Malaysia Bersiap Tutup Sekolah Akibat Kabut Asap Kiriman Indonesia

Malaysia Bersiap Tutup Sekolah Akibat Kabut Asap Kiriman Indonesia

Metroterkini.com - Malaysia akan mencoba menurunkan hujan buatan dan bersiap untuk menutup sekolah karena kabut asap di berbagai tempat mulai parah. 

Departemen Lingkuhan Hidup Malaysia, seperti dikutip Reuters pada Selasa (3/10/2023), mengatakan pada Senin bahwa badan meteorologi regional telah mendeteksi hampir 250 “hotspots”—yang mengindikasikan kebakaran di pulau Sumatra di Indonesia dan di bagian pulau Kalimantan, dan tidak ada satu pun di Malaysia. 

Parahnya lagi, hampir setiap musim kemarau, asap dari kebakaran untuk pembukaan lahan guna perkebunan kelapa sawit dan pulp di Indonesia menutupi langit di sebagian besar wilayah tersebut, membawa risiko terhadap kesehatan masyarakat dan mengkhawatirkan operator wisata dan maskapai penerbangan. 

Kualitas udara Malaysia memburuk, khususnya di bagian barat Semenanjung Malaysia, dengan 11 wilayah mencatat indeks polusi udara (API) tidak sehat. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Departemen Wan Abdul Latiff Wan Jaffar dalam sebuah pernyataan pada Senin malam. 

Malaysia mengatakan pada pekan lalu bahwa kebakaran Indonesia adalah penyebab polusi tersebut meskipun Indonesia membantah mendeteksi adanya asap yang melintasi perbatasannya ke Malaysia. Menurut Wan Abdul Latiff, upaya menjernihkan udara dengan hujan melalui penyemaian awan dan tindakan lain untuk mengatasi polusi akan mulai berlaku ketika API terbaca 150 selama lebih dari 24 jam. 

Dia mengatakan sekolah dan taman kanak-kanak (TK) harus menghentikan semua aktivitas di luar ruangan ketika API terbaca 100, dan ditutup ketika mencapai 200. Sementara itu, kelompok lingkungan hidup Greenpeace meminta negara-negara di kawasan untuk memperkenalkan undang-undang untuk menghentikan perusahaan perkebunan yang menyebabkan polusi udara. 

“Memberlakukan tindakan kabut asap lintas batas dalam negeri diperlukan sebagai tindakan pencegahan, terutama karena ada banyak dampak buruk di industri ini,” kata Heng Kiah Chun, ahli strategi kampanye regional untuk Greenpeace Asia Tenggara, dalam sebuah pernyataan. **

 

 

 

 

 

 

 

 

Berita Lainnya

Index