Metroterkini.com - Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty minta agar penegak hukum melakukan pengusutan dugaan peningkatan harga yang telah ditambahkan pada biaya dari sebuah produk (mark up) atas leasing pesawat Garuda Indonesia yang menyebabkan kerugian maskapai itu saat ini.
Menurut Evita, harus dilakukan pengusutan terhadap semua mantan direksi Garuda Indonesia yang harusnya bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
“Hukum harus ditegakkan bagi yang telah melakukan mark-up atas leasing pesawat sehingga menyebabkan kerugian Garuda. Ini harus dibongkar, sehingga ketahuan siapa yang menikmati adanya mark up itu,” kata Evita Nursanty dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Evita dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengatakan apabila terbukti ada mark up antara pejabat Garuda Indonesia dengan lessor, maka lessor tersebut melanggar etika dan hukum bisnis sehingga Garuda Indonesia pantas untuk melakukan renegosiasi ulang.
Tidak hanya itu, kata dia, Garuda Indonesia juga dapat menunda seluruh kewajiban terhadap lessor yang terbukti melakukan mark up.
Mengenai solusi bagi penyehatan Garuda, Evita menegaskan Partai ya selalu mengingat kesejarahan Garuda Indonesia sebagai flag carrier, dan membela kepentingan karyawan maskapai penerbangan ini, karena itu terus mencari solusi bagi penyehatan Garuda.
Evita mengingatkan kasus dugaan adanya mark up yang melibatkan dirut Garuda dan pihak rekanan asing ditangani KPK dalam kasus pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia (Persero) periode 2004-2015, yang menunjukkan ada pihak-pihak tertentu yang berorientasi pada keuntungan pribadi.
Menurut KPK kala itu, lantaran harganya tidak dapat ditawar lagi, pihak tersebut justru meminta agar harganya ditinggikan atau mark-up. Selisih harga tersebut masuk ke kantong pribadi.
Sebagai perusahaan milik negara, menurut KPK, Garuda seharusnya mencari harga termurah dari suatu produk. Namun, lantaran terdapat pihak yang ingin mendapat keuntungan, perusahaan justru membeli barang dengan harga yang sengaja dimahalkan.
“Jadi kasus-kasus yang sama sangat mungkin terjadi di Garuda, sehingga ini saatnya harus dibuka semua, dan para direksi yang tersangkut nantinya harus diminta pertanggungjawawaban. Bukan hanya direksi tapi juga para lessor yang terlibat,” kata Evita.
Sebelumnya pengamat penerbangan mengakui memang ada celah untuk menaikkan harga (mark up) dalam proses pemesanan pesawat. Celah ini bisa dilakukan oleh direksi maupun pihak-pihak yang berpengaruh di perusahaan.
Pernyataan ini disampaikan Pengamat Penerbangan Gatot Raharjo merespons tuduhan mark up pesawat pesanan jenis Airbus A330-300 yang dialamatkan akun anonim kepada Tommy Tampatty pada 1988-1992 silam, Ketua Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atawa Sekarga.
Lebih lanjut ia menjelaskan perusahaan maskapai penerbangan pada umumnya tidak membeli pesawat secara langsung kepada produsen atau pabrik. Melainkan melalui skema beli sewa atau lease purchase. Ini artinya, maskapai harus membayar cicilan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian. [**]