Metroterkini.com - Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional (Himahi) Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR), Sabtu (9/4/16), menggelar Seminar Nasional tentang Perlindungan Hukum terhadap Pengungsi/Imigran oleh Pemerintah Indonesia di Provinsi Riau.
Hadir sebagai pembicara antara lain As' ari Adnan, SPd (Kabid Lalu Lintas Imigran Kemenkum HAM Riau), DR Fithriatus Shalihah, SH, MH, (pengamat Hukum Internasional) dan S Parman, SH, MH (Kepala Bagian Hukum Internasional).
Menurut As'ari, jumlah Imigran yang masuk ke Indonesia meningkatkan secara signifikan setelah Australia mengubah kebijakannya, untuk tidak lagi menerima Imigran atau Pengungsi. Padahal dulunya, Australia merupakan salah satu negara yang penandatangan Konvensi Jenewa 1951 dan Protokol 1967 tentang Pengungsi.
"Pencari suaka yang tujuan utama Australia, kini dikembalikan lagi ke wilayah Indonesia. Hal ini menimbulkan persoalan yang komplek. Indonesia tidak kuasa menolak kehadiran para pencari suaka politik karena merupakan anggota dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)," terangnya.
Akibatnya, tambah As'ari, sejak tujuh tahun terakhir, Rudemim (rumahnya penampungan Imigran) kewalahan menerima kehadiran orang asing pencari suaka di Wilayah Indonesia.
Pendapat As'ari ini dikritisi pengamat hukum internasional, Fithriatus Shalihah, menegaskan Indonesia sebenarnya bisa menolak Imigran gelap tersebut jika sudah terindikasi mengganggu stabilitas nasional.
"Di Riau sendiri terdapat lebih kurang 1.300 Imigran gelap. Jika tidak segera ditangani secara serius dan dengan kebijakan yang tegas, apalagi jika isu isu negatif tentang Imigran Ilegal ini benar, dalam waktu tujuh tahun ke depan akan menimbulkan konflik sosial," katanya.
Dari media massa yang pernah dibacanya, para imigran yang ada di Riau dan Pekanbaru, khususnya ada yang menyebarkan paham radikalisme/terorisme, doktrin aqidah dengan paham Syi'ah dan bahkan diduga ada yang menjadi gigolo. [son]