Metroterkini.com - Demo besar-besaran kembali digelar warga Myanmar di seluruh daerah untuk menolak kudeta militer. Para pekerja dari lintas sektor turut hadir dan melakukan mogok nasional.
Aksi unjuk rasa pada Senin (7/2) menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan kembalinya demokrasi di negara itu.
Seperti dilansir AFP, Senin (8/2/2021), di Yangon diperkirakan ada ratusan ribu orang yang turun ke jalan - demonstrasi hari ketiga berturut-turut setelah kudeta pekan lalu.
Beberapa demonstran membawa tulisan berbunyi "Selamatkan Myanmar" dan "Kami Ingin Demokrasi", sementara yang lain naik di belakang truk sambil menyanyikan lagu-lagu revolusioner.
"Gulingkan kediktatoran militer" dan "Bebaskan Daw Aung San Suu Kyi dan yang lainnya," teriak para pengunjuk rasa.
Pekerja konstruksi Chit Min (18), bergabung dengan aksi unjuk rasa besar-besaran di Yangon sebagai bentuk kesetiaannya kepada Suu Kyi.
"Saya menganggur sekarang selama seminggu karena kudeta militer, dan saya khawatir akan kelangsungan hidup saya," katanya kepada AFP.
"Ini hari kerja, tapi kami tidak akan bekerja meskipun gaji kami dipotong," kata pengunjuk rasa, Hnin Thazin (28) yang bekerja di pabrik garmen.
Di kota terbesar kedua Myanmar, Mandalay, ribuan orang juga berkumpul. Mereka mengibarkan bendera merah dan memegang foto Suu Kyi.
Aksi protes juga terjadi di ibu kota Naypyidaw, di mana pengendara sepeda motor dan mobil membunyikan klakson. Sejumlah demonstrasi besar juga dilaporkan di kota-kota lain.
Sebelumnya, pada akhir pekan, puluhan ribu orang berkumpul di jalan-jalan di seluruh Myanmar dalam protes terbesar sejak kudeta.
Para jenderal Myanmar melakukan kudeta dengan menahan Suu Kyi dan puluhan anggota partainya, Liga Demokrasi Nasional (NLD) pada Senin pekan lalu (1/2).
Kudeta dilakukan karena militer mengklaim adanya kecurangan pemilu pada November 2020, yang dimenangkan NLD secara telak. Komisi pemilihan umum membantah tuduhan kecurangan tersebut.
Satu tahun ke depan Myanmar diumumkan akan diberlakukan keadaan darurat dan militer berjanji untuk mengadakan pemilihan umum baru, tanpa menyebut kapan waktu yang tepat.
Kudeta telah memicu kecaman internasional yang meluas, meskipun tetangganya China menolak untuk mengkritik para jenderal Myanmar.
Seruan online untuk memprotes kudeta memicu munculnya kelompok perlawanan yang lebih berani, termasuk aksi warga yang memukulkan panci dan wajan, yang secara tradisional dikaitkan dengan mengusir roh jahat.
Unjuk rasa yang terjadi di Myanmar mendorong militer melakukan blokade Internet nasional, seperti saat dimulainya kudeta.
Ketika protes semakin memanas, junta juga memerintahkan jaringan telekomunikasi untuk membekukan akses ke Facebook, layanan yang sangat populer di negara itu dan bisa dibilang sebagai mode komunikasi utamanya. [**]