Junta Myanmar Disebut Bakar 11 Warga Hingga Tewas

Junta Myanmar Disebut Bakar 11 Warga Hingga Tewas

Metroterkini.com - Junta militer Myanmar dilaporkan membakar hidup-hidup sebelas warga di sebuah desa di Sagaing hingga tewas pada Selasa (7/12).

Salah satu relawan di wilayah kejadian menceritakan, pasukan junta memasuki desa Don Taw pada Selasa (7/12) dini hari. Para korban kemudian dibunuh pada pukul 11.00 waktu setempat.

"Pasukan (junta) membunuh secara brutal setiap orang yang mereka temukan," kata relawan itu kepada Reuters.

Ia juga menambahkan bahwa identitas korban yang dibakar masih belum diketahui, apakah warga sipil atau anggota milisi.

Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen keaslian rekaman maupun klaim bagaimana sebelas orang ini meninggal dunia. Juru bicara junta Myanmar juga tak menjawab kala diminta komentar.

Namun, salah satu anggota Angkatan Pertahanan Rakyat (PDF), Kyaw Wunna, mengatakan bahwa pasukan junta memang datang dan melepaskan tembakan.

Mereka juga menangkap beberapa orang dan membawanya ke lapangan sebelum dibunuh. Namun, Wunna tak memberi tahu sumber informasi tadi.

Salah satu orang yang meninggal dunia diketahui bernama Htet Ko. Menurut salah satu kerabatnya, korban itu merupakan mahasiswa 22 tahun dan bukan anggota militan Myanmar.

"Ini tidak manusiawi. Saya merasakan sakit hati yang dalam," kata kerabat korban itu.

Kerabat korban itu juga menyampaikan bahwa Ko sempat berusaha kabur, tapi ia terluka akibat tembakan.

Juru bicara pemerintah tandingan Myanmar, Dr. Sasa, mengatakan bahwa korban itu "dicambuk, disiksa, dan akhirnya dibakar hidup-hidup."

"Serangan-serangan mengerikan ini menunjukkan bahwa militer tidak menghargai kesucian hidup manusia," katanya.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, juga mengecam "pembunuhan yang mengerikan" di Myanmar ini.

"Kami mengecam kekerasan semacam itu dan mengingatkan otoritas militer Myanmar akan kewajiban mereka dalam hukum internasional, yakni memastikan keselamatan dan perlindungan warga sipil. Orang-orang yang bertanggung jawab atas tindakan keji ini harus bertanggung jawab," ucap Dujarric.

Kekerasan di Myanmar kian parah setelah militer melakukan kudeta pada 1 Februari lalu. Sejak saat itu, militer terus menggempur pergerakan rakyat yang melawan kekuasaan mereka.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan bahwa lebih dari 10.700 warga sipil di Myanmar ditahan. Tak hanya itu, 1.300 orang lainnya juga dibunuh pasukan junta sejak kudeta. [**]
 

Berita Lainnya

Index