Metroterkini.com - Presiden Joe Biden menuding China tidak transparan lantaran menahan "informasi penting" tentang asal-usul Virus Corona.
Hal tersebut dilatarbelakangi pernyataan intelijen mengenai dugaan bahwa virus berasal dari kebocoran laboratorium di China, di mana negara itu menjadi lokasi awal Covid-19 ditemukan.
"Informasi penting tentang asal mula pandemi ini ada di Republik Rakyat China. Namun sejak awal, pejabat pemerintah di China bekerja untuk mencegah penyelidik internasional dan anggota komunitas kesehatan masyarakat global mengaksesnya," kata Biden dalam sebuah pernyataan dikutip dari AFP, Sabtu (28/8).
"Sampai hari ini, RRC terus menolak seruan untuk transparansi dan menahan informasi, bahkan ketika jumlah korban pandemi ini terus meningkat," sambung Biden.
Intelijen AS kini telah mengesampingkan dugaan bahwa Virus Corona dikembangkan sebagai senjata biologis. Sedangkan sebagian besar lembaga menilai virus ini tidak direkayasa secara genetik.
Biden melanjutkan Amerika Serikat akan terus bekerja dengan sekutunya untuk menekan Beijing agar berbagi lebih banyak informasi dengan bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Kita harus memiliki pencatatan yang penuh dan transparan dari tragedi global ini, setidaknya demikian," kata dia.
Sementara itu Kedutaan Besar China menolak temuan intelijen AS. Menurut kedutaan, penelusuran asal-usul virus adalah masalah sains. Sebab itu, kasus dan penyelidikan hanya bisa diserahkan kepada ilmuwan, bukan pakar intelijen.
"Sekarang, pihak AS menggunakan trik lamanya lagi. Mengabaikan laporan misi bersama antara WHO-China. Mereka memilih agar komunitas intelijennya menyusun laporan," kata Kedutaan, dalam sebuah pernyataan dikutip dari China Daily, Sabtu (28/8).
"Pihak China menyatakan penentangannya yang kuat dan kecaman keras terhadap ini," lanjut mereka.
Menurut Kedutaan, penegasan terkait kurangnya transparansi pada pihak China hanya alasan di balik kampanye politisasi dan stigmatisasi. Sejak pandemi Covid-19 merebak, China mengklaim sudah bersikap terbuka, transparan, dan bertanggung jawab.
"Kami telah merilis informasi, membagikan pengurutan genom virus, dan melakukan kerja sama internasional untuk memerangi penyakit ini, semua dilakukan secepat mungkin," kata kedutaan.
China juga menjadi yang pertama bekerja sama dengan WHO dalam penelusuran asal-usul virus secara global dengan mengundang pakarnya untuk melakukan investigasi sebanyak dua kali.
"Kami benar-benar terbuka, transparan, dan kooperatif ketika para ahli berada di China. Mereka mengunjungi setiap situs dalam daftar mereka, bertemu setiap individu yang mereka minta, dan diberikan semua data yang mereka inginkan," kata pernyataan itu mengutip ChinaDaily.
Sejauh ini, Kedutaan mencatat Institut Virologi Wuhan telah menerima dua kunjungan dari para ahli WHO dan laporan studi bersama WHO-China. Dari sana telah dicapai kesimpulan jelas bila penularan melalui kecelakaan laboratorium di Wuhan 'sangat tidak mungkin'.
"Jika AS bersikeras pada teori kebocoran laboratorium, bukankah pihak AS perlu mengundang pakar WHO ke Fort Detrick dan University of North Carolina untuk penyelidikan?" menurut pernyataan itu.
Pada awal 2021, WHO sudah mengirim tim ahli internasional ke Wuhan, China. Dalam laporan fase pertama yang ditulis WHO bersama China, virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 disebut kemungkinan besar menular dari kelelawar ke manusia melalui perantara hewan.
Namun demikian, WHO tetap meminta China membuka data mentah terkait Covid-19. Hal tersebut sejauh ini ditolak China. [**]