Metroterkini.com - Dr. Sutarno, ketua majelis hakim yang memimpin sidang dugaan politik uang (Money politik) dengan terdakwa Nur Azmi, ST, Bin Hasyim AR, Senin (4/6/18) malam, kembali membuka skor. Sidang kembali dilanjutkan dengan agenda putusan selah.
Dalam putusan selahnya, majelis hakim membacakan eksepsi (keberatan) tim penasehat hukum terdakwa, Dr. Saut Maruli Tua, S.HI, MH, dkk atas surat dakwaan jaksa penuntut umum. Tim kuasa Nur Azmi, Dr. Saut Maruli Tua Manik, S.HI, SH, MH, Herry Supriyadi, ST.SH, Prima Putra Ardiansyah,SH dan Reno Afrinaldi, S.Sy menilai bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum kedaluarsa dan kurang cermat.
Tim kuasa hukum Azmi memohon kepada majelis hakim membatalkan surat dakwaan, karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a. Apabila surat dkawaan tidak memenuhi syarat-syarat materil seperti yang diatur pada Pasal 143 ayat (2) huruf b, dakwaan tidak terang dan tidak cermat dirumuskan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan, bukan hanya surat dakwaan yang dapat dibatalkan, tapi dengan sendirinya surat dakwaan yang seperti itu batal demi hukum, seperti yang ditegaskan Pasal 143 ayat (3) KUHAP.
Atas keberatan tim kuasa hukum Nur Azmi tersebut, majelis hakim yang diketuai Sutarno dengan hakim anggota Moh Rizki dan Wimmi D Simarmata berpendapat, bahwa surat dakwaan sudah ditulis dengan lengkap dan cermat. Berdasarkan pertimbangan itu, majelis hakim menolok seluruh eksepsi tim kuasa hukum Nur Azmi .
Demikian dengan juga dengan staf Azmi, Adi Purnawan, dimana eksepsi yang disampaikan tim kuasanya juga ditolak keseluruhannya.
Usai pembacaan putusan selah, majelis hakim menunda sidang dan akan dilanjutkan Selasa besok dengan agenda materi perkara pemerisaan saksi.
Seperti diberitakan, Tim kuasa hukum terdakwa Dr. Saut Maruli Tua Manik, S.HI, SH, MH, Herry Supriyadi, ST, SH, Prima Putra Ardiansyah, SH, dan Reno Afrinaldi, S.Sy, menilai dakwaan penuntut umum dalam perkara pidana Nomor Reg.Perkara;PDM-225/BKS/05/2018 atas nama terdakwa Nur Azmi, ST alias Emi Bin Hasyim AR, sudah kedaluarsa. Jika merujuk pada Pasa 148 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 1/2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 1 /2014 tentang pemilihan Gubenru, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang menyebutkan; Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tindak pidana pemilihan paling lama 7 hari setelah pelimpahan berkas perkara.
Memperhatikan proses waktu diatas, bahwa surat dakwaan Reg.Perkara dakwaan: PDM-225/BKS/05/2018 yang dibacakan penuntut umum dihadapan majelis hakim seharusnya tanggal 18 Mei, bukan tanggal 31 Mei. Berdasarkan fakta itu, tim kuasa hukum berpendapat surat dakwaan telah kedaluarsa. Jika suatu tindak pidana sudah kedaluarsa oleh undang-undang maka jaksa penuntut umum kehilangan haknya untuk menuntut perkara pidana aquo.
"Mohon kepada majelis hakim pemeriksa perkara aquo untuk menyatakan surat dakwaan kedaluarsa, karena tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Peraturan Bawaslu Republik Indonesia," kata Saut dalam persidangan.
Dengan demikain, surat dakwaan harus dibatalkan, karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a. Apabila surat dkawaan tidak memenuhi syarat-syarat materil seperti yang diatur pada Pasal 143 ayat (2) huruf b, dakwaan tidak terang dan tidak cermat dirumuskan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan, bukan hanya surat dakwaan yang dapat dibatalkan, tapi dengan sendirinya surat dakwaan yang seperti itu batal demi hukum, seperti yang ditegaskan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, ulas Saut mengutip buku karangan M. Yahya Harahap tentang hukum pidana. [Rudi]