Metroterkini.com - Petirtaan Watugede diyakini merupakan pemandian para putri kerajaan, termasuk Ken Dedes. Kini pemandian itu kerap dikunjungi orang untuk wisata religi.
Petirtaan Watugede merupakan kolam berisi air yang sumbernya berasal dari bawah pohon Lo yang berada di timur kolam. Berdasarkan informasi dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Petirtaan Watugede dibangun pada abad 14 Masehi atau pada masa Majapahit. Itu terlihat dari langgam motif hias yang ada di kolam.
Namun menurut penuturan juru kunci Petirtaan Watugede, Agus, tempat ini sudah ada sejak masa Tumapel yang kemudian lebih dikenal sebagai Kerajaan Singasari. Petirtaan Watugede konon digunakan sebagai pemandian Ken Dedes, istri dari penguasa Tumapel bernama Tunggul Ametung.
Diberi nama Watugede karena situs itu ditemukan di Desa Watugede pada tahun 1925 oleh Belanda. Hanya saja, menurut Agus, pemandian itu sebenarnya merupakan bagian dari taman kerajaan yang disebut Taman Boboji.
"Di sini adalah Taman Boboji yang artinya tempat bersuci. Di sini menjadi tempat Ken Dedes melakukan siraman adat dan ketika itu dikisahkan Ken Dedes mengeluarkan sinar atau aura," kata Agus.
"Saat itu Ken Arok melihatnya tanpa sengaja. Namun ia lari karena takut sebab di sini adalah keputren atau tempat khusus untuk putri sedangkan laki-laki dilarang masuk," ujarnya lagi.
Agus memaparkan, usai Ken Arok melihat Ken Dedes mengeluarkan sinar, ia berkonsultasi dengan guru spiritualnya bernama Mpu Lohgawe. Kata Mpu Lohgawe, Ken Dedes merupakan putri pilihan yang nanti akan melahirkan raja-raja di Nusantara.
Berdasarkan kisah tersebut, hingga kini orang-orang melihat Petirtaan Watugede tetap sebagai tempat suci. Apalagi air di pemandian ini tak pernah kering meski sudah berabad-abad mengalir.
Bila datang ke Petirtaan Watugede, traveler dapat merasakan langsung pengalaman berendam di sana. Kolam ini kedalamannya sekitar 1,5 meter. Airnya begitu segar dan bersih karena langsung bersumber dari mata air di bawah pohon Lo yang berada di timur kolam.
Selain itu, di Petirtaan Watugede ini juga terdapat prasasti berupa batu dakon dan batu gores. Batu dakon ini dulunya digunakan untuk menghitung hari sedangkan batu gores digunakan untuk mengasah pedang.
Pada masa kerajaan, setiap orang yang melanggar hukum, kepalanya akan dipenggal menggunakan pedang. Pedang itu terlebih dahulu diasah di batu tersebut.
Di sekat batu-batu tadi, ada tempat yang dapat digunakan pengunjung untuk sembahyang. Mereka dapat menyalakan dupa lalu duduk di bawah pohon untuk melakukan ritual.
Petirtaan Watugede buka setiap hari mulai pukul 09.00 - 16.00 WIB. Tiket masuknya gratis namun traveler dapat memberikan sumbangan sukarela untuk pelestarian situs yang masuk cagar budaya ini. [dtravel]