Metroterkini.com - Harianto Kepala Desa Senderak, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, Selasa (4/10/22) siang, dimintai oleh penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Bengkalis.
Harianto datang didampingi kuasa hukumnya Jamaluddin, SH. Kedatangan Harianto untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi jual beli 80 hektar hutan mangrove yang masuk Hutan Produksi Terbatas (HPT) di desanya sebagai mana dilaporkan oknum warga Desa Senderak. Diduga, sebagian dari bahan 80 hektar tersebut sudah dibeli oleh seorang pengusaha tambak udang bernama Ahuat bukan Ah Wat seperti berita sebelumnya.
Sementara itu, Jamaluddin, SH kepada media ini menegaskan, lahan yang diperjualbelikan hanya 20 hektar bukan 80 hektar.
Terkait adanya oknum yang melaporkan Harianto ke Kejaksaan, sudah dilaporkan balik ke kepolisian oleh Harianto.
"Yang melaporkan penjualan lahan 80 hektar, itu sudah kami laporkan ke Polres pada Jum'at kemarin," tegas Jamaluddin kepada awak media ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Harianto (Kades Senderak), Suryanto, SH, kepada sejumlah media di Kantor Kejari Bengkalis pada Selasa (27/9/22) minggu lalu, menegaskan, dari hasil menelitinya terhadap dokumen milik Ahuat yang juga kliennya, dugaan korupsi jual beli lahan tersebut tidak berdasar fakta. Sebab, Ahuat membeli lahan tersebut dari kelompok masyarakat Senderak, bukan dari kepala desa (Harianto).
Untuk itu, ungkapnya, selaku subjek hukum kades Senderak perlu mengklarifikasi ke penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejari Bengkalis yang menangani laporan masyarakat tersebut.
“Kita mau klarifikasi atas pengaduan warga ke kejaksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi, jual beli lahan HPT oleh klien saya Kades Senderak (Harianto). Klarifikasi ini sebagai etikat baik agar semua menjadi clear (jelas). Selain itu, agar tidak menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat Senderak. Soalnya, jika dibiarkan bisa terjadi perpecahan dan mengganggu stabilitas sosial masyarakat,” ujar Suryanto.
Ditegaskan Suryanto, tuduhan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, sangat merugikan kliennya. Padahal terkait lahan HPT yang dimaksud sudah ada penyelesaian, stakeholder yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui skema PP 24 Tahun 2021.
Suryanto juga memaparkan, lahan HPT yang akan dijadikan tambak udang tersebut diperoleh melalui ganti rugi kepada kelompok masyarakat, itu luasnya 30 hektar, bukan 80 hektar sebagaimana laporan oknum warga ke Kejaksaan Negeri Bengkalis.
“Penyelesaian lahan seluas 30 hektar tersebut melalui Skema PP 24 Tahun 2021. Saat ini dalam tahap penyelesaian oleh investor (Ahuat) ke Provinsi. Lahan seluas 30 hektar itu diperoleh melalui ganti rugi dari kelompok masyarakat. Jadi tidak benar, data-data yang disebutkan pelapor, karena tidak ada lahan seluas 80 hektar disana (Senderak)," tegas Suryanto.
Masih menurut Suryanto, sebelumnya dugaan yang sama juga di laporkan ke Polres. Terkait laporan di Polres sudah diklarifikasi dan sudah selesai, ungkap Suryanto lagi.
“Kami harap dengan adanya klarifikasi langsung oleh Kades (Harianto) dapat dipahami warga. Kami juga sedang mempelajari apa motif pengaduan ini sebelum mengambil langkah hukum yang terukur, untuk dapat meluruskan apa yang menjadi persoalan,” jelas Suryanto didampingi Jamaluddin.
Lebih lanjut Suryanto menjelaskan, lahan tambak udang yang hari ini diusulkan itu sekitar kurang lebih 30 hektar sudah memiliki alas hak SKT dari kepala desa terdahulu. Artinya, kampung-kampung yang ada di Bengkalis yang masyarakatnya mencari bakau, sudah ada sebelum penetapan Perda RTRW Riau.
“Mereka (masyarakat) sudah kuasai lahan sebagai mata pencarian, masuknya investor (membangun tambak udang) yang telah membangun tambak udang seluas 13 hektar dan sudah berproduksi. Melihat prospeknya menjanjikan ada keinginan dari investor membangun lagi tambah udang yang dikatakan dalam areal Hutan Peruntukan Lain (HPL). Itu yang perlu diklarifikasi kepada penyidik Pidsus, Kejari Bengkalis," beber Suryanto.
Sementara itu, Kepala Desa Senderak Harianto, berupaya meluruskan agar tidak terjadi polemik serta isu-isu yang menyesatkan di pemerintahan desa senderak, terutama masalah isu lahan HPT seluas 80 hektar untuk usaha tambak udang, Kemudian jalan sepanjang 700 meter yang dibangun tahun 2019 melalui dana Inbup yang ditukar guling depan jalan sepanjang 1.300 meter yang dibangun oleh perusahaan.
"Tukar guling itu dilakukan setelah mendapat persetujuan masyarakat melalui musyawarah. Jadi sebenarnya tak ada persoalan dengan jalan tersebut," kata Harianto.
Selain membangun jalan, pihak perusahaan juga memberikan kompensasi kepada rumah ibadah masjid Nurul Yakin sebesar Rp 25 juta, kemudian masyarakat lingkungan sekitar dapat bekerja di tambak udang, dan memberikan santunan berupa sembako kepada masyarakat kurang mampu.
"Jadi banyak keuntungannya, maka kami pun sepakat memindahkan jalan itu,” kata Harianto lagi. [Rudi]