Metroterkini.com - Bambang Myanto, majelis hakim yang memimpin sidang perkara dugaan pemalsuan surat dengan terdakwa Poniman, Kamis (15/2) sore, dalam sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru menolak eksepsi yang disampaikan tim kuasa hukum Poniman.
Atas putusan ini, tim kuasa hukum Poniman yang terdiri dari Augustinus Hutajulu (tidak hadir), Patar Pangasian, Alhendri Tanjung, Gusdianto dan Ronald Sihotang, mengaku kecewa. Sebab, majelis hakim justru membahas tentang penetapan tersangka Poniman, bukan masalah sprindik yang tidak sah.
Sebab, selain sprindik (pemeriksaan) atas Poniman yang baru, sprindik para saksi lainnya masih sprindik lama yang dinyatakan tidak sah berdasarkan putusan pra peradilan. Untuk itu, kuasa hukum Poniman akan melakukan upaya banding atas putusan sela tersebut.
"Pokok perkara tetap lanjut, bersamaan dengan itu, kami akan banding atas putusan sela ini," tegas Patar usai sidang.
Dalam sidang eksepsi sebelumnya, tim kuasa hukum Poniman menegaskan, bahwa Surat Dakwaan Nomor PDM-10/PEKAN/01/2018 yang disusun jaksa penuntut umum (JPU) Erik R dari Kejari Pekanbaru diduga berdasarkan berita acara yang tidak sah.
Sebab, dalam Putusan Praperadilan No. 27/Pid.Prap/2017/PN.PBR tanggal 20 Desember 2017 lalu, menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp.Sidik/194/VII/2016/Reskrim, Tanggal 25 Juli 2016 dan Surat Perintah Penyidikan Lanjutan Nomor: Sp.Sidik/194.a/III/2017/Reskrim, Tanggal 14 Maret 2017 dan Surat Perintah Penyidikan Lanjutan No. : SP.Sidik/194.b/X/2017/Reskrim Tanggal 2 Oktober 2017 yang menetapkan pemohon (Poniman) sebagai tersangka terkait tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP adalah tidak sah, dan tidak berdasarkan hukum. Dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan yang mengikat.
"Jika sprindik dan berita acara pemeriksaan (BAP) yang tidak sah, maka dakwaan yang disusun berdasarkan berita acara yang tidak sah, tentu dakwaannya tidak sah. Itu pendapat hukum kami," tegas Patar.
Dengan tidak sahnya surat perintah penyidikan, ungkap Patar, maka seluruh hasil penyidikan beserta turunannya termasuk bukti- bukti yang diperoleh dari surat perintah Penyidikan yang tidak sah tersebut adalah tidak sah (baik itu berita acara pemeriksaan Saksi- saksi (BAP) maupun berita acara penyitaan lainnya).
Adapun berita cara pemeriksaan saksi yang dibuat dengan dasar Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) yang tidak sah berdasarkan Putusan Praperadilan No. 27/Pid.Prap/2017/PN.PBR tanggal 20 Desember 2017 adalah:
BAP Jon Mathias, SH tertanggal 11 Juli 2017, BAP Boy Desvinal Salam tanggal 11 Juli 2017, BAP Gusril tanggal 09 Oktober 2017 dan 29 November 2017, BAP Fadliansyah, S.STP tanggal 09 Oktober 2017, BAP Agusman Idris, SH., MH tanggal 09 Oktober 2017 dan 29 November 2017, BAP Dasrial tanggal 05 Oktober 2017, 29 November 2017 dan 04 Desember 2017, BAP Razali tanggal 14 Juli 2017 dan 14 Desember 2017, BAP Hj. Jusni Rifai Tanjung tanggal 12 Juli 2017 dan 13 Juli 2017 serta 04 Oktober 2017, BAP Nurlaili tanggal 13 Juli 2017, BAP Sukatman tanggal 13 Juli 2017, BAP Habiholidi tanggal 13 Mei 2017, BAP Warmin tanggal 13 Juli 2017, BAP Syahmiral 14 Juli 2017, BAP Wagimun tanggal 26 Oktober 2017 dan 04 Desember 2017, BAP Syamsudin tanggal 14 Juli 2017, BAP Ismail alias Atu tanggal 17 Juli 2017 dan 31 Juli 2017, BAP Dr. Erdianto, SH., M.Hum tanggal 12 Oktober 2017, BAP Dr. Hinsatopa Simatupang, MM tanggal 15 September 2017, BAP Lamsana Sirait, SE., Ak tanggal 25 September 2017, dan BAP Arief Widiansyah, ST tanggal 04 Desember 2017.
Tim kuasa hulum juga menjelaskan, bahwa Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan yang dalam Pasal 2 ayat (3) menyatakan, "Putusan Praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan Penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara".
Peraturan MA ini senada dengan Pertimbangan Putusan MK No. 42/PUU-XV/2017 tanggal 10 Oktober 2017 pada pokoknya alat bukti yang dapat digunakan untuk atau dalam penetapan kembali tersangka haruslah bukti baru atau bukti yang telah dipergunakan pada penyidikan terdahulu yang telah disempurnakan.
Usai sidang putusan sela, majelis hakim menunda sidang Senin dan Kamis minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi. [rdi]