Metroterkini.com - Hampir satu dekade belakangan harga karet alam mengalami penurunan. Hal itu sangat dirasakan sejumlah petani yang menggantungkan mata pencaharian sebagai petani karet.
Seperti halnya masyarakat Desa Suka Maju, Kecamatan Rambah, Kabupaten Rokan Hulu, Riau yang rata-rata bekerja sebagai petani karet.
Seperti yang dilakukan Abdul Jalil (72) bersama warga sekitar lainnya, rutin setiap hari pergi ke kebun untuk menderes atau bahasa daerah setempat disebut dengan istilah (Motong,red).
Abdul Jalil memiliki seorang istri bernama Farida (50) dan dikaruniai enam orang anak. Mereka tinggal di sebuah rumah semi permanen berukuran 16x8 meter. Setiap harinya dia dibantu istrinya menderes ke kebun
Hasil karet sendiri baru bisa di jual setelah satu minggu usai di deres dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Saat di temui, Abdul Jalil membawa bongkahan karet dengan menggunakan sepeda motor untuk di jual kepada toke. Setelah ditimbang, karet yang di hasilkan Abdul Jalil sepekan seberat 80 kilogram.
"Pendapat kami merosot pak, sekarang harga karet cuma Rp. 7.000,- per kilogramnya belum lagi harga sembako naik semua dan saya hanya menderes kebun karet milik orang yang hasilnya di bagi dua," kata Abdul Jalil dengan lirih, Minggu (16/7/2023).
Dia menambahkan, selain harganya murah, hasil produksi karet saat ini juga menurun, lantaran kondisi daunnya yang berguguran.
"Saya berharap kepemerintah harga karet bisa naik pak menjadi Rp. 12.000,- per kilogram. Jika dibandingkan tahun dulu harga karet sebesar Rp.15.000,-," harap Abdul Jalil.
Dia juga menjelaskan, dengan harga karet saat ini tidak cukup untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
"Kalau sekarang ini mana cukup, untuk makan aja susah belum lagi anak masih ada yang sekolah," ucapnya.
Sementara itu, Ketua kelompok petani karet Desa Suka Maju, Nasri (43) memaparkan, tonase untuk karet di desa itu telah banyak mengalami penurunan.
Lanjut Nasri hal tersebut disebabkan harga karet yang sangat rendah sehingga banyak warga mengalihfungsikan lahannya menjadi kebun sawit yang saat ini menjadi pilihan primadona.
"Saat ini hasil tonase karet dari kelompok kami mengalami penurunan drastis karena harga karet anjlok ditambah memasuki masa trek karena faktor cuaca dan musim gugur," beber Nasri.
Dirinya mengenang harga karet seperti masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sampai menembus harga Rp20.000 per kilogram.
"Pada masa Pak SBY, petani karet cukup bergairah. Harga karet sempat menembus harga Rp 20.000,- per kilogram. Kami berharap Pemerintah memperhatikan petani karet minimal harga ke depannya bisa kembali di atas Rp 10.000 per kilogramnya," harap Nasri.[man]