Korban Salah Tangkap, Dua Remaja Mengaku Disiksa Polisi

Korban Salah Tangkap, Dua Remaja Mengaku Disiksa Polisi

Metroterkini.com - Dua orang anak di bawah umur di Padang Panjang, Sumatra Barat (Sumbar), diduga menjadi korban salah tangkap oleh jajaran Polres Padang Panjang. Keduanya ditangkap dengan tuduhan pencurian kendaraan bermotor (curanmor).

Korban mengaku mengalami penyiksaan, mulai dari pukulan, tendangan, sampai penyetruman. Dampak dari penyiksaan tersebut, gigi dari salah seorang korban mengalami patah.

Fadhilah Tsani, kuasa hukum dari dua orang korban yang berinisial RK (16) dan RL (15) menyebut kliennya saat ini mengalami trauma yang berkepanjangan karena menjadi korban salah tangkap. Salah satu korban bahkan disebut tidak berani keluar rumah.

"Klien kami ada dua orang, mereka dituduh tampa ada bukti. Dalam penangkapan itu tidak sesuai SOP. Barang bukti hanya tuduhan seorang pelaku yang ditangkap sebelumnya," kata Fadhilah kepada media, Jumat (7/7/2023).

Fadhilah mengatakan kliennya dipaksa untuk mengaku kejahatan yang tidak dibuatnya. Bahkan, sebut Fadhillah, kliennya itu sempat disiksa oleh polisi agar mau mengakui kejahatan yang tidak dibuatnya.

"Sebelumnya RK ini berada di Bengkulu. Karena rumahnya digerebek dan dia tidak merasa melakukan itu, ia pulang dan mendatangi Polres dengan keluarganya. Namun setelah diminta keterangan, korban langsung ditahan di Polres Padang Panjang," ucap Fadhillah.

"Saat pemeriksaan itu, keluarga korban juga dilarang mendampingi. RK itu disiksa sampai dia harus mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan. Karena dia anak di bawah umur, dia harus mengaku, untuk menghilangkan rasa sakit dan rasa takut yang ia alami," sambungnya.

Menurut Fadhilah, selain mengalami pemukulan, RL juga mengaku mengalami pelecehan secara verbal. Pelecehan itu menurutnya memperlihatkan alat kelaminnya di tengah penyidik, dengan kata-kata yang tidak pantas dikeluarkan oleh penyidik tersebut.

"RL disuruh membuka celananya, lalu memperlihatkan kelaminnya ke penyidik. Penyidik itu mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Jadi selain penyiksaan korban juga mengalami pelecehan secara verbal," jelasnya.

Fadhillah menjelaskan kliennya itu dituduh melakukan dua kali curanmor di tahun 2021 dan 2022 tanpa ada bukti yang kuat. Ia juga menyayangkan penolakan visum yang diminta keluarga korban oleh Polres Padang Panjang.

"Karena adanya penganiayaan ini, keluarga korban meminta korban untuk divisum. Namun juga tidak dipenuhi oleh Polres Padang Panjang," ungkapnya.

Ayah dari salah seorang korban juga disebut dipaksa untuk menandatangani surat. Namun, tidak diketahui isi dari surat tersebut.

"Ayah RL ini buta huruf, dia disuruh tandatangan oleh oknum Polres yang suratnya tidak ia tahu isinya. Ayah dia ini mengaku tidak kuat dengan apa yang dialaminya setelah disuruh tandatangan surat itu dengan ancaman," ungkapnya.

Terkait apa yang dialami oleh dua orang kliennya itu, kata Fadhilah, ia sudah melaporkan kasus ini pada Propam Polda Sumbar dan Komnas HAM untuk mencari keadilan.

Secara terpisah, Kabid Propam Polda Sumbar Kombes Eko Yudi Karyanto membenarkan laporan keluarga korban. Menurutnya laporan tersebut sudah diproses.

"Kita sudah periksa, hasil itu sudah kita kirimkan ke Polres Padang Panjang untuk ditindaklanjuti," ungkapnya.

"Hasil pemeriksaan ini untuk internal, tidak bisa untuk luar. Tapi, laporan akan diproses dan ditindaklanjuti, kalau terbukti akan disanksi," jelasnya. [**]

 

Berita Lainnya

Index