Metroterkini.com - Sejumlah masa menggelar demonstrasi di depan kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau dan Dinas Perkebunan Riau, Jumat (19/3/2021).
Aksi massa yang menamakan Forum Mahasiswa Peduli Hutan Riau (FMPHR) menggelar aksi demontrasi terkait dugaan mafia kebun ilegal yang menjadi mitra binaan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).
Dalam orasinya, kordinator lapangan (Korlap) FMPHR Arizal menuntut dan meminta DLHK dan Dinas Perkebunan untuk menindak kebun ilegal milik Gulat Manurung, Asiong, Ationg, dan Yungdra yang di duga ilegal di Kecamatan Logas Tanah Datar Kuansing.
Setelah berorasi cukup lama perwakilan DLHK tidak kunjung muncul untuk menyambut aksi FMPHR. Hal ini membuat Korlap berteriak, "Copot Makmun Murod selaku Kadis LHK Riau, karena mendiamkan kasus kebun ilegal milik Gulat Manurung, Asiong, Ationg dan Yungdra yang sudah berproses. Makmun Murod tidak pantas jadi Kadis LHK karena tidak berani saat dikritik terkait pembiaran kebun ilegal itu," katanya dengan lantang.
Setelah puas berorasi di DLHK, FMPHR langsung berpindah ke Dinas Perkebunan dengan tuntutan yang sama menindak kebun ilegal dan pabrik kelapa sawit (PKS), serta penampung dari kebun ilegal. Setelah puas berorasi di Dinas Perkebunan, FMPHR di terima oleh Sri Ambarwati selaku Kabid pengembangan usaha.
Ambarwati berjanji akan menindak kebun ini dengan UU Omnibuslaw yang tidak ada pidana hanya adminstrasi saja. Sontak pernyataan Ambarwati di sanggah mahasiswa. "Secara hukum apabila administrasi tidak bisa diterapkan itu menjadi ranah pidana bu," celetuk mahasiswa.
"Perlu ibu ketahui kasus ini pernah diperiksa institusi negara sebelum ada UU Omnibuslaw dan hukum tidak berlaku surut bagaimana pemerintah mau menerapkan sanksi administrasi, semua terkait legalitas kebun mareka itu tidak punya," jawaban mahasiwa dari FMPHR dan membuat Sri Ambarwati terdiam.
"Sebenarnya banyak hal yang ingin kami diskusikan dengan perwakilan DLHK tapi kami liat Kadis DLHK tidak berani terima kami. Karena diduga takut borok dinas itu terbuka akibar mendiamkan kasus kebun Gulat Cs dan yang menjadi pertanyaan kami juga kepada DLHK dan Dinas Perkebunan, apakah yang tergabung dalam APKASINDO sebagai mitra binaan dibenarkan toke sawit dengan kebun ratusan bahkan ribuan hektar sebagai mitra APKASINDO, kalau tidak bisa DLHK layak tinjau kebun mitra binaan APKASINDO," jelas Afrizal, selaku Korlap FMPHR saat ditemui usai aksi.
"Faktanya kebun Ationg, Asiong, Yungdra juga sebagai mitra APKASINDO tapi mereka tidak layak disebut petani, sebab mereka punya kebun ratusan, bahkan ribuan hektar lebih dan layak disebut toke sawit," terangnya.
Hal ini perlu dipertanyakan kenapa APKASINDO menjadikan mitra binaan kebun Asiong, Yungdra dan Ationg yang jelas- jelas kebun mereka ratusan hektar dan dalam kawasan hutan. "Mudah-mudahan kita berharap APKASINDO jadikan mereka mitra binaan bukan untuk melindungi kegiatan ilegal nya," tegas Afrizal.
Tambahnya, Dinas LHK dan Dinas Perkebunan perlu cari tau apa dasar kebun toke sawit bisa jadi mitra binaan APKASINDO, setahu kita APKASINDO itu asosiasi untuk memperjuangkan hak hak petani. Kedepanya bahkan tidak menutup kemungkinan petani bisa mendapat bantuan untuk replanting.
"Sehingga toke sawit yang jadi mitra binaan APKASINDO tidak menutup kemungkinan dapat bantuan juga karna mereka sebagai Mitra binaan dari asosiasi petani tentu pemerintah menilai itu juga bagian dari petani kalau sampai ini terjadi tentu petani sesungguhnya akan rugi karena bantuan untuk replanting ini khusus untuk petani. Dinas LHK Riau dan Dinas perkebunan Riau harus jeli memilah antara petani yang sesunguhnya atau petani toke sawit berkedok mitra binaan wadah petani. Kami berharap pihak terkait perlu tinjau kebun mitra apkasindo sehingga benar- benar kebun mitra mereka adalah petani, kalau melenceng diharapkan instansi terkait menindak wadah yang mengatasnamakan petani," tegasnya.
Untuk diketahui kebun mereka itu telah diperiksa dan dinyatakan terbukti dalam kawasan hutan, namun DLHK hanya berani mendiamkan kasus ini tapi ketika dikritik mereka tak bernyali. "Lebih bernyali lagi ibu Sri Ambarwati karena institusinya siap di kritik dan mereka menerima kami saat aksi tadi".
Tambah Afrizal, diawal terpilihnya Kadis DLHK Makmun Murod juga sempat dikritik dan ditolak penggiat lingkungan karena beliau terkesan lebih berpihak dengan korporasi apa bila ada permasalahan yang terjadi. "Setelah kami melihat Kadis DLHK ini mendiamkan kasus kebun yang telah di periksa ini, Kami jadi yakin bahwa Makmun Murod layak di copot dari jabatanya. Dikarenakan tindakan dan kebijakan menguntungkan pelaku usaha dari pada proses hukum".
Lanjut Afrizal, kedepan kami akan mendatangi kantor LAM Riau agar ikut bersuara terkait kebun ilegal milik Gulat Cs ini. Berdasarkan informasi kebun itu merupakan tanah ulayat masyarakat Pangean Kuansing sehingga kedepan tanah itu bisa di tora atau di PS kan untuk kepentingan masyarakat dan kami akan melaporkan Kadis DLHK yang lama dan Kadis saat ini ke Kejati Riau karna mendiamkan kasus ini.
"Mendiamkan pidana tentu perbuatan melawan hukum dan layak di hukum kami menduga terkait penyalahgunaan wewenang ini layak di laporkan dugaan korupsi karna kadis DLHK tidak melanjutkan kasus ini tahun 2019 hingga saat ini meskipun telah mendapat petunjuk bahwa kebun tersebut terbukti dalam kawasan hutan," tutup Afrizal. [al]