Saksi Mangkir, Kuasa Hukum Minta Lakukan Upaya Paksa

Saksi Mangkir, Kuasa Hukum Minta Lakukan Upaya Paksa

Metroterkini.com - Sidang dugaan pemalsuan tanda tangan Bupati Bengkalis, Amril Mukminin dengan terdakwa Bukhari dan Muskararya, Selasa (28/11/17) kembali ditunda, karena 4 orang saksi yang dipanggil tak datang. Padahal, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Bengkalis sudah melayangkan surat panggilan sebanyak tiga kali.

Keempat saksi itu adalah; Kepala Bagian Umum Setda Bengkalis Riki Rihardi, Johan Min dan Swaryanto Poen dan Jon, ketiganya dari PT. Bumi Rupat Indah (BRI).

"Kita sudah tiga kali memanggil Riki Rihardi, Johan Min dan Swaryanto Poen dan Jon, tapi mereka belum datang memberikan kesaksian dalam sidang," kata JPU Novriansyah, Selasa sore di kantornya.

Menurut Novriansyah, karena sudah berulang kali dipanggil tak datang, kuasa hukum terdakwa Windriyanto meminta majelis hakim agar mengeluarkanpenetapan untuk dilakukan upaya paksa.

Untuk itu, majelis hakim yang diketuai Zia Ul Jannah Idris dengan dua hakim anggota Wimmi D Simarmata dan Aulia Fhatma Widhola terlebih dahulu akan menggelar rapat membahas permohonan kuasa hukum terdakwa.

"Tadi (dalam sidang) kuasa hukum terdakwa meminta majelis hakim untuk mengeluarkan penetapan
upaya paksa kepada keempat saksi. Tapi, sebelum mengeluarkan penetapan, majelis akan rapat dulu untuk membahas permohonan kuasa hukum terdakwa," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, selain keempat saksi diatas. Saksi korban, yakni Amril Mukminin juga belum memberikan keterangan dipersidangan.

Amril Mukminin ketika dikonfirmasi, Minggu (26/11/17) kemarin, menjelaskan tentang ketidak hadirannya karena sibuk dengan urusan pemerintahan. Untuk itu, Amril mengaku sudah penunjuk pengacara untuk mewakilinya dipersidangan.

"Saya kan saksi korban. Karena saya sibuk dengan urusan dinas (pemerintahan), untuk urusan sidang saya sudah menunjuk pengacara," kata Amril usai peresmian Festival Budaya Bahari Daerah di Pantai Indah Selatbaru, Bengkalis, Minggu siang.

Sejauh ini, JPU baru bisa menghadirkan di persidangan beberapa orang saksi, seperti mantan Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bengkalis, Eduar, Staf Bagian Umum Setda Bengkalis, dan Alfian Nur (50) konsultan yang membuat dokumen pengajuan izin prinsip pembangunan kawasan wisata atas nama PT Bumi Rupat Indah (PT. BRI).

Alfian Nur dalam keterangannya menyebutkan, pada awal tahun 2016 terdakwa Bukhari minta saksi membuatkan dokumen permohonan izin persetujuan prinsip pembangunan kawasan pariwisata untuk PT. BRI milik Johan Min. Rencananya, perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta itu sudah membebaskan lahan seluas 75 hektar di Rupat Utara untuk dijadikan kawasan wisata. Namun, untuk membangun belum mengantongi izin prinsip dari Pemda Bengkalis.

"Pak, Bukhari meminta saya membuatkan dokumen izin prinsip untuk PT Bumi Rupat Indah. Jadi saya tidak kenal dengan Johan Min dan Swaryanto Poen Direktur PT. Bumi Rupat Indah. Saya hanya kenal, Pak Bukhari dan Muskararya," kata saksi Alfian yang bergerak dibidang konsultan perencana.

Untuk mempermuda pembuatan dokumen, saksi juga diminta Bukhari untuk memalsukan tanda tangan Direktur PT. BRI, Swaryanto Poen. Itu dilakukan atas izin Johan Min selaku pemilik PT. BRI melalui telepon kepada Bukhari.

"Karena contohnya sudah lengkap, atas perintah pak Bukhari, saya tinggal mengores (mengikuti alur tanda tangan)," kata Alfian tentang pemalsuan tanda tangan Swaryanto Poen Direktur PT. BRI.

"Jadi saat dokumen izin prinsip diajukan ke Pemda, sudah ada pemalsuan tanda tangan, ya?," tanya Wimmi D Simarmata yang membuat saksi terpojok.

Setelah dokumen selesai, ungkap saksi, kemudian menyerahkan kepada Bukhori. Sehabis lebaran 2016 saksi bersama Bukhari dan 3 orang dari Bappeda pergi ke Rupat untuk mematok lahan yang akan dijadikan kawasan pariwisata tersebut.

Saksi menyebutkan patok tersebut berpedoman pada peta tata ruang Kabupaten Bengkalis. "Ke Rupat, orang perusahaan tidak ikut," kata saksi.

Untuk menentukan lokasi, ungkap saksi, Bukhari mengacu kepada wilayah yang tersedia oleh Dinas Parawisata. "Itupun baru pendekatan (belum final)," ujar saksi.

Pada kesempatan itu, saksi juga menjelaskan dia mau membuatkan dokumen tersebut, karena PT. Bumi Rupat Indah sudah melakukan pemetaan dan sudah membebaskan lahan. Namun, belum memiliki izin prinsip untuk membangun.

Selain itu, saksi dijanjikan akan mengerjakan pisik dan amdal proyek tersebut, jika proyek dibangun.

"Dalam membuat dokumen pengajuan izin prinsip, saya tidak dibayar pak hakim. Karena kalau proyek jalan, saya yang akan mengerjakannya," kata saksi menjawab pertanyan hakim Wimmi D Simarmata tentang jasa yang diterima saksi.

Kendati saksi tidak dibayar, saksi mengetahui ada dana dalam pengajuan dokumen izin prinsip tersebut.

Menurut saksi, setelah kasus dugaan pemalsuan tanda tangan bupati Bengkalis mencuat, pada bulan Februari 2017 Bukari dan Muskararya menanda tangani kwitansi tentang biayah pengurusan izin prinsip. Kwitansi itu ditanda tangani di rumah orang tua saksi di Jalan Belimbing, Pekanbaru.

"Kami telah sepakat tentang biaya pengurusan objek wisata Rupat Utara," kata saksi mengutip perkataan Bukhari saat itu.

Terhadap keterangan saksi, Muskararya tidak membantah. Sebaliknya terdakwa Bukhari keberatan terkait keterangan saksi mengenai tidak adanya pertemuan antara saksi, Bukhari dan Johan Min.

Menurut Bukhari, dia dan saksi bertemu Johan Min di Hotel Aryaduta, Pekanbaru.

Terhadap keberatan Bukhari, saksi membenarkan ada pertemuan di Hotel Aryaduta. Namun, saksi tidak kenal dengan orang tersebut. "Pernah ketemu di Aryaduta, tapi, saya tak kenal orang itu (Johan Min)," jawab saksi.

Usai mendengarkan keterangan saksi, ketua majelis hakim Zia Ul Jannah Idris menunda sidang dan akan dilanjutkan hari ini dengan agenda masih keterangan saksi lainnya. [rdi]
 

Berita Lainnya

Index