Metroterkini.com -Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebut ada sejumlah penyebab elektabilitas Ganjar Pranowo kini berada di bawah Prabowo Subianto. Hasil survei LSI Denny JA dan Litbang Kompas menempatkan elektabilitas Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengungguli Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Survei LSI Denny JA pada 19 Mei 2023 mencatatkan hasil elektabilitas Prabowo di angka 33,9 persen, unggul dari Ganjar yang berada di angka 31,9 persen. Sementara itu, elektabilitas Anies Baswedan di urutan ketiga dengan 20,8 persen.
Di sisi lain, survei terbaru Litbang Kompas pada 29 April hingga 10 Mei 2023 menghasilkan elektabilitas Prabowo sebesar 24,5 persen. Di urutan kedua, nama Ganjar muncul dengan elektabilitas 22,8 persen. Menurut Denny JA, ada sejumlah faktor yang membuat elektabilitas bakal calon presiden dari PDI Perjuangan itu kini berada di bawah Prabowo.
Antara lain, Ganjar dinilai gagal terkait isu kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Padahal, Ganjar sudah menjabat gubernur Jawa Tengah selama dua periode. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 mencatat, persentase penduduk miskin di Jawa Tengah lebih banyak dari rata-rata Indonesia.
Penyebab lain turunnya elektabilitas Ganjar yakni dampak batalnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20. Publik menilai pernyataan Ganjar menolak keikutsertaan Israel sebagai peserta Piala Dunia U20 merupakan salah satu penyebab Indonesia batal jadi tuan rumah.
Selain itu, elektabilitas Ganjar merosot di bawah Prabowo karena bakal capres dari PDIP ini dinilai merupakan petugas partai oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Kini banyak beredar di internet bahwa Ganjar Pranowo adalah boneka Megawati Soekarnoputri,” kata Denny JA dalam keterangan, Rabu (24/5/2023).
Denny JA menilai capres memang diajukan oleh partai atau koalisi beberapa partai politik. Hal itu sesuai dengan undang-undang. Namun, menurut dia, hal itu tidak berarti presiden terpilih Indonesia menjadi petugas partai. Denny JA menegaskan, istilah petugas partai yang disematkan kepada presiden terpilih membuat seorang presiden seperti bawahan dari partai politik.
“Padahal, partai politik tidak boleh posisinya lebih tinggi dibandingkan lembaga presiden dan presidennya. Tak ada dalam konstitusi, tak ada dalam tradisi politik yang sehat bahwa presiden harus bertanggung jawab kepada partainya,” tutur Denny JA.
Denny JA menegaskan, dalam menjalankan pemerintahan dan mengambil keputusan sehari-hari, presiden tak harus direstui terlebih dahulu oleh ketua umum partainya. Sebab, hal itu bisa dianggap merendahkan lembaga presiden. Menurut Denny JA, kondisi ini membuat status Ganjar dan Prabowo tak sebanding di Pilpres 2024.
Ganjar Pranowo dinilai hanya berstatus petugas partai, sementara Prabowo Subianto adalah pendiri dan ketua umum partai politik. “Pilpres masih sembilan bulan lagi. Banyak hal masih mungkin berubah. Jika publik semakin tersadar Indonesia kini memerlukan pemimpin yang kuat dan kesadaran itu meluas, capres yang menjadi petugas partai akan semakin tidak populer,” ungkap Denny JA. [**]