Metroterkini.com - Kejaksaan Agung menyatakan siap menerapkan isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Perlindungan Anak jika nantinya produk hukum tersebut telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum Noor Rachmad, Perppu Perlindungan Anak merupakan hal baru dalam dunia hukum Tanah Air. Sebabnya, di Perppu tersebut tercantum adanya kemungkinan pemberian hukuman kebiri bagi terdakwa kekerasan seksual pada anak.
Namun, Rachmad yakin bahwa seluruh jaksa siap menjalankan Perppu yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo kemarin.
"Kami kan masih belum dalam aplikasi. Kita lihat nanti kalau memang hakim telah menerapkan dengan putusan yang berisi tentang hukuman tambahan itu (kebiri), jaksa secara keseluruhan siap melaksanakan," kata Rachmad di Kejagung, Jakarta, Kamis (26/5).
Sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengakui bahwa eksekutor hukuman kebiri yang tertera dalam Perppu Perlindungan Anak masih menjadi perdebatan. Debat didasari kabar adanya sejumlah dokter yang enggan menjadi eksekutor.
Rachmad enggan berkomentar banyak terkait perdebatan eksekutor hukuman kebiri pada pelaku pelecehan anak. Menurutnya, hak untuk menunjuk eksekutor tetap dimiliki jaksa. Namun, teknis penunjukan eksekutor dalam kasus pelecehan anak nanti akan ditentukan setelah Perppu terkait disahkan DPR.
"Ini kan barang baru, tentu kita lihat nanti aturan mainnya kita lihat lah. Nanti kalau sudah harus dijalankan dalam praktek, ini kan harus dibawa ke DPR dulu. Termasuk masalah dokter itu, nanti lah," katanya.
Jokowi telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu itu akan segera dikirimkan dan dimintakan persetujuan DPR dalam waktu dekat.
Jokowi mengatakan, Perppu itu dikeluarkan menyusul meningkatnya secara signifikan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia saat ini.
Perppu itu memuat pemberatan dan penambahan hukuman. Mulai dari hukuman pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun, hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman mati.
Penambahan pidana seperti kebiri kimia, pengungkapan identitas, dan pemasangan alat deteksi elektronik pelaku kekerasan seksual terhadap anak. [**]