Metroterkini.com – Serangan Rusia ke Ukraina menginjak hari ke-21 pada Rabu (16/3/2022). Memasuki akhir pekan ketiga invasi ke Ukraina ini, Rusia menyatakan keinginan untuk bisa mencapai perdamaian sesegera mungkin. Asisten Presiden Rusia Vladimir Putin yang menjadi Kepala negosiator Rusia dalam beberapa perundingan dengan Ukraina, yakni Vladimir Medinsky, mengatakan pembicaraan dengan Ukraina berjalan sulit dan lambat.
Tetapi, kata dia, Rusia dengan tulus menginginkan perdamaian sesegera mungkin. "Negosiasinya sulit, berjalan lambat. Tentu saja, kami ingin semuanya terjadi lebih cepat, ini adalah keinginan tulus pihak Rusia. Kami ingin mencapai perdamaian sesegera mungkin," kata Medinsky, sebagaimana diberitakan Interfax, Rabu.
"Kami membutuhkan Ukraina yang damai, bebas, independen, netral. Bukan anggota blok militer, bukan anggota NATO," tambahnya.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, mengatakan pada Rabu, bahwa beberapa bagian dari kemungkinan kesepakatan damai dengan Ukraina hampir disepakati setelah Kyiv setuju untuk membahas netralitas.
"Status netral sekarang sedang dibahas secara serius, tentu saja, dengan jaminan keamanan," kata Lavrov kepada RBC News, dikutip dari Reuters.
"Sekarang hal ini sedang dibahas dalam negosiasi. Ada formulasi yang benar-benar spesifik yang menurut saya mendekati kesepakatan," kata dia.
Lavrov mengatakan bahwa Presiden Vladimir Putin telah berbicara tentang netralitas, bersama dengan jaminan keamanan untuk Ukraina tanpa perluasan NATO, sebagai salah satu kemungkinan varian pada bulan Februari. Dia memperingatkan bahwa negosiasi itu tidak mudah tetapi ada beberapa harapan untuk mencapai kompromi.
Ukraina juga telah membuat pernyataan positif yang hati-hati tentang pembicaraan damai. Dikatakan oleh pihak Ukraina, bahwa mereka bersedia untuk bernegosiasi sampai akhir perang, tetapi tidak akan menyerah atau menerima ultimatum Rusia.
Lavrov membeberkan isu-isu kunci, termasuk keamanan orang-orang di Ukraina timur, demiliterisasi Ukraina, dan hak-hak orang berbahasa Rusia di Ukraina. Mengumumkan invasi pada 24 Februari, Putin telah menyalahkan Amerika Serikat (AS) karena mengancam Rusia dengan memperbesar aliansi militer NATO ke arah timur ke halaman belakang Rusia.
Putin mengatakan tidak ada pilihan selain melancarkan operasi militer karena orang-orang berbahasa Rusia di Ukraina telah menjadi sasaran genosida oleh "nasionalis dan neo-Nazi" sejak pencaplokan Crimea oleh Rusia pada 2014. Di sisi lain, Ukraina dan Barat mengatakan klaim genosida tidak berdasar. [**]