Metroterkini.com - Politikus PDIP Masinton Pasaribu menuding sejumlah perusahaan sawit diduga ikut menggalang dukungan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode.
Masinton tak menyebut secara rinci korporasi yang diduga menggalang kekuatan dukungan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut.
Dia meminta agar aparat menjatuhkan sanksi kepada perusahaan-perusahaan sawit tersebut, usai sejumlah petingginya ditangkap terkait kasus kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu.
"Korporasi besar perusahaan sawit yang ikut memobilisasi dukungan perpanjangan jabatan presiden 3 periode harus diberi sanksi!! Selain berkontribusi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Juga ikut berpartisipasi melawan konstitusi," kata dia dalam cuitannya, Kamis (21/4).
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan dari Korporasi Sawit dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) terkait tudingan Masinton. CNNIndonesia.com telah menghubungi Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga lewat pesan singkat dan telepon namun tak mendapat respons.
Dihubungi lebih lanjut, Masinton enggan mengungkap korporasi sawit yang dimaksud. Dia mengaku mendapat informasi itu dari pemberitaan media.
Namun dia menilai, pemerintah perlu mengevaluasi ulang kepemilikan lahan sawit yang kini hanya dimiliki sejumlah korporasi besar. Menurut Masinton, negara tak boleh kalah dan tunduk pada tekanan korporasi.
"Prinsipnya negara tidak boleh kalah dan tunduk dengan tekanan serta ancaman boikot dari pengusaha sawit kepada pemerintah," kata dia.
Dukungan pengusaha agar Pilpres ditunda dan jabatan presiden diperpanjang diketahui sempat disampaikan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia awal Januari lalu.
Menurut Bahlil, alasan pengusaha meminta agar Pilpres ditunda demi menjaga tren pemulihan ekonomi yang sempat terpukul akibat pandemi Covid-19. Pernyataan Bahlil itu belakangan juga didukung tiga partai politik di parlemen, PKB, PAN, dan Golkar.
"Kalau kita mengecek dunia usaha rata-rata mereka berpikir bagaimana proses demokrasi dalam konteks peralihan kepemimpinan kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan itu jauh lebih baik," kata Bahlil awal Januari lalu. [**]