Metroterkini.com - Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter mengatakan bahwa semestinya delik korupsi tidak dimasukkan ke dalam undang-undang umum, seperti kitab undang-undang hukum pidana. Jika tetap dimasukkan, maka hal itu akan memangkas fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi, terutama untuk fungsi penindakan korupsi.
"Pengaturan delik korupsi dalam RUU KUHP akan mengebiri kewenangan KPK. KPK hanya memiliki fungsi pencegahan korupsi," ujar Lola melalui siaran pers, Minggu (13/9).
Menurut Lola, fungsi penindakan KPK diatur secara khusus dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK. Dengan masuknya delik korupsi ke dalam KUHP, maka fungsi penindakan oleh KPK, seperti penyidikan dan penuntutan, akan dialihkan ke Polri dan Kejaksaan.
"Delik korupsi yang 'hijrah' ke RUU KUHP tidak secara otomatis membuat KPK tetap berwenang menangani perkara korupsi," kata dia.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 779 dan Pasal 780 RUU KUHP, sejak RUU KUHP diberlakukan, seluruh tindak pidana yang diatur dalam peraturan di luar RUU KUHP akan menjadi bagian RUU KUHP. Dengan demikian, jika delik korupsi masuk ke dalam RUU KUHP, maka yang digunakan adalah pasal dalam undang-undang tersebut, bukan undang-undang khusus.
Selain itu, kata Lola, penyidikan kasus korupsi akan dimonopoli oleh Polri sebab kewenangan penyidikan Polri terhadap delik korupsi tidak terbatas pada UU Tipikor. Polri tetap dapat melakukan penyidikan terhadap delik korupsi meskipun delik tersebut diatur di luar UU Tipikor. [kompas]