Cerita Mistis Dibalik Indahnya Berselancar Ombak Bono

Cerita Mistis Dibalik Indahnya Berselancar Ombak Bono


Metroterkini.com - Gelombang Bono (Ombak Besar) di sungai Kampar menurut kepercayaan masyarakat adalah bono jantan, sementara bono betinanya berada di daerah Sungai Rokan, dekat dengan Kota Bagansiapi-api, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.

Ombak Bono di Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan tersebut berjumlah tujuh ekor, dimana bentuknya serupa kuda yang biasa disebut dengan induk Bono. Saat musim pasang mati (air kecil), Bono ini akan pergi ke Sungai Rokan untuk menemui bono betina. Kemudian bersantai menuju ke selat Malaka.

Itulah sebabnya ketika bulan kecil dan pasang mati, Bono tidak ditemukan di kedua sungai tersebut. Jika bulan mulai besar, kembalilah Bono ketempat masing-masing, lalu bermain memudiki sungai Kampar dan sungai Rokan. Semakin penuh bulan di langit, semakin gembira Bono berpacu memudiki kedua sungai itu.

Kuala Kampar memiliki ombak Bono dengan ketinggian 6-10 meter. Menurut cerita Melayu lama berjudul Sentadu Gunung Laut, setiap pendekar Melayu pesisir harus dapat menaklukkan ombak Bono untuk meningkatkan keahlian bertarung mereka. Hal ini dapat masuk akal karena "mengendarai" Bono intinya adalah menjaga keseimbangan badan, di luar masalah mistis.

Dahulu, lokasi ombak Bono tersebut sangat mistis, dan untuk mengendarai Bono harus dengan upacara "semah" pagi atau siang hari yang dipimpin Tok Bomo atau Tetua Kampung dengan maksud agar pengendara Bono selalu mendapat keselamatan.

Selain itu ada cerita mistis yang berhubungan dengan gelombang Bono ini yaitu cerita tentang Banjir Darah di Mempusun atau Mempusun Bersimbah Darah saat terbentuknya Kerajaan Pelalawan 1822 Masehi.

Saat ini masyarakat sekitar Kuala Kampar menganggap Bono sebagai "sahabat alam". Kemunculan Bono selalu ditunggu kerena masyarakat bisa bermain dengan sampan mereka dan tidak menggunakan papan selancar pada umumnya. Mengendarai sampan di atas ombak Bono menjadi suatu kegiatan ketangkasan. Tetapi kegiatan ini memiliki resiko tinggi karena ketika salah mengendarai sampan, maka sampan akan dapat dihempas oleh ombak Bono, tak jarang yang sampannya hancur berkeping-keping.

Cerita lain dari masyarakat Melayu lama, ombak Bono terjadi karena perwujudan 7 (tujuh) hantu yang sering menghancurkan sampan maupun kapal yang melintasi Kuala Kampar. Bagi masyarakat yang akan melewatinya harus diadakan upacara semah, karena ombak ini sangat mematikan ketika sampan atau kapal yang melewatinya. Tak jarang sampan hancur berkeping-keping di hantam ombak Bono tersebut karena ombak menghantam perahu sampai ke tebing sungai.

Secara ilmiah, gelombang Bono atau Ombak Bono atau Bono Wave merupakan suatu fenomena alam, secara sederhana dapat disampaikan bahwa terjadinya Ombak Bono adalah pertemuan arus pasang air laut dengan arus sungai dari hulu menuju muara (hilir). Di dalam kajian Lingkungan Mekanika Fluida (Environmental Fluid Mechanics), Bono disebut Tidal bore atau bore/aegir/eagre/eygre.

Secara ilmiah, gelombang bono merupakan salah satu peristiwa alam yang cukup langka dan jarang terjadi. Dimana kita akan menyaksikan sebuah gelombang besar yang layaknya terjadi di tengah laut, namun ini terjadi di sebuah sungai air tawar. Gelombang bono terjadi diakibatkan benturan tiga arus air yang berasal dari Selat Melaka, Laut Cina Selatan dan aliran air Sungai Kampar. Akibat benturan ini, menjadikan gelombang air di muara sungai Kampar bisa mencapai ketinggian 4-5 meter dengan ditandai sebelumnya dengan suara gemuruh yang hebat. Ini merupakan fenomena ilmiah yang akan dipercayai oleh kaum intelektual saja.

Ombak Bono terjadi ketika saat terjadinya pasang (pasang naik) yang terjadi di laut memasuki Sungai Kampar. Kecepatan air Sungai Kampar menuju arah laut berbenturan dengan arus air laut yang memasuki Sungai Kampar. Benturan kedua arus itulah yang menyebabkan gelombang atau ombak tersebut. Bono akan terjadi hanya ketika air laut pasang. Dan akan menjadi lebih besar lagi jika pada saat air laut mengalami pasang besar (bulan besar) diiringi hujan deras di hulu Sungai Kampar. Derasnya arus sungai akibat hujan akan berbenturan dengan derasnya pasang air laut yang masuk ke Kuala Kampar.

Bono biasanya terjadi pada setiap tanggal 13-18 (tengah) bulan dalam penghitungan kalender Hijriyah (penduduk menyebutnya bulan Melayu dan tahun Arab). Penduduk menyebutnya sebagai "Bulan Besar" atau "Bulan Purnama".

Biasanya gelombang Bono atau Ombak Bono yang besar terjadi pada tanggal 13-16 bulan Melayu tahun Arab tersebut. Ombak yang terjadi biasanya akan berwarna putih dan coklat mengikut warna air Kuala Kampar. Selain itu, Bono juga terjadi pada setiap "bulan mati" yaitu akhir bulan dan awal bulan (tanggal 1) Tahun Arab/Hijriyah.

Biasanya sekitar bulan Desember merupakan moment yang ditunggu masyarakat karena pada bulan ini puncak curah hujan yang tinggi dan air pasang besar sehingga terjadi tekanan air dari darat, Sungai Kampar yang bermuara ke Selat Malaka. Demikian juga air pasang besar dari Selat Melaka akan memasuki muara sungai (Kuala Kampar) sehingga terjadi Bono.

Memen ini dijadikan ivent oleh Pemkab Pelalawan, Riau sebagai objek wisata dengan istilah Bekudo Bono dan para selancar dari Indonesia dan luar negeri memanfaatkan momen tersebut sebagai wisata berselancar di sungai.

Berselancar dengan ombak Bono bisa dilakukan berjam-jam tanpa berhenti karena saat ombak Bono dari Kuala Kampar membawa peselancar masuk sampai ke Sungai Kampar. Lokasi ombak Bono berada di Desa Teluk Meranti terletak di posisi 0.08.39,29 lintang Utara dan 102.33.48,50 bujur timur. Ombak Bono Sungai Kampar biasanya akan membesar dan bisa dijadikan untuk kegiatan berselancar di lokasi sekitar Pulau Muda, ataupun di Muara Sungai Serkap menuju ke Desa Teluk Meranti.

Bagaimana? Anda tertarik untuk berselancar Bono berjam-jam tanpa henti? silakan cari waktu luang Anda dan sekalian berakhir tahun bersama momen berselancar dengan ombak Bono di Kuala Kampar Riau. [**nas]

Berita Lainnya

Index