Orang Tua Bripka Richi Pernando Terus Mencari Keadilan

Orang Tua Bripka Richi Pernando Terus Mencari Keadilan

Metroterkini.com - Lina Sianipar orang tua dari Brigadir Polisi Kepala (Bipka) Richi Pernando Pasaribu tak pernah lelah mencari kebenaran dan keadilan untuk anaknya (Richi) agar terlepas dari perkara yang menyeretnya.

Soalnya, saat ini Richi yang berdinas di Polres Meranti, ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan kepemilikan shabu oleh penyidik Reskrim Polres Kepulauan Meranti.

Namun, Lina menilai perkara yang mendera anaknya diduga direkayasa. Karena menurutnya ada yang aneh dalam perkara yang menyeret anaknya.

''Kasus yang menimpa anak saya ini diduga rekayasa. Sebab, tak ada bukti yang menyebutkan anaknya menguasai shabu-shabu. Apalagi, dari tes urine hasilnya negatif,'' kata Lina Sianipar pada wartawan di Pekanbaru, Sabtu (25/11/17).
    
Sementara itu, kuasa hukum Richi Pernando, Zulfikri SH menjelaskan, kasus yang menimpa kliennya berawal ketika pada 10 Agustus 2017 lalu,  Richi ditemani Brigadir Polisi Dua (Bripda) Tombol Josua Tampubolon dan Bripda Johanes P Sipayung, membawa CPU komputer miliknya ke Toko My Computer, Jalan Banglas, Kelurahan Selatpanjang Timur, untuk diservice. Sampai di Toko My Computer milik Andri Yanto alias Asen itu, CPU tersebut diterima oleh Asen.

Usai menyerahkan CPU, Richi dan rekannya melakukan patroli rutin ke kawasan sekitar Desa Benglas dan Desa Rintis.
     
Sepeninggal Richi, Abun adik Andri Yanto alias Asen membuka CPU tersebut untuk diservice. Saat dibuka, Abun mengaku mendapati satu bungkusan kecil warna bening berbentuk kristal mirip shabu dalam komputer tersebut. Kemudian penemuan ini dilaporkan Abun kepada Asen.

Abun dan Asen kemudian pergi ke rumah Richi untuk mengantarkan CPU itu kembali. Tapi saat itu Richi lagi tak di rumah karena tengah patroli.
   
Karena tak bertemu Richi, pada tanggal 10 Agustus itu juga, Abun dan Asen melaporkan penemuan shabu dalam CPU tersebut kepada Kepala Sub Bagian Logistik Polres Kepulauan Meranti, Wisnu. CPU diserahkan Abun dan Asen kepada Wisnu di ruang Sarana dan Prasarana Polres Kepulauan Meranti.

Setelah Abun dan Asen pergi, Wisnu beberapa kali menghubungi nomor ponsel Richi untuk segera datang ke Polres. Wisnu menyebutkan ada hal penting yang hendak dibicarakan dengan Richi. Dengan ditemani dua rekannya saat berpatroli, Richi bertemu Wisnu. Saat itu juga ada Asen dan Abun.

Wisnu kemudian menanyakan mengenai kepemilikan CPU, Richi mengaku bahwa CPU tersebut miliknya. Wisnu juga menjelaskan tentang penemuan barang yang disinyalir shabu di CPU tersebut. Usai pembicaraan masalah temuan diduga shabu dalam CPU itu, lalu masing-masing meninggalkan ruangan dan berpisah.

Tahu-tahu 33 hari kemudian. Tepatnya tanggal 13 September 2017, tanpa sepengetahuan Richi, Wisnu melaporkan penemuan diduga shabu dalam CPU itu ke Satuan Reserse Kriminal Polres Kepulauan Meranti.

Berdasarkan laporan Wisnu, pada tanggal 28 September Richi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kepemilikan shabu. Namun, barang bukti tersebut tidak pernah diperlihatkan kepada tersangka.

"Yang anehnya, sejak 10 Agustus 2017 sampai 23 September 2017, sebulan lebih lamanya,  klien kami tidak pernah melihat atau diperlihatkan narkotika jenis sabu tersebut seperti yang dikatakan pelapor.

Bahkan parahnya lagi, saat ditemukan, shabu juga tak berada dalam penguasaan Richi. Ini diduga ada kriminalisasi terhadap klien saya," jelas Zulfikri.
     
Di samping itu, sejak pertama kali ditemukan, penyidik yang menangani kasus juga tak melakukan uji sidik jari terhadap barang bukti sabu tersebut.

"Artinya, shabu disimpan oleh Wisnu hingga akhirnya diserahkan pada 18 September 2017. Padahal sesuai aturan, maksimal 3×24 jam barang bukti itu harusnya sudah diserahkan ke petugas yang berwenangn" jelasnya.

Meski penegak hukum, status Wisnu yang bertugas di bagian logistik diduga tak sesuai apabila menyimpan barang bukti shabu, selain penyidik yang menangani perkara. [rdi]

Berita Lainnya

Index