Metroterkini.com - Militer Myanmar mengancam akan "mengambil tindakan" jika keluhan mereka terkait hasil pemilihan umum pada November lalu tak kunjung dipenuhi.
Selama beberapa minggu terakhir, militer yanmar menuduh ada ketidakberesan dalam pemilihan umum November lalu yang kian meluas.
Partai yang dipimpin Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, National League for Democracy (NLD), memenangkan pemilu itu secara telak.
Suu Kyi merupakan pemimpin de facto Myanmar. Pemerintahan sipil Myanmar masih harus berbagi kekuasaan dengan sejumlah jenderal militer dalam perjanjian pemilu demokratis pertama pada 2015 lalu. Hal itu dilakukan berdasarkan konstitusi negara yang dibuat pemerintahan junta militer pada 2008.
Seorang juru bicara militer mengisyaratkan bahwa angkatan bersenjata mungkin merebut kekuasaan total pemerintahan demi menangani apa yang mereka anggap sebagai krisis politik di Myanmar.
Pada Kamis (28/1), Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing juga menggemakan ancaman kudeta itu dalam pidatonya yang diterbitkan surat kabar Myawady yang dikelola militer.
"Konstitusi 2008 adalah induk hukum dari semua hukum dan harus dihormati," kata Hlaing seperti dikutip AFP.
Namun, Hlaing memperingatkan bahwa dalam keadaan tertentu pencabutan konstitusi mungkin dilakukan.
Komentar tersebut diutarakan Hlaing menyusul tuntutan berulang militer agar Komisi Pemilihan Myanmar merilis daftar pemilih akhir dari pemilu November lalu.
Hingga kini, Komisi Pemilihan Myanmar belum memenuhi permintaan militer.
Militer Myanmar memaparkan daftar pemilih itu diperlukan untuk memeriksa ulang dugaan penyimpangan. Angkatan bersenjata menuding ada 8,6 juta pemilh palsu yang mengikuti pemungutan suara November lalu.
KPU Myanmar mengeluarkan pernyataan yang menyangkal tudingan tersebut meski mengaku bahwa mereka melihat sejumlah "kekurangan" dalam daftar pemilih.
"Tidak mungkin ada penipuan pemilih hanya karena kelemahan dalam daftar pemilih yang catat dalam pemilu ini," bunyi pernyataan KPU Myanmar.
KPU Myanmar menuturkan setiap keluhan terhadap pemilu dapat diajukan dan diselidiki oleh lembaganya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengaku prihatin dengan polemik pemilu yang tengah terjadi di Myanmar. PBB bahkan mendesak "semua aktor untuk menghentikan segala bentuk hasutan dan provokasi untuk menghormati hasil pemilu.
Menurut analis politik Myanmar, Soe Myint Aung, militer melihat "peluang besar dalam konstitusi yang merugikan pihak mereka."
"Retorika kudeta bukan sekadar gertakan atau ancaman kosong," kata Aung.
Menurut Aung, meski militer tidak berencana "mengambil alih kekuasaan penuh", angkatan bersenjata Myanmar akan tetap mengambil tindakan jika KPU Myanmar tidak mengakomodasi keluhan mereka. [**]