Metroterkini.com - Dari saksi-saksi yang sudah dihadirkan oleh LPPHI ke persidangan kasus gugatan lingkungan hidup pencemaran limbah TTM Chevron, substansinya dinilai sudah sangat memadai. Ada tanggung jawab mutlak yang harus dilaksanakan oleh Chevron.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup A Sonny Keraf, Senin (13/6/2022) menyoal jalannya persidangan yang bergulir hampir genap satu tahun di PN Pekanbaru itu.
"Bukti lapangan dan dokumen-dokumen komunikasi yang ada telah menunjukkan bahwa benar terjadi pencemaran, apalagi kalau pengadilan bisa memerintahkan untuk mengumpulkan bukti empiris ilmiah sebagai bukti hukum di Pengadilan. Juga, bisa disodorkan bukti tentang pemulihan lingkungan yang belum semuanya dilakukan," ulas mantan Anggota DPR RI yang ikut merancang UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sonny Keraf juga menyatakan dengan sangat menyesal tidak bisa memberikan keterangan ahli pada Rabu 15 Juni 2022 di PN Pekanbaru akibat jadwal persidangan yang digeser dari yang seharusnya dijadwalkan pada 14 Juni 2022, jadi bentrok dengan kegiatan lainnya.
Mengenai perkara tersebut, menurut Sonny, kendati pencemaran terjadi di lahan milik masyarakat, tetapi sejauh sumbernya dari Chevron, maka sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 28H, Chevron harus bertanggung jawab memulihkan lahan masyarakat yang tercemar.
"Demikian pula, Pasal 48 hingga Pasa 51 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ada kewajiban melakukan audit lingkungan hidup secara berkala untuk kategori kegiatan dan atau usaha seperti Chevron dan Menteri wajib mengumumkannya. Jadi, buka saja hasil auditnya," jelas Sonny.
Lebih lanjut ia mengatakan, untuk tanggungjawab pencemaran dan pemulihan, secara logika, harus menjadi tanggung jawab pengurus perseroan lama.
"Seperti halnya kasus pidana dan perdata mana pun, misalnya pidana korupsi yang dilakukan pengurus lama atas nama korporasi, ya pengurus lama dan korporasi lama, dalam hal ini Chevron, harus bertanggung jawab mutlak. Tidak bisa dilimpahkan kepada pengurus dan korporasi baru, dalam hal ini PT Pertamina Hulu Rokan," ungkap Sonny.
Sementara itu, LPPHI telah menghadirkan 47 bukti surat pada persidangan Gugatan Lingkungan Hidup LPPHI yang berlangsung Rabu 2 Febuari 2022 di Ruang Sidang Prof R Soebekti SH Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Seluruh bukti tersebut menunjukkan bahwa telah nyata para tergugat, mulai dari PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, telah melakukan perbuatan melawan hukum atas tidak dilaksanakannya pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat pencemaran limbah bahan berbahaya beracun tanah terkontaminasi minyak dari kegiatan operasi PT Chevron Pacific Indonesia di Wilayah Kerja Migas Blok Rokan di Provinsi Riau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bukti yang dihadirkan LPPHI itu, mulai dari P1 sampai P47, sangat kuat dan terang bahwa para tergugat telah melawan hukum dengan tidak melaksanakan tugas yang diberikan Negara kepada para tergugat melalui peraturan perundang-undangan.
Dalam bukti yang diajukannya, LPPHI antara lain mengungkapkan bahwa DLHK Riau sejak awal sudah menyatakan PT CPI tidak taat terhadap peraturan perundang-undangan. Bukti ini tercantum dalam bukti surat DLHK Riau Nomor 490/PPLHK/2463 tanggal 27 Agustus 2020 kepada Direktur PT CPI dan SKK Migas. LPPHI memasukkan bukti ini sebagai P-7 perihal klarifikasi dan verifikasi sengketa lingkungan hidup.
Selanjutnya, LLPHI juga menghadirkan bukti surat notulensi Rapat Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah Bahan Berbahaya Beracun Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun tentang Pembahasan Rencana Kerja Pelaksanaan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup di Wilayah Kerja Rokan Tanggal 12 Agustus 2021 melalui video conference.
Bukti dengan kode P-41 itu membuktikan atau menerangkan bahwa hasil audit lingkungan Wilayah Kerja Migas Rokan menyatakan hanya ada 234 lokasi yang belum dipulihkan serta adanya tambahan 25 lokasi baru yang tidak masuk dalam audit lingkungan, termasuk 6 lokasi di Kawasan Tahura SSH Minas, 4 lokasi bagian Road Map 2015-2019 dan 7 lokasi tambahan baru yang disampaikan SKK Migas kepada KLHK secara informal, ini membuktikan hasil audit lingkungan yang telah digunakan untuk HoA tidak akurat.
Menurut LPPHI, dengan demikian jumlah lokasi yang terkontaminasi TTM sebanyak 786 ditambah 297 lokasi dikurangi 168 lokasi yang menurut Tergugat III telah diterbitkan SSPLT periode 2015-2020 sehingga jumlah lokasi yang belum mendapat SSPLT adalah 915 lokasi. Jumlah ini belum termasuk lokasi tercemar limbah B3/TTM di Tahura SSH Minas.
Tak kalah mengagetkan, LPPHI juga mengajukan bukti berupa Hasil Analisis Histomorfologi Pada Ikan di Kabupaten Siak di Lahan yang Diduga Terkontaminasi Minyak Mentah dari PT CPI yang dibuat dan ditandatangani oleh Ahli Ekotoksikologi Prof. DR. Ir. Etty Riani, MS, yang merupakan Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB).
LPPHI menyatakan, bukti tersebut membuktikan atau menerangkan bahwa telah diambil dan dianalisa histomorfologi terhadap Ikan Gabus (usus, hati, insang, daging, limpa dan ginjal), Ikan Belida (usus, hati, insang, daging, limpa dan ginjal), Ikan Nila (usus, hati, insang, daging, dan ginjal), Ikan Sepat (usus, hati, insang, daging, dan ginjal), Ikan Lele (usus, hati, insang, daging, limpa, ginjal dan arborescent) dan Ikan Patin (usus, hati, insang, daging dan ginjal). [rls]