Metroterkini.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai isu teror bom hanya upaya untuk menakut-nakuti sejumlah pihak yang mau demo pada 22 Mei 2019. Bagaimana tanggapan polisi?
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjawabnya dengan data penangkapan sejumlah teroris oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
"Ada lima jaringan yang semua berafiliasi ke ISIS yang ditangkap Densus dalam bulan Mei," kata Brigjen Dedi kepada detikcom, Minggu (19/5/2019).
Total ada 29 tersangka teroris yang ditangkap dari 5 jaringan. Kelima jaringan itu terdiri dari 8 orang jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Lampung, 2 orang JAD Bekasi, 11 orang JAD Jawa Tengah, 2 orang JAD Firqoh Abu Hamzah dan 8 orang JAD Jawa Barat.
Selama proses penangkapan itu, tim Densus juga menyita barang bukti di antaranya 11 buah bom yang siap diledakkan.
"Ini fakta dan bukti sangat kuat kalau mereka akan menyerang kumpulan massa dalam jumlah yang besar," kata Dedi.
Oleh karena itu, Dedi kembali mengimbau warga untuk tidak turun ke KPU pada saat pengumuman Rabu 22 Mei nanti.
"Jadi tidak perlu memobilisasi massa, silakan gunakan jalur konstitusional," tambah Dedi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kabid Humas Polda metro Jaya Kombes Argo Yuwono.
"Teror bom itu bukan isu, tetapi keterangan tersangka teroris yang ditangkap," kata Argo.
Sebelumnya, Fadli Zon menyampaikan bahwa adanya rencana demo dari sejumlah pihak pada 22 Mei diintimidasi dan dihalang-halangi oleh aparat polisi dan menteri. Adanya rencana amaliyah dari jaringan terors yang tertangkap untuk meledakkan bom pada 22 Mei nanti juga disebut Fadli sebagai upaya untuk menakuti warga yang hendak demo.
"Hak rakyat untuk menyatakan pendapat, misalnya memprotes kecurangan Pemilu, bahkan bukan hanya telah dihalang-halangi, tapi mengalami intimidasi sedemikian rupa. Ancaman itu selain terlontar dari sejumlah menteri juga aparat kepolisian. Terakhir bahkan masyarakat yang ingin memprotes kecurangan Pemilu pada 22 Mei nanti ditakut-takuti dengan kemungkinan adanya aksi teror bom oleh teroris. Selain itu, ada sweeping, razia, dan pencegahan masyarakat yang akan datang ke Jakarta," kata Fadli kepada wartawan, Minggu (19/5/2019).
Dia menyebut hal itu sudah kelewatan. Fadli mengatakan polisi seharusnya melindungi masyarakat yang disebutnya ingin menuntut hak-hak konstitusionalnya."Menurut saya, ini sudah kelewatan. Seharusnya aparat kepolisian memberikan jaminan perlindungan bagi masyarakat yang hendak menuntut hak-hak konstitusional, bukan justru malah memberikan teror verbal semacam itu. Rakyat bukan musuh. Aparat kepolisian harus ingat semboyan 'melindungi dan mengayomi'," ujarnya. [dtk-din]