Mengagumi Alam dan Budaya Flores di Manggarai Timur

Mengagumi Alam dan Budaya Flores di Manggarai Timur

Metroterkini.com - Kota Waelengga merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kota ini berada di ujung timur dari Kabupaten Manggarai Timur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ngada.

Selain itu, kota ini sebagai pusat perabadan sosial yang majemuk dari berbagai suku dan etnis di Nusantara.

Kota ini bisa disebut kota pluralisme. Pluralisme dari berbagai ciri khas budaya, kerajinan tangan, etnis, atraksi budaya, seni tari dan berbagai suku.

Bahkan motto Kompas.com: "Rayakan Perbedaan" sangat nampak dan hidup di Kota Waelengga. Kemajemukan dari sisi keanekaragaman hayati, alam dan budaya menjadi sebuah kekuatan persaudaraan di Kota Waelengga.

Kota ini berada di jalur lintas Transflores yang setiap saat dilalui kendaraan dari arah barat maupun sebaliknya.

Di sekeliling kota ini banyak obyek wisata yang sangat mudah dikunjungi oleh wisatawan mancanegara (wisman) dan domestik.

Selama ini, obyek wisata pantai selalu dikunjungi oleh wisatawan domestik dari Kabupaten Ngada dan Manggarai Raya.

Topi khas Suku Rongga di Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur.Mereka menghabiskan waktu liburan pada hari Minggu dan hari libur nasional untuk melepas lelah di pesisir pantai Mbolata dan Pantai Pasir Putih Mausui.

Wisatawan domestik berkunjung ke Pantai Mbolata dan yang lainnya untuk melepaskan kepenatan dalam hidup dengan mandi.

Sedang wisatawan asing yang menghabiskan waktu liburan dengan menginap di Mbolata Cottage dan Guesthouse Lekolembo untuk mencari ketenangan serta mencari inspirasi baru dalam keberlanjutan hidupnya.

Bahkan, dalam trip advisor dunia, Pantai Mbolata sudah meraih bintang lima yang dipromosikan oleh wisatawan yang sudah mengunjungi pantai ini.

Sejalan dengan pertumbuhan pariwisata di Pulau Flores yang terus meningkat, berbagai kota kecil di wilayah Manggarai Raya pada umumnya, dan Manggarai Timur pada khususnya mulai memperkenalkan atraksi budaya yang selama ini dipentaskan untuk kalangan sendiri.

Belum lama ini warna warni Hari Pangan Sedunia (HPS) diisi dengan berbagai atraksi budaya yang dikemas dalam Pentas Seni Budaya HPS di Pantai Mbolata.

Berbagai seni tari, musik tradisional dipentaskan oleh siswa dan siswi mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas. Semua membawakan berbagai atraksi budaya khas Manggarai Timur.

Para siswa di Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, mementaskan tarian Kerangkuk Alu dalam wadah Sanggar Bengkes Nai.
Berbagai atraksi yang dibawakan oleh tokoh-tokoh adat dari Kampung Leke Lembo, pusat kehidupan Suku Rongga membawakan taria

Tokoh adat dari Kampung Sambikoe membawakan musik Mbata dan Danding. Siswa dan siswi SMP Katolik Waemokel membawakan atraksi Kerangkuk Alu.

Siswa dan siswi SMAN 7 Kota Komba membawa musik suling serta SMA Negeri I Kota Komba membawa musik Gunung Ranaka serta siswi SMK I Kota Komba membawakan tarian ‘Molas’ (cantik).

Selain atraksi budaya, alam di sekitar Kota Waelengga yang diapit oleh tiga Kali Besar, yakni Kali Wae Wole, Kali Waelengga dan Kali Waemokel sangat cocok untuk pengembangan ekowisata.

Wisatawan bisa menyusuri Kali Waelengga sampai di Air Terjun Tiwu Repot, sebagiannya lagi menyusuri Kali Waemokel sampai di air terjun Lolang dan menyusuri Kali Waewole.

Selain itu, berwisata dengan situs-situs kuburan tua serta batu megalitik dengan menggunakan kuda.

Selain di wisata alam dan budaya, wisatawan juga dapat mengunjungi pusat peradaban sosial dari Suku Rongga di Kelompok Perajin Rebo Ndi’i yang menganyam berbagai topi khas Suku Rongga.

Pilihan lain, mengunjungi Sanggar budaya Tarian Vera, mengunjungi kelompok Dedang Rea yang menganyam Topi Rea yang terbuat dari daun pandan sambil melihat kain tenun Songke khas masyarakat Manggarai raya yang dijual di kelompok itu.

Dilansir Kompas setelah mengelilingi sejumlah tempat wisata di Kota Waelengga bahwa diperkirakan ada banyak destinasi yang mudah dijangkau.

Mulai dari wisata pantai, gunung, laut serta ekowisata dan persawahan. Selain wisata alam, ada wisata budaya yang sangat mudah dijumpai.

Bahkan, wisman dan wisnus melihat peradaban sosial dengan keaslian yang masih dipertahankan warga masyarakat, mulai Topi Rongga, Topi Rea serta sanggar Tarian Vera, Sanggar tarian Mbata dan Danding, serta Tarian Kerangkuk Alu.

Belum lama ini, Alfonsa Horeng, Ketua Lepo Lerun Institute Maumere mengunjungi Kota Waelengga untuk membangun jejaring peradaban sosial dengan kelompok-kelompok tenun lokal.

Dia mengunjungi Kelompok Perajin Rebo Ndii di Kota Waelengga, berwisata di Pantai Mbolata, bertemu dengan pemilik Mbolata Cottage, Fransisco de Rosari Huik.

Selanjutnya Alfonsa Horeng bertemu dengan pemilik Guesthouse Leko Lembo, Ibu Janet dan Kanisius Unda serta berwisata di Padang Mausui dan Pantai Pasir Putih Mausui.

“Saya sangat tertarik dengan keindahan alam di wilayah Kota Waelengga. Saya siap mempromosikan keindahan alam ini dengan memberikan informasi kepada sopir travel, agent-agent travel di Pulau Flores. Saya siap membangun jejaring dengan kelompok-kelompok peradaban sosial di Kota Waelengga,” jelasnya.

Alfonsa Horeng, yang sudah mengelilingi 32 negara untuk mempromosikan tenun Ikat Flores memberikan semangat kepada Kelompok Perajin Tangan Rebo Ndi’i untuk terus mempertahankan peradaban sosial asli yang dimiliki warga masyarakat di seluruh Pulau Flores.

“Wisatawan sangat tertarik dengan keaslian dari peradaban sosial masyarakat Flores. Mereka sangat suka yang asli sesuai peradaban masyarakat setempat,” kata Alfonsa.

Ketua Lembaga Pusat Kaji Transformasi Sumber Daya Lokal, Wempi Anggalmenjelaskan, sebagian potensi pariwisata di Kota Waelengga sudah diperkenalkan secara luas melalui pemberitaan di KompasTravel.

Bahkan, berbagai tarian-tarian khas berbagai suku di Kota Waelengga sudah dikenal luas di mancanegara.

Salah satu kekuatan di Kota Waelengga adalah kemajemukan penduduknya. Bahkan, pengembangan city tour sangat memikat wisman dan wisnus. Bahkan, pluralisme wisata bisa dikembangkan.

“Kerja sama pemandu wisata, pemilik cottage serta masyarakat dan pemerintah lokal mampu mengembangkan potensi pariwisata di wilayah Kota Waelengga,” kata Wempi.

Ketua Kelompok Perajin Rebo Ndi’i, Mama Kornelia Jaghung kepada KompasTravel, Minggu (25/10/2015) mengakui, kerja keras untuk terus menganyam topi khas Rongga membuahkan hasil.

Warga Suku Rongga selalu memesan topi khas Rongga di kelompoknya. Bahkan, selama pelaksanaan Hari Pangan Sedunia di paroki Santo Arnoldus-Josef Waelengga, Kelompok Perajin Rebo Ndi’i memperoleh keuntungan dari penjualan topi di tempat pameran.

“Saya sejak tamat Sekolah Dasar sudah menekuni kerajinan tangan ini untuk membuat topi khas Suku Rongga. Bakat alami yang terus memberikan semangat kepada saya untuk terus menganyam topi khas Suku Rongga. Kini, terbukti ada hasilnya dari berbagai kerja keras saya selama ini. Ada turis dari Austarlia dan Eropa sudah mengunjungi tempat saya,” kata Mama Kornelia Jaghung.

Berita Lainnya

Index