami itu berdasarkan laporan mereka (Intelijen)," kata Richi.
Richi menyebutkan, berbagai isu negatif tentang keterlibatnnya dengan jaringan narkoba juga dihembuskan oleh orang-orang tak bertanggujawab. Namun, setelah ditelusuri ternyata tidak benar.
"Pernah ada isu saya dikatakan dekat dengan salah seorang bandar, ternyata setelah bandar itu tertangkap, dia (bandar) hanya kenal nama. Tapi, tak kenal dengan saya," kata Richi.
Menurut Richi, perkara ini berawal saat Richi memperbaiki CPU komputer miliknya untuk diservice ke Toko My Computer, Jalan Banglas, Kelurahan Selatpanjang Timur, pada 10 Agustus 2017. Dirinya membawa CPU tersebut ke toko My Computer ditemani dua rekannya, Bripda Tombol Josua Tampubolon dan Bripda Johanes P Sipayung.
Setelah menyerahkan CPU tersebut Andra Yanto alias Abun, terdakwa dan rekannya pergi patroli ke kawasan sekitar Desa Benglas dan Desa Rintis.
Menurut Abun saat akan menservice komputer dia menemukan satu bungkusan kecil warna bening berbentuk kristal mirip sabu dalam komputer tersebut.
Dia (Abun) takur dicebak kemudian melaporkan kepada kakaknya nernama Andri Yanto alias Asen. Setelahnya, keduanya pergi menuju ke rumah Richi untuk mengantarkan CPU, tapi yang bersangkutan tidak ada di rumah karena tengah patroli.
Abun dan Asen kemudian melaporkan penemuan kepada Wisnu, yang menjabat sebagai kepala Sub Bagian Logistik Polres Kepulauan Meranti. Dan menyerahkan CPU itu kepada Wisnu di ruang Sarana dan Prasarana Polres Kepulauan Meranti.
"Mana mungkin saya mencebaknya, buk. Saya kenal baik sama dia," kata Richi.
Setelah CPU dan shabu diserahkan kepada Wisnu. Wisnu kemudian menghubungi Richi, untuk diminta segera datang ke Polres. Karena menyebut ada hal penting hendak dibicarakan.
"Karena ada hal penting, makanya saya datang," kata Richi.
Saat itu, ungkap terdakwa, di ruangan Wisnu sudah hadir Asen dan Abun.
Richi yang ditanya Wisnu mengenai kepemilikan CPU, mengakui jika benda tersebut miliknya. Wisnu juga menjelaskan tentang penemuan barang yang disinyalir ada sabu di CPU tersebut. Namun, Richi tak melihat shabu tersebut, sampai masing-masing meninggalkan ruangan dan berpisah.
Namun, sebulan kemudian, tanpa sepengetahuan Richi, penemuan itu dilaporkan oleh Wisnu ke Satuan Reserse Kriminal Polres Meranti, tepatnya tanggal 13 September 2017.
"Kalau ini menimpa orang umum, perkaranya tak bisa naik bu hakim. Tapi, saya bisa dijadikan tersangka dan akhirnya saya seperti ini (terdakwa)," kata Richi tak habis pikir.
Pada akhir keterangannya, Richi menyatakan bahwa shabu yang dijadikan barang bukti bukan milik dan dia tak tahu punya siapa.
"Saya tak tahu barang bukti itu milik siapa. Itu bukan milik saya," kata Richi sambil menghapus air matanya.
Dalam perkara ini, terdakwa Richi Fernando Pasaribu dijerat dengan Pasal 112 ayat (1).
"Pasalnya tunggal, Pasal 112 ayat (1)," kata Syamsuyoni, Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Kepulauan Meranti. [rdi]