Metroterkini.com - Puluhan ribu warga turun ke jalan di kota-kota Myanmar pada Sabtu, menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, walaupun internet diblokir junta militer.
Di Yangon, pengunjuk rasa menyerukan, “Militer diktator, gagal, gagal; Demokrasi, menang, menang” dan mengangkat spanduk bertuliskan “Menentang kediktatoran militer”. Para pejalan kaki membawakan mereka makanan dan air.
Kemudian pada malam hari, muncul rumor pembebasan Suu Kyi memicu perayaan di jalan-jalan, namun pembebasan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) itu langsung dibantah pengacaranya.
Menurut warga, kabar pembebasan Suu Kyi itu dibagikan media yang dikelola militer, Myawaddy. Tetapi pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw membantah pemimpin 75 tahun itu telah dibebaskan dan kepada Reuters dia mengatakan Suu Kyi masih ditahan.
Partai NLD menang telak pada pemilu 8 November lalu, namun hasilnya ditolak militer dan menuding ada kecurangan.
Sebelumnya, ribuan orang berjalan menuju Kantor Wali Kota Yangon. Para sopir membunyikan klakson dan meminggirkan mobil mereka kemudian mengacungkan tiga jari. Beberapa dari mereka mengibarkan bendera NLD maupun poster Suu Kyi sembari bertepuk tangan dan menari.
Menjelang malam, sebagian besar pengunjuk rasa bubar. Tapi pada malam kelima, hiruk pikuk muncul dalam kegelapan ketika orang-orang membunyikan panci, wajan, dan drum untuk menunjukkan perlawanan bahkan saat pemadaman listrik terjadi di sejumlah distrik di kota tersebut.
Ribuan orang kembali turun ke jalan di kota terbesar kedua Myanmar, Mandalay dan ibu kota negara Naypyidaw, yang merupakan pusat pemerintahan, di mana para demonstran menyanyikan slogan anti kudeta dan menyerukan pembebasan Suu Kyi.
Pemblokiran Internet dan Media Sosial
Unjuk rasa tetap berlangsung walaupun pemerintahan militer memblokir internet setelah para demonstran mulai berkumpul. Sepanjang hari, MRTV yang dikelola negara menayangkan adegan-adegan yang memuji militer.
Kelompok pemantau NetBlocks Internet Observatory melaporkan “pemblokiran internet skala nasional”, mengatakan di Twitter konektivitas turun ke 16 persen dari tingkat biasanya.
Junta tak menanggapi permintaan komentar. Militer juga memperluas pemblokiran media sosial ke Twitter dan Instagram setelah berusaha membungkam perbedaan pendapat dengan memblokir Facebook, yang digunakan setengah populasi rakyat Myanmar.
Facebook mendesak junta untuk membuka blokir media sosial.
“Di saat kritis ini, rakyat Myanmar perlu akses untuk informasi penting dan agar bisa berkomunikasi dengan orang yang mereka cintai,” jelas Kepala Kebijakan Publik untuk Asia Pasifik Facebook, Rafael Frankel, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, Minggu (7/2).
Kantor HAM PBB menyampaikan di Twitter, internet dan layanan komunikasi harus dikembalikan secara penuh untuk memastikan kebebasan berekspresi dan akses untuk informasi.
Jaringan penyedia jaringan internet ponsel Norwegia, Telenor ASA menyampaikan pihak berwenang telah memerintahkan semua operator ponsel untuk sementara memblokir jaringan data, walaupun layanan pesan suara dan SMS masih dibuka.
Kelompok masyarakat sipil Myanmar mengimbau penyedia internet untuk menolak perintah junta, mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa mereka "pada dasarnya melegitimasi otoritas militer".
Telenor mengatakan menyesali dampak pemblokiran tetapi mengatakan pihaknya terikat oleh hukum setempat dan prioritas pertamanya adalah keselamatan pekerja lokalnya. [mtc]