Metroterkini.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk menangkap aktor selain Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dalam kasus suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. ES ditangkap KPK di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Jumat (13/7/2018).
Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) RBA Cabang Jakarta Pusat, TM Mangunsong SH mengaku prihatin banyak kasus suap melibatkan oknum anggota DPR dilakukan secara berjamaah. Padahal seharusnya legislatif berfungsi melakukan pengawasan agar pembangunan berjalan sebagaimana mestinya, bukan malah cawe-cawe mengatur proyek untuk mendapatkan fee.
“Untuk itulah KPK harus membongkar tuntas semua pihak yang bermain dalam kasus ini, dan menangkap aktor-aktor selain ES, lalu menyeret semuanya ke pengadilan dengan tuntutan hukuman maksimal,” ujar TM Mangunsong dalam rilisnya, Senin (16/7/2018).
Mangunsong merujuk contoh kasus suap yang melibatkan oknum-oknum anggota DPR yang dilakukan secara berjamaah, antara lain kasus suap pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Miranda Goeltom, dan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
“Sayangnya, KPK tidak pernah tuntas dalam menyisir semua pelaku penerima suap, dan tidak menuntutnya dengan hukuman maksimal. Inilah salah satu faktor yang membuat KPK gagal menciptakan detterent effect dan shock therapy,” jelasnya.
Kasus suap yang banyak melibatkan oknum anggota DPR, lanjut Mangunsong, juga membuktikan kuatnya pengaruh kekuasaan yang dimiliki legislatif, yang kemudian dengan mudah diperdangangkan dan disalahgunakan karena tidak ada kontrol terhadap DPR.
“Kalau eksekutif dikontrol legislatif, lalu siapa yang mengontrol legislatif? Di sinilah kekuasaan itu kemudian disalahgunakan. Pengaruh itu pun diperdagangkan,” jelasnya seraya mengutip teori Lord Acton (1834-1902), "Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut akan absolut pula kecenderungan korupnya).
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga mensinyalir ES bukan aktor tunggal. "Kami telah menemukan sejumlah bukti bahwa ini bukan perbuatan satu orang saja," kata Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).
KPK menyangka ES menerima suap Rp 500 juta dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo. KPK telah menetapkan ES dan JBK sebagai tersangka dan menahan keduanya. Pemberian Rp 500 juta itu bukan yang pertama dari total Rp 4,8 miliar yang diduga diterima ES. [wnd]