Metroterkini.com - Kepala Subdit Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadiprabowo berjanji meningkatkan pengamanan dan fasilitas sarana dan prasarana di dalam sel, menyusul kerusuhan yang terjadi di Lapas Banda Aceh akibat minimnya fasilitas air bersih pada Jumat malam (6/11/15).
Salah satu langkah yang dilakukan kementerian adalah berencana menyusun rancangan anggaran tahun depan yang fokus pada kebutuhan primer para narapidana.
"Bisa difokuskan ke sarana dan prasarana untuk tujuan primer seperti pengadaan air bersih, sanitasi, dan listrik. Mudah-mudahan kebutuhan yang bersangkutan dari warga binaan dapat terpenuhi," kata Akbar dilansir CNN, Sabtu (7/11/15)
Merujuk data Direktorat Jenderal Pemasayarakatan, jumlah narapidana yang mendekam di Lapas Kelas II A Banda Aceh sebanyak 504 orang dan 8 orang tahanan. Jumlah penghuni tersebut memenuhi 64 persen kuota lapas.
Akbar tak menampik fasilitas untuk seluruh penghuni lapas tak memenuhi kebutuhan dasar mereka. Alhasil, kerusuhan pun meluap ketika air bersih tak ada.
Sedikitnya lima belas tembakan ke udara dilepaskan aparat kepolisian untuk menenangkan situasi lapas. Teriakan "Diam!" pun menggema berulang kali. Setelah tembakan peringatan, suasana pun berangsur pulih.
Alasan lain pemicu kerusuhan adalah minimnya kuantitas dan kualitas petugas lapas. Akbar mengatakan, para napi dengan jumlah yang lebih banyak dari petugas dapat membuka kesempatan penyerangan atau kerusuhan terjadi.
"Salah satu warga binaan melakukan pemberontakan dan perlawanan karena mereka mengetahui jumlah petugas tidak berimbang. SDM memadai dan tercukupi dari kualitas dan kuantitas, kemungkinan melakukan perlawanan kecil," katanya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihak kementerian tengah mengupayakan perekrutan sipir dari unsur pensiunan TNI.
Proyek percontohan telah dilakukan untuk penjagaan lapas narkotika Cipinang. Sebanyak 15 personil TNI bersiaga. Selain itu, juga diterapkan penjagaan 20 personil TNI yang berjaga di Lapas Narkotika, Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah. Pemerintah pun melakukan hal serupa untuk Lapas Gunung Sindur, Bogor. Lapas ini akan menjadi pusat berkumpulnya bandar narkotika.
Kerja sama ini adalah bentuk implementasi nota kesepahaman No. M.HH. 07.HM.05.05 Tahun 2015 dan Kerma/11/IV/2015 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Pemasyarakatan. Nota tersebut diteken oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dengan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, di Markas Besar TNI, Cilangkap, pada tanggal 2 April 2015.
Peraturan Ketat
Ketatnya peraturan tanpa pendekatan personal juga menjadi salah satu alasan kerusuhan dapat terjadi. Namun, Akbar mengatakan peraturan tak dapat menjadi dalih untuk mengabaikan keamanan di lapas.
"Kalau ketat itu normal, itu standar ya cuma memang dari pendekatan harus lebih intensif," ujarnya.
Pegawai lapas, menurutnya, harus melakukan pendekatan kepada warga binaan untuk mengurangi gesekan. Pembinaan macam ini dibutuhkan oleh para narapidana dalam menjalani hari-harinya di balik jeruji besi.
Selama ini pihak lapas menerapkan standar aturan untuk para narapidana. Misalnya seperti larangan membawa baju dalam jumlah banyak, larangan membawa telepon seluler, dan pembatasan waktu untuk keluar sel.
"Memang harus ada pembatasan ruang gerak," katanya. [cnn]