Metroterkini.com - Fahri Hamzah masih duduk di kursi wakil ketua DPR meski Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri sudah memintanya mundur sejak dua tahun lalu. Buntut kisruh PKS dan Fahri Hamzah begitu panjang sampai akhirnya sang ketua Majelis Syuro buka suara sendiri menginstruksikan Fahri mundur dari kursi Wakil Ketua DPR.
"Jadi peristiwa itu berkaitan dengan Saudara Fahri Hamzah, saya minta mundur dari Wakil DPR RI. Beliau siap itu akhir Oktober-lah, pasnya 23 Oktober 2016, tapi dengan catatan dia minta waktu satu bulan setengah untuk ya dalam menghibahkan beberapa titik sebagai Wakil DPR, ada tugas-tugas di Papua, di berbagai tempat. Dia (Fahri) minta mundurnya 15 Desember, saya iyakan saja," kata Salim usai memberikan kesaksian di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Dilansir dari detik.com, Salim menyampaikan hal itu untuk mengklarifikasi bahwa apa yang disampaikan Presiden PKS Sohibul Iman soal status Fahri Hamzah itu benar adanya. Termasuk soal Fahri yang akhirnya tak mau mundur dari kursi pimpinan DPR.
"Ketika pertengahan Desember dia tak siap untuk mundur, jadi pertama dia mengatakan siap (mundur), tapi di pertengahan Desember dia mengatakan tidak siap. Dia tidak mau mundur. Jadi bahasa ini kira-kira apa? Itulah yang diungkapkan Presiden PKS. Itu saya katakan benar itu," papar dia.
Nah proses panjang sengkarut PKS dengan Fahri Hamzah ini bermula dari tahun 2016 lalu. Kala itu Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS merilis sejumlah pelanggaran yang dilakukan Fahri Hamzah.
Versi DPTP PKS, beberapa pernyataan Fahri yang kontroversial, kontraproduktif dan tidak sejalan dengan arahan Partai saat itu antara lain: (1) Menyebut 'rada-rada bloon' untuk para anggota DPR RI. Pernyataan ini diadukan oleh sebagian anggota DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan di kemudian hari Fahri diputus oleh MKD melakukan pelanggaran kode etik ringan; (2) Mengatasnamakan DPR RI telah sepakat untuk membubarkan KPK; (3) Pasang badan untuk 7 (tujuh) proyek DPR RI yang mana hal tersebut bukan merupakan arahan Pimpinan Partai.
Demikian disampaikan Presiden PKS Sohibul Iman dalam keterangan resminya pada Senin (4/4/2016) silam. Kala itu Fahri kemudian melontarkan pembelaan-pembelaannya.
Yang pertama dengan pertanyaan rada-rada bloon yang dibilang bahwa saya telah diputus melanggar kode etik. Pertama-tama, pernyataan saya rada-rada bloon itu saya telah bersurat kepada Mahkamah Kehormatan Dewan bahwa pernyataan saya itu adalah satu metafora ilmiah tentang tugas dan fungsi sistem pendukung. Waktu itu kita bercanda tentang tugas dan fungsi pendukung. Kalau anggota DPR yang tidak punya pengetahuan di sini juga tidak ada pengetahuan. Anggota DPR dipilih bukan karena dia pintar. Makanya saya buat klarifikasi ke Mahkamah Kehormatan Dewan dan saya tidak pernah diperiksa. MKD datang hanya concern ke beberapa mekanisme yang di MKD belum selesai.
Kedua soal bubarkan KPK, dia bilang mengatasnamakan DPR telah sepakat membubarkan KPK , ini bohong tidak ada buktinya. Bagaimana saya bisa mengatasnamakan DPR bersepakat untuk membubarkan KPK, itu kan ada prosedurnya, mesti ada amandemen. Kalau saya mengatakan teman-teman punya pikiran untuk mengamandemen dan mayoritas tujuan amandemen lihat saja rapat konsultasi terakhir di kantor presiden kan begitu, tapi presidennya nggak mau tapi sikap terakhir dewan adalah kalau presiden nggak mau amandemennya kita juga nggak mau, kan begitu. Lagi pula materi-materi ini tidak ada dalam delik awal, ini dikarangnya belakangan.
Yang ketiga dalam proyek DPR saya ditunjuk sebagai ketua tim implementasi reformasi DPR dan pada saat saya ditunjuk dan disahkan oleh paripurna dalam rapat paripurna juga ada PKS. Semua setuju tidak ada interupsi satu pun. Lalu dibilang pasang badan, sebagai ketua tim ya saya mempresentasikan apa yang menjadi grand strategy besarnya dan apa yang menjadi ide besar itu kemudian lahirlah satu konsep dasar yang disepakati oleh paripurna. Sekali lagi fraksi PKS ada dalam paripurna dan tidak ada interupsi.
Kemudian saya dinilai mengejek penolak revisi UU KPK. Menyebut sok pahlawan. Tapi masalahnya apa kalau kita saling kritik begitu dikategorikan dosa besar, kenapa kalau Tifatul Sembiring berkali-kali ini bukan dosa besar.
Bela Novanto, sudah jelas soal itu, saya sampai hari ini tidak menemukan kesalahan dan saya tidak tahu kesalahannya apa. Kejaksaan sudah menghentikan kasus dia apa gitu, lagi pula kan ada keputusan KMP supaya apa namanya memberikan pembelaan dan kita sebagai pimpinan dewan harus meluruskan ini semua.
"Tapi sekali lagi ini semua nggak ada dalam perkara yang ada perkaranya itu cuma satu yaitu saya menolak mundur, saya tidak tenang jika saya suruh mundur itu aja intinya. Karena saya minta waktu untuk melakukan salat istikharah jadi yang lain-lain itu dibuat dikarang di belakangan hari gitu semua kontroversi itu dianggap dosa padahal semua itu adalah bagian dari pada diskusi kita dengan perbedaan pendapat yang ada dalam dan berimbang lainlah beberapa hal yang disebut dengan teman-teman nanti lebih lengkapnya saya akan memberikan berkasnya," ujar Fahri melengkapi pembelaannya kala itu.
Fahri pun kemudian melawan pemecatannya melalui jalur hukum dan dua kali menang di tingkat pertama serta tingkat banding. Hingga kini Fahri masih duduk di kursi Wakil Ketua DPR RI. [***]