Metroterkini.com - Keberadaan limbah PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) di dalam kawasan hutan dan lahan masyarakat itu bukti dari ketidaktaatan perusahaan minyak tersebut. Namun tentunya saat berakhirnya Kontrak Karya pada Agustus mendatang, PT CPI ini tidak ingin dirugikan dengan mengeluarkan biaya perbaikan lingkungan.
"PT CPI harus membayar kerugian lingkungan hidup kepada negara sebelum hengkang" , ujar Kepala Seksi (Kasi) Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, Dwiyana dikonfirmasi via WhatsApp, Minggu (9/5/21).
“Makin lama durasi pencemaran yang dilakukan PT CPI di kawasan hutan, kerugian lingkungan hidup semakin besar pula, ini merupakan salah satu contoh kegiatan manusia yang memberikan gangguan terhadap hutan,” sebut Dwiyana.
Ada dua ganti rugi yang harus dilakukan PT CPI, pertama ganti rugi terhadap hak-hak masyarakat yang mengalami kerugian, kedua ganti rugi terhadap lingkungan hidup, tulis Dwiyana.
Menurutnya, lingkungan hidup merupakan subjek hukum yang berhak mendapatkan ganti rugi, karena lingkungan hidup tidak mempunyai organ tubuh, makanya hak gugat sesuai UU No 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diamanatkan kepada pemerintah/pemerintah daerah, dan organisasi aktif yang memiliki AD/ART nya bergerak di bidang lingkungan hidup.
Senada dengan itu, Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) menegaskan hal itu merupakan perbuatan melawan hukum atau kesalahan dari yang tidak mengelola dampak limbah yang timbul dari usahanya dan mutlak menjadi tanggungjawab mutlak PT Chevron Pacific Indonesia untuk melakukan ganti rugi dan melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup dengan biayanya sendiri.
"Bukan dibebankan pada cost recovery seperti yang terjadi pada saat ini," kata Mattheus.
Lanjutnya, tentunya saat ini bukan hanya soal lingkungan saja yang harus diusut. Tetapi terhadap penggunaan cost recovery yang terindikasi menyimpang. Makanya kita menunggu keseriusan pemerintah melakukan pembenahan di SKK Migas dan KLHK. Karena jika persoalan ini dipertanyakan ke PT CPI, mereka akan jawab "ini atas persetujuan SKK Migas dan KLHK".
"Itu berarti antara PT CPI, SKK Migas dan KLHK diduga ada kompromi soal penggunaan cost recovery untuk biaya pemulihan lingkungan yang sebenarnya adalah tanggungjawab PT CPI," tandas Mattheus.
Lagi lanjut Mattheus, ARIMBI juga akan melaporkan dugaan korupsi penyimpangan penggunaan cost recovery tersebut. "Selain laporan pidana lingkungan, kita juga akan menggandeng Lembaga Independen Pemberantas Pidana Korupsi (LIPPSI) untuk melaporkan dugaan korupsinya," pungkas Mattheus. [basar]