Metroterkini.com - Ribuan warga Myanmar memilih untuk kabur setelah ketegangan antara massa anti-kudeta militer dengan pasukan keamanan terus memakan korban jiwa.
Warga distrik Hlaing Tharyar mengatakan keputusan mereka untuk kabur karena pemberlakuan darurat militer di daerahnya menyusul demo yang menewaskan lebih dari 40 orang pada akhir pekan lalu.
"Di sini seperti zona perang, mereka menembak di mana-mana. Sebagian besar orang terlalu takut untuk keluar rumah," kata seorang warga kepada Reuters.
Hlaing Tharyar merupakan kota di pinggiran Yangon yang menjadi rumah bagi migran dan pekerja.
Frontier Myanmar melaporkan ribuan orang pada Selasa (16/3) memilih kabur membawa barang-barang mereka menggunakan sepeda motor dan tentara. Junta pada akhir pekan mulai memberlakukan Hlaing Tharyar dan lima kota kecil lainnya di Yangon di bawah status darurat militer.
Pemberlakuan status darurat di Hlaing Tharyar mempersulit petugas medis memberikan perawatan bagi korban yang terluka saat aksi demonstrasi.
Dua dokter dari luar Hlang Tharyar mengatakan tidak bisa masuk daerah tersebut untuk merawat orang yang terluka karena tentara masih menutup aksi masuk ke daerah tersebut.
"Kami diberi tahu kemungkinan puluhan lainnya tewas di #HlaingTharYar hari ini. Kendaraan darurat tidak dapat mengakses daerah itu karena ditutup,"kata kepala kelompok Forty Righst Matthew Smith.
Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan selama terjadi kudeta hingga saat ini lebih dari 180 orang tewas tertembak pasukan keamanan Myanmar.
Myanmar sebelumnya juga pernah dipimpin militer, setelah mereka melakukan kudeta tahun 1962. Akibat kudeta itu, Myanmar menjadi salah satu negara termiskin di Asia, padahal negara itu pernah menjadi lumbung beras utama Asia.
Perekonomian berkembang kembali setelah militer menarik diri dari politik satu dekade lalu. [**]