Metroterkini.com - Komisi II DPRD Bengkalis melakukan kunjungan ke Kemenko Perekonomian RI terkaitPercepatan Penyelesaian Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dan Persoalan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Muksin Kepala Bidang Pemanfaatan Hasil Hutan menerima rombongan komisi II yang diketuai oleh Hendri bersama wakil ketua H. Mawardi dan anggota Rianto, H. Zamzami, Ibra Teguh, H. Azmi, dan Nur Azmi Hasyim di lantai 5 ruang Deputi Bidang Pengelolaan Energi SDA dan LH, Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (28/08/19).
Hendri Ketua Komisi II menanyakan persoalan yang lama terpendam terkait Percepatan Penyelesaian Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dan Persoalan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang sekarang ini berkendala dengan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Riau, karena sebagian wilayah di Kabupaten Bengkalis berbatasan dengan kota lain, ia juga menanyakan bagaimana kedudukan wilayah Kabupaten Bengkalis terhadap hal ini.
Disambung juga oleh Azmir Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Bengkalis yang meminta penjelasan kenapa sampai dengan saat ini Kabupaten Bengkalis belum mendapat giliran pelaksaan TORA, dan terkait pendanaannya ia mempertanyakan apakah bisa menganggarkan untuk inventarisasi ini. Juga beberapa pertanyaan dari Rianto, Nur Azmi Hasyim, H. Zamzami dan Wan Zalik juga tentang PPTKH dan TORA ini.
Muksin menjelaskan bahwa pada tanggal 15 Agustus 2019 ada sekitar 20 Gubernur, termasuk Gubernur Riau diberikan penjelasan tentang PPTKH dan TORA. Bahwa diselesaikan tanah-tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan sekitar 330.000 hektar untuk 130 Kabupaten, tapi Riau belum masuk.
“Jadi beliau sebenarnya sudah memahami tentang PPTKH ini. Artinya untuk level Pemprov Riau Gubernur sudah bertanya tentang Perda RTRW kepada Menteri LHK. Khusus Riau terkait PPTKH dan TORA ini perlu ada rekomendasi dari DPRD Provinsi, kalau dari pemerintah pusat sebenarnya kita tidak mempersyaratkan ada rekomendasi DPRD, Itu mekanismenya internal daerah. Jadi intinya kalau Gubernur Riau merekomendasikan termasuk Bengkalis maka pusat akan proses” Tegas Muksin.
Menurut Perpres 88 Tahun 2017 tentang penyelesaian tanah masyarakat dalam kawasan hutan dijelaskan untuk merubah peruntukan dari hutan negara atau kawasan hutan menjadi areal pengguna lain ada 2 cara yaitu pelepasan kawasan hutan melalui revisi tata ruang, dan pelepasan kawasan hutan secara parsial, untuk secara parsial ini peruntukannya khusus. Misalnya kegiatan pertanian dan biasanya hanya perusahaan yang menempuh cara parsial ini, kalau untuk pembangunan daerah biasanya melakukan revisi tata ruang. Tim inventarisasi dan verifikasi PPTKH dibentuk oleh Gubernur dan diketuai oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi dan Sekretarisnya Kakanwil BPN.
“Menurut info yang saya ketahui untuk Riau sudah dibentuk tim inventarisasinya dan sudah ada inventarisasi di beberapa Kabupaten, dan di Bengkalis belum. Menurut Permenko 3 Tahun 2018 tim inventarisasi punya batas waktu maksimal 6 Bulan”.
Lahan garapan menurut Perpres 88 tahun 2017 adalah lahan garapan yang dikuasai lebih dari 20 tahun, kemudian Bentuknya itu sawah, tambak dan kebun campuran. Bukan hanya di Riau bahkan di Kabupaten lain juga menanyakan dan meminta bahwa sawit juga di proses PPTKH-nya. Tetapi jika sawit di proses dan ada perubahan batas patokannya nanti takutnya di kemudian hari bisa di gugat dan bisa menjadi cacat hukum.
“Untuk sawit menjadi sedikit perhatian khusus, dan kita hold dulu untuk sawit ini. Khusus sawit Presiden sudah mengeluarkan Inpres 8 tahun 2018 tentang Moratorium Sawit termasuk di dalamnya evaluasi. Pola-pola pojok dalam penyelesaian sawit-sawit rakyat dalam kawasan hutan belum ada kesepakatan bagaimana caranya untuk penyelesaian ini”, Jelasnya lagi.
Saat ini sudah di validasi kehidupan sawit, dan minggu depan akan diturunkan tim untuk validasi sawit di beberapa lokasi di Riau, dan hasil validasi sawit ini nanti akan menjadi bahan untuk penyelesaian kebun-kebun Rakyat.
Menjawab pertanyaan tersebut diatas di dalam Perpres 88 pasal 2 sudah dijelaskan bahwa kalau duluan memiliki tanah itu dan bisa dibuktikan secara hukum misalnya dengan penunjukan kawasan hutannya dari tahun 70-an atau 90-an mereka sudah kuasai maka itu termasuk yang bisa di proses.
Terkait pemukiman, di dalam memproses PPTKH ini Menteri LHK menerbitkan Peta Indikatif TORA. Khusus lahan garapan harus berada di Peta Indikatif TORA dan kalau untuk pemukiman masyarakat akan dikeluarkan dari kawasan hutan.
Muksin juga menjelaskan terkait pendanaan PPTKH saat ini di pusat melalui Dirjen Planologi, dan PPTKH ini masih program prioritas nasional sampai 2024. Pendanaannya itu dari KLHK melalui Dirjen Planologi meliputi inventarisasi itu sendiri, kemudian untuk Sertifikasinya nanti untuk tanah masyarakat yang dikeluarkan dari kawasan hutan dikeluarkan oleh BPN. Dan untuk daerah sumbernya di Perpres dijelaskan bahwa sumbernya dari APBD artinya termasuk dari APBD Kabupaten/Kota.
Komisi II didampingi oleh Awaluddin Kasubbag Pembukuan dan Pembendaharaan Setwan DPRD Bengkalis, turut hadir Jepri Kasubbid Kerjasama dan Pengembangan Wilayah Dinas Bappeda Bengkalis, Wan Zalik Kasi Pertanahan Dinas Perkim Bengkalis. [hms-rudi]