H. Jufri Zubir Gugat Perdata Prime Park Hotel Pekanbaru

Rabu, 09 Mei 2018 | 22:59:22 WIB

Metroterkini.com - Gugatan yang dilayangkan H. Jufri Zubir terhadap para pemegang saham Apartemen Pekanbaru Park yang kini juga bernama Prime Park Hotel di Pengadilan Negeri Pekanbaru makin menarik, Rabu (9/5/18). Dimana dalam surat gugatan H. Jufri Zubir menyebut dua nama mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Kerajaan Malaysia, Datuk Zamzamin dan mantan Kepala BIN Indonesia, Jenderal Polisi Sutanto. 

Diduga kedua mantan Kepala BIN Indonesia dan Malaysia diberi saham oleh H. Jufri Zubir di PT. Mitra Nusa Graha (MNG), perusahaan pembangunan Mall, Hotel, dan Apartemen (Prime Park Hotel) di Jalan Sudirman Pekanbaru. Saat ini, proses gugatan tersebut dalam tahap mediasi di Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan Hakim Mediator, Mahyudin, SH. 

Sementara itu, kuasa hukum H. Jufri Zubir, Rabu siang juga tak lupa mengingatkan para konsumen Apartemen Pekanbaru Park yang kini juga bernama Prime Park Hotel agar tidak melakukan transaksi apa pun dengan pengelola apartemen. Hal itu menyusul telah adanya surat pemblokiran sertifikat tanah di BPN, dan pemblokiran rekening bank milik pengelola di BTN. Otoritas Jasa Keuangan juga sudah menerima pemberitahuan perihal blokir ini. 

"Kami memberikan peringatan saja, supaya jangan sampai ada kerugian di pihak konsumen di kemudian hari lantaran bertransaksi dengan pengelola Pekanbaru Park ini," ujar kuasa hukum H. Jufri Zubir, Zulfikri Toguan. 

Lebih lanjut Zulfikri mengutarakan, adanya pemblokiran tersebut lantaran properti itu sedang berada dalam proses berperkara di PN Pekanbaru. "Klien kami mengajukan gugatan Perdata ke PN Pekanbaru. Saat ini sedang berproses," ujarnya.

Terkait proses perkara perdata di PN Pekanbaru itu, Rabu (9/5/2018) berlangsung sidang mediasi. Sidang dipimpin hakim mediasi, Mahyudin. Pihak H Jufri Zubir sebagai penggugat hadir beserta kuasa hukumnya. Sementara pihak Tergugat, Tomi Karya dan H. Ony tidak hadir. Tomi hanya diwakili kuasa hukumnya. Sementara pihak Turut Tergugat, PT Pembangunan Perumahan (PP) dihadiri oleh kuasa hukumnya. Kepada pihak tergugat, Mahyudin menyatakan bahwa pihak tergugat diminta hadir untuk mencari penyelesaian secara kekeluargaan. Jika tidak tercapai kesepakatan dalam mediasi, ungkap Mahyudin, perkara akan lanjut ke tahap persidangan.

Perkara perdata antara H Jufri Zubir (Penggugat) dengan Tomi Karya dan H Ony, bermula pada tahun 2006. Ketika itu, H Jufri Zubir melakukan pinjaman uang di Beringin Srikandi Finance (BSF) sebesar Rp 5 miliar, dengan jaminan tanah Penggugat seluas 10 Ha di Desa Tanah Merah. Pinjaman tersebut bertujuan untuk pembangunan perumahan. Kala itu, pinjaman memakai nama PT Osmar dengan Direktur dijabat Todu Pangabean, dan Penggugat sebagai Komisaris. 

Untuk diketahui, penunjukan Todu Pangabean sebagai Direktur, adalah atas permintaan dari BSF. Kemudian, setelah mendapatkan pinjaman, pembangunan perumahan pun terlaksana, namun Todu hanya membayar angsuran sebesar Rp 500 juta kepada BSF. Hingga sampai pada tahun 2011, hutang PT Osmar di BSF membengkak dan tercatat sebesar Rp 11 miliar. Ketika itu, akhirnya Direktur Utama BSF dan tim datang ke Pekanbaru. Mereka bertemu dengan H Jufri Zubir. Dalam pertemuan itu dibuatlah kesepakatan jaminan tanah 10 Ha di Desa Tanah Merah ditukar dengan tanah Penggugat di Jalan Sudirman Pekanbaru seluas ± 5 Ha untuk pembangunan mal, hotel, dan apartemen.

Dari kesepakatan baru tersebut, BSF menyetujui memberi pinjaman Rp 25 miliar lagi. Disepakati juga hutang Rp 11 miliar hanya dibayar pokok saja sebesar Rp 4,5 miliar. Dengan syarat Erinos ditunjuk oleh BSF sebagai direktur dan Tarman Azam sebagai pemegang saham H Jufri Zubir sebesar 90 persen. Dimana Erinos diberi saham kosong sebesar 10 persen.

Untuk melaksanakan pembangunan mal, hotel dan apartemen itu, maka didirikanlah PT Mitra Nusa Graha. Hal ini karena nama PT Osmar dan nama H. Jufri Zubir sudah blacklist di BSF. Selanjutnya, Erinos melanjutkan pengurusan izin dan perencanaan pembangunan mal, hotel, dan apartemen dengan pinjaman baru dari BSF tersebut. Pada saat itu, sertifikat tanah 10 Ha di Desa Tanah Merah pun dikembalikan kepada H. Jufri Zubir. 

Setelah perencanaan dan perizinan selesai dipersiapkan, maka H. Jufri Zubir berkenalan dengan Kepala BIN Malaysia, Datuk (Dt) Zamzamin. Selanjutnya Dt. Zamzamin pun memperkenalkan H. Jufri Zubir dengan Jenderal Pol Sutanto yang waktu itu sebagai Kepala BIN Indonesia, yang kemudian diundang ke Pekanbaru oleh H. Jufri Zubir untuk melihat lokasi pembangunan mal, hotel dan apartemen. 

Kala itu, Jenderal Sutanto yang kemudian hari menjadi Kapolri itupun menyatakan tertarik bekerjasama dan menyatakan kesiapan mencarikan investor. Kala itu, Sutanto langsung menghubungi Cecep, pemilik Panghegar Bandung. Kemudian mereka bersepakat bertemu di Jakarta di rumah Jenderal Polisi Sutanto.

Sepekan setelah itu, diadakanlah rapat di Bank Mayapada Jakarta, saat itu Jenderal Pol Susanto, Cecep, H. Jufri Zubir, Tarman Azam, H. Ony sebagai perwakilan Jenderal Pol Sutanto, Dt Zamzamin, Sofyar selaku perwakilan Cecep, dan Tomi Karya sebagai pengacara H Jufri Zubir.

Menurut H Jufri Zubir, Tomi Karya adalah pengacara H Jufri Zubir yang disekolahkannya S2, digaji Rp 25 juta per bulan, dikasih saham di perusahaan H.Jufri Zubir dan dikasih kebun di Rumbai 50 hektar. Pada saat rapat di Bank Mayapada, H Jufri Zubir sampaikan ke Jenderal Pol Sutanto bahwa tanah H. Jufri Zubir dijaminkan ke BSF untuk pinjaman Rp 25 miliar. H. Jufri Zubir juga menyampaikan apabila Sutanto sudah tebus tanah Di BSF, dan apabila proyek mal, hotel dan apartemen terlaksana, maka Sutanto dikasih saham kosong 50 persen. 

Saat itu Jenderal Pol Sutanto menyatakan setuju, begitu juga dengan Cecep meyatakan setuju. Bahwa berhubung masing-masing pihak sibuk, maka mereka menunjuk pelaksana masing-masing. Cecep menunjuk Sofyar, Jenderal Pol Sutanto menunjuk H. Ony dan Penggugat menunjuk Tomi Karya sebagai pelaksana. Dalam pelaksanaan pekerjaan, H. Jufri Zubir meminta Tomi Karya membuat semua perjanjian kerjasama antara H. Jufri Zubir dan Jenderal Pol Sutanto. Namun, ternyata Tomi Karya membuat perjanjian kerjasama antara Penggugat dengan H Ony. Alasan Tomi Karya waktu itu, apabila proyek jalan, H. Ony akan mengembalikan semua perjanjian atas nama Jenderal Pol Sutanto.

Setelah perjanjian dibuat, Tomi Karya meminta surat kuasa dari H. Jufri Zubir. Surat kuasa hanya dalam hal pelaksanaan pembangunan mal, hotel dan apartemen, bukan untuk menjual atau mengalihkan saham yang dimiliki H. Jufri Zubir atas nama Tarman Azam. Dan ada surat kesepakatan antara H Jufri Zubir, Tarman Azam, Tomi Karya, Dt Zamzamin, bahwa H. Jufri Zubir memberikan saham 1,5 persen untuk Dt Zamzamin, Tomi Karya 1,5 persen, dan Tarman Azam 2 persen, atas nama PT MNG. Sedangkan sisanya 85 persen adalah milik H. Jufri Zubir. 

Dalam pelaksanaannya, ternyata H. Ony, Tomi Karya, dan Sofyar meminjam uang lagi di BSF atas nama PT. Panghegar senilai Rp 100 miliar, dengan jaminan aset milik H Jufri Zubir sendiri. Sedangkan kesepakatan H. Jufri Zubir dengan Jenderal Pol Sutanto, dibayar dulu hutang H. Jufri Zubir di BSF, dan diambil sertifikat H. Jufri Zubir, setelah itu barulah H. Jufri Zubir membuat perjanjian kerjasama untuk mal, hotel dan apartemen.

Setelah itu, Tomi Karya H. Ony, dan Sofyar tidak pernah mau berhubungan lagi dengan H. Jufri Zubir sampai kasus ini dilaporkan H. Jufri Zubir ke polisi (Polda Riau), hingga Tomi Karya ditetapkan sebagai tersangka penggelapan. 

Namun, kemudian perkara ini di SP3 oleh Polda Riau. Kemudian SP3 itu, digugat pra peradilan oleh H. Jufri Zubir. 

Dalam sidang Pra Peradilan itu, majelis hakim pra peradilan memerintahkan membuka kembali kasusnya (kasusnya dilanjutkan). Terakit perkara ini, H. Jufri Zubir meminta agar dia dikonfrontir dengan Jenderal Pol Sutanto, Cecep, H. Ony, Sofyar dan saudara Tomi Karya. Namun, aneh. Sampai sekarang permintaan konfrontir itu tidak pernah dilakukan penyidik.

Tak hanya sampai disitu, H Jufri Zubir juga pernah mengadukan perkara ini ke DPR RI. Komisi III DPR RI sudah pernah menggelar Rapat Dengar Pendapat untuk kasus ini. Tapi pihak-pihak yang disebut H. Jufri Zubir tidak datang memenuhi undangan Komisi III DPR RI tersebut.

Sementara itu, sejak tahun 2012 dibuat perjanjian, sampai saat ini penjualan unit apartemen sudah habis. Dengan demikian, ungkap Zulkifli Toguan, dengan aset yang H. Jufri Zubir punya, mereka (orang dipercaya H. Jufri Zubir) sudah meraup uang tak kurang dari Rp 300 miliar. Selain pernah diberi pinjaman pada tahun 2012 sebesar Rp2.5 miliar, H Jufri Zubir tidak pernah diberikan laporan apa pun.

Selain itu, dalam gugatannya, H. Jufri Zubir sudah beberapa kali datang ke rumah Jenderal Pol Sutanto. Namun, Jenderal Sutanto tidak pernah mau menemui H. Jufri Zubir. "Seharusnya secara etika dan adat ketimuran, H Jufri Zubir tidak pernah berurusan dengan H. Ony dalam berbisnis, dan kenapa Jenderal Sutanto tidak mau bertemu dengan H. Jufri Zubir? Sampai H Jufri Zubir meminta agar dikonfrontir dengan pihak terlalor oleh penyidik Polda Riau, tapi tidak pernah terwujud," kata Zulkifli.

Masih menurut H Jufri Zubir, dia melakukan Perjanjian Kerjasama pembangunan pusat perbelanjaan, condominium dan hotel dengan H. Ony pada tanggal 16 Januari 2013. Dalam perjanjian kerjasama tersebut, tanah milik H Jufri Zubir di nilai dengan harga Rp 2.000.000/m (dua juta rupiah permeter) dengan pemakaian tanah milik H. Jufri Zubir seluas ± 5 hektar, sehingga total keseluruhan adalah Rp 100.000.000.000 (seratus miliyar rupiah).

H. Jufri Zubir hanya menerima dan mengakui dana talangan dari H. Ony sebesar Rp 37.486.055.834, sehingga sisa pembayaran yang harus diterima H.Jufri Zubir sebesar Rp 62.513.944.166. Disamping itu, lahan milik H. Jufri Zubir yang terpakai untuk pembangunan pusat perbelanjaan, condominium dan hotel adalah seluas 31.789 M2, maka sisa tanah yang tidak dipakai harus dikembalikan kepada H. Jufri Zubir lebih kurang 20.556 M2, karena mutlak milik H. Jufri Zubir.

Selain itu, H Jufri Zubir juga tidak menyetujui hasil laporan uji tuntas (Due Diligence Report) periode 3 Maret 2012 sampai dengan tanggal 2 Agustus 2013, karena hanya berupa laporan audit uang masuk dan keluar, kecuali sesuai dokumen pendukung yang diakui Penggugat. Untuk itu, H. Jufri Zubir meminta keadilan atas dugaan tindakan penyeludupan hukum yang terjadi terhadap kolaborasi orang-orang tersebut. [rudi]
 

Terkini