Metroterkini.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkaji draf usulan Revisi UU KPK yang bergulir di DPR. Hasilnya, poin-poin revisi itu dinilai tetap menjurus pada upaya pelemahan KPK, meski alasan DPR penguatan. ICW mendesak Presiden Jokowi menolak usulan revisi itu.
"Kenapa Presiden harus tolak Revisi UU KPK? Pertama, bukti penelitian. Tidak ada alasan mendesak untuk merevisi UU KPK. Apa alasannya DPR? Coba sebutkan," ucap peneliti di ICW, Tama S Langkun dalam diskusi tentang revisi UU KPK di kantor ICW, Jalan Kalibata Timur IV, Jaksel, Minggu (14/2/16).
Menurutnya, banyak undang-undang lain yang mendesak untuk direvisi atau disusun DPR ketimbang UU KPK. Di antaranya UU KUHP dan KUHAP yang sangat besar, UU Tipikor, penyusunan UU Perampasan Aset dan lainnya.
"Kedua, nggak ada di mata survei keinginan merevisi UU KPK. Ada survei Indikator, CSIS yang justru menilai kepercayaan kepada DPR rendah. Survei Barometer juga demikian. Artinya, di mata publik nggak mendesak revisi UU KPK," ujar Tama.
Alasan ketiga, secara substansi draf revisi UU KPK melemahkan KPK. ICW sudah mengkaji usulan draf revisi UU KPK yang diajukan pada tahun 2012, lalu Oktober 2015 dan versi terakhir Februari 2016. Secara substansi tidak ada perubahan, semuanya menjurus pada pelemahan KPK.
"Misal soal pembentukan dewan pengawas KPK, kalau lihat draf, dewan pengawas akan menentukan sistem penyadapan, kemudian perlu izin ke pengadilan dan lainnya," ucap Tama.
Alasan keempat, Presiden Jokowi sudah berjanji mendukung upaya pemberantasan korupsi dalam program Nawa Cita atau 9 agenda prioritas yang digaungkan sejak Pilpres. Maka demi Nawa Cita itu revisi UU KPK harusnya ditolak Jokowi.
"Terakhir, kalau dilaksanakan akan menurunkan citra Presiden karena tak sesuai janji di awal. Prespektif publik tidak perlu revisi UU KPK. Publik akan resisten dengan KPK, kalau dipaksakan tidak akan bagus," tegasnya.
Sebelumnya Seskab Pramono Anung menegaskan, Presiden Joko Widodo setuju dengan revisi UU KPK. Namun, presiden setuju asalkan tujuan revisi untuk memperkuat KPK. [detik]