Lancang Kuning, Kapal Kepala Naga dan Asal Usul Riau

Lancang Kuning, Kapal Kepala Naga dan Asal Usul Riau

Metroterkini.com - Bumi Lancang Kuning, istilah itu rasanya sudah tak asing lagi di telinga masyarakat. Setiap kali mendengar Bumi Lancang Kuning, kita pasti akan tertuju ke Provinsi Riau.

Namun tahukah kamu makna dari sebutan Bumi Lancang Kuning? Yup, dalam catatan sejarah, lancang itu artinya adalah perahu layar di masa lampau.

Namun lebih dari itu, lancang merupakan perahu atau kapal induk yang dinahkodai sultan. Sultan jadi pemimpin di perahu induk saat akan perang melawan penjajah.

"Lancang Kuning itu adalah perahu sultan. Sekarang setara dengan kapal induk untuk perang, tapi masa itu dipimpin oleh Sultan Melayu," ucap Budayawan Riau, OK Nizami Jamil , Sabtu (6/8/2022).

Kapal komando itu tidak hanya digunakan pada masa Sultan Melayu di Riau. Tetapi juga tersebar di sejumlah daerah Melayu yang menguasai wilayah perairan saat itu.

Ada Riau, Palembang, Lingga, Langkat dan beberapa Kerajaan Melayu pakai lancang untuk berperang. Termasuk menjelajah lautan yang membentang dari laut China hingga Selat Malaka.

Lancang menjadi alat transportasi utama sultan-sultan. Di lancang tersebut, sudah ada lengkap fasilitas dan peralatan untuk perangnya.

"Lancang sultan ini besar, lengkap dengan meriam dan peralatan perang. Kemudian ini dipakai keliling, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain," katanya.

Selain lancang, ada pula pendamping di sisi kanan dan kiri yang dikenal dengan nama Pencalang. Pencalang yaitu kapal dagang tradisional buatan masyarakat Melayu saat itu.

Namun dalam sejarah pencalang disebut sebagai Pantchiallang atau Pantjalang. Ini bermula karena pencalang dibuat oleh orang-orang Melayu dari daerah Riau dan Semenanjung Melayu saat itu.

"Pencalang ini dipimpin oleh Laksamana. Jadi Laksamana mengawal Lancang dan biasa juga digunakan untuk perdagangan dari dan Selat Malaka menuju ke daerah rumpun Melayu," kata OK.

Sejarah Lancang Kuning menjadi Julukan Provinsi Riau

Lancang yang ditumpangi Sultan identik dengan warna kuning. Itulah alasannya Lancang di Bumi Melayu dikenal dengan warna kuning atau Lancang Kuning.
"Lancang Kuning ini dulu adalah kapal dari sultan sendiri. Ya sultan di masing-masing daerah, warnanya khas kuning Sultan," kata OK menyambung cerita.

Lancang Kuning memiliki ciri khas sendiri, di mana pada bagian kepala terdapat bentuk naga. Naga di Lancang Kuning itu menggambarkan kekuasaan dari penguasa laut.

"Kalau Lancang Kuning Riau ini kepalanya jelas bentuk naga. Ya kalau di laut naga itu penguasa laut, beda sama harimau yang ada di daratan dan Lancang Kuning itulah simbolnya," katanya.

Kenapa kemudian identik dengan Riau? Itu karena pada masa lampau, orang Melayu hidup di laut dengan perahu induknya. Beda dengan Minang Kabau, Tanduak.

"Lancang itu perahu layar, dulu kan perahu layar dipakai untuk bepergian, perang dan sebagainya. Maka kalau Lancang Kuning itu punya ukiran, pakai mahkota naga dan sebagainya. Sultan juga punya laksamana, sekarang ini ada seperti angkatan darat, laut dan udara. Kalau Riau saat itu hanya punya laut dan darat," katanya.

Perbedaan bentuk itulah yang menjadikan Lancang Kuning lebih dikenal masyarakat saat ini. Apalagi, tepat 9 Agustus mendatang Provnisi Riau akan genap berusia ke-65 tahun.

Pantun Lancang Kuning Sebagai Sindiran dan Nasihat

"Lancang Kuning berlayar malam. Haluan menuju ke lautan dalam. Kalau nahkoda kuranglah paham. Alamatlah kapal akan tenggelam".

Pantun tersebut sangat populer di telinga masyarakat Riau, khususnya masyarakat Melayu. Filosofi dari baitnya mengisahkan bagaimana pemimpin atau nakhoda saat mengarungi lautan agar kapal (lancang) yang digambarkan sebagai pemerintahan tak karam.

"Maknanya kalau pemimpin negeri tidak paham, akibatnya negeri akan kacau. Itu nyanyian orang dulu-dulu, pantun yang menceritakan sindiran untuk pemimpin negeri," kata OK.

Pantun dan lagu Lancang Kuning, menurut mantan Ketua MKA LAM Riau itu juga bisa sebagai sindiran pengingat. Pemimpin di Riau, wajib memahami maknanya.

"Itu sindiran untuk dibenamkan dalam hati pejabat seperti camat, penghulu, datuk dan gubernur harus paham itu. Artinya harus paham, kalau mau memimpin negeri harus paham, itu falsafahnya. Jadi pemimpin itu musti ada ilmu, ada falsafah dan tekadnya. Tak bisa memimpin begitu saja," kata pria kelahiran 85 tahun silam tersebut.

Untuk melihat replika Lancang Kuning, kita dapat berkunjung ke Taman Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Riau. Alamatnya ada di Jalan Jenderal Sudirman atau di seberang kantor DPRD Riau.

"Replika itu didesain oleh Bapak OK Nizami Jamil lalu kita buat. Replika dipasang di Taman Budaya agar masyarakat di Riau dapat melihat seperti apa Lancang Kuning. Termasuk desain dan bentuknya," terang Kepala Dinas Kebudayaan Riau, Yoserizal Zein.

Meskipun tak tahu kapan pastinya Provinsi Riau disebut Lancang Kuning. Namun Lancang Kuning kini erat kaitannya dengan Provinsi Riau yang diapit Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jambi tersebut. [dtk]

 

Berita Lainnya

Index