Metroterkini.com - Ada yang menarik dalam acara rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPRD Riau dengan PT. Duta Palma Nusantara dan masyarakat Desa Siberakun, Kuansing, di ruang Medium DPRD Riau, Kamis (23/7/20).
RDP dipimpin Ketua Komisi II DPRD Riau. Robin P Hutagalung dihadiri H. Sugianto, Marwan Yohanis dan Manahara Napitupulu.
Beragam persoalan yang dialami masyarakat disampaikan kepada Komisi II. Diantaranya, sengketa lahan, hilangnya hutan lindung yang disebut hutan larangan dan ditutupnya akses masyarakat melintasi kebun Duta Palma Nusantara setelah dibangunnya kanal besar dan dalam sekeliling kebun milik PT. DPN.
Selaku pimpinan rapat, Robin P Hutagalung piawai membagi porsi persoalan dan menggalih apa yang terjadi dan dialami masyarakat Desa Seberakun setelah hadirnya PT. DPN di Desa Seberakun. Dan juga mendengarkan alasan PT. DPN selaku investor yang diwakili head legalnya Hendra Leo dan beberapa orang stafnya.
Ternyata, persoalannya begitu rumit dan sudah berlangsung lama. Kendati demikian, Komisi II mencoba mengurai permasalahan yang bisa dikatagorikan akut itu. Dilain pihak, PT. DPN juga mengantongi surat kesepakatan dengan masyarakat yang menguntungkan kedua bela pihak.
Ternyata, persoalan masih belum tuntas, sebagaimana disampaikan Suardi, salah seorang Datuk, Mardianto Maman, Jonny Setiawan Mendung serta yang lainnya. Masalah tersebut kemudian didalami oleh Komisi II dalam rangka mencari solusi. Salah satunya dengan menyentuh nurani pihak PT DPN yang sore itu diwakili Hendra Leo beserta stafnya.
Salah satu cara, sebagaimana dilakukan anggota Komisi II, Marwan Johanis yang meminta head legal PT. Duta Palma Nusantara, Hendra Leo membaca Pancasila terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan yang dilontarkan Marwan Johanis. Dengan lancar Hendra membaca dasar Negara Republika Indonesia itu.
Sepintas agak menggelikan, sebab jarang-jarang peserta RDP disuruh anggota dewan membaca sila-sila Pancasila. Ternyata, butir-butir Pancasila yang dibaca Hendra dijadikan Marwan sebagai alat untuk mematahkan argumen pihak Duta Palma Nusantara yang sudah bertahun-tahun bersiteruh dengan perusahaan perkebunan sawit tersebut.
Menurut Marwan, keberadaan PT. Duta Palma Nusantara justru merugikan warga Desa Siberakun, Kecamatan Benai. Sebab, HGU perusahaan tersebut berada di atas kebun milik masyarakat.
"Dimana keadilan (sila ke-5) yang pak Leo baca tadi. Ngak ada," kata Marwan Johanis.
Bahkan Marwan juga menanyakan arti toleransi kepada Leo. "Saling menghargai, pak," jawab Leo.
Selain kisruh masalah lahan, masyarakat juga mendesak pihak PT. Duta Palma Nusantara membuka akses jalan ke lahan mereka yang berdampingan dengan kebun perusahaan raksasa tersebut. Karena saat ini, pihak perusahaan membuat parit/kanal keliling kebun selebar 12 meter dengan kedalaman 4 meter.
Selain masalah kanal yang disebut warga dengan istilah parit gajah, masyarakat dari tiga suku yang mendiami Desa Siberakun juga meminta pihak perusahaan mengembalikan lahan tanah ulayat mereka yang masuk dalam konsesi Perkebunan PT. Duta Palma Nusantara.
"Kami sudah berkali-kali ditipu oleh PT. Duta Palma Nusantara. Bahkan kebun saya seluas 8 hektar menjadi kebun Duta Palma Nusantara," Suardi beberapa kali menggebrak meja sebagai pelampiasan kemarahan.
Ungkapan kekecewaan juga dilontarkan salah seorang Datuk (kepala suku) yang mengaku telah menyerahkan tanah adat/ulayat seluas 400 hektar kepada PT. DPN, namun mereka mengaku tak dapat apa-apa.
Pihak masyarakat juga kecewa dengan PT. DPN menyatakan Desa Siberakun tidak ada dalam peta, padahal sejak jaman Belanda tahun 1819 Desa Siberakun sudah tercatat termasuk hutan larangannya.
"Tapi, semenjak Duta Palma Nusantara hadir tahun 1988 hutan larangan yang ada di desa kami hancur, berubah jadi HGU kebun sawit," kata Datuk tersebut dengan suara lantang.
Menanggapi keluhan warga tersebut, Marwan yang asal Kabupaten Kuantan Singingi meminta Leo merenungi makna dari Pancasila yang dibacanya.
"Seharusnya masyarakat yang ada sekitar kebun sejahtera, bukan malah menderita. Kalau begini dimana arti toleransi yang saudara sebutkan tadi," ujar Marwan sembari menatap Leo.
Sementara itu, pihak Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Ambarwati meminta masyarakat menampil peta lokasi agar pihak Disbun mengetahui areal 2.500 hektar kebun PT. DPN yang diklaim masyarakat. Namun, menurut pihak Komisi II lebih baik dilakukan pengukuran lokasi untuk mengetahui areal HGU PT DPN yang diklaim tersebut.
Sementara itu, pihak PT. DPN yang diwakili Hendra Leo bersikukuh bahwa perusahaannya tidak melanggar hukum. Rilis yang diterima media ini menyebutkan PT Duta Palma Nusantara telah memiliki izin dari Bupati Kuantan Sengingi berupa :
1. Izin Lokasi SK Gubernur tgl 11 Nov 1987
2. Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP) tgl 3 Nov 2000
3. Persetujuan Dokumen ANDAL RKL dan RPL Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit tgl 12 April 2005 .
PT DPN juga sudah memiliki HGU : SHGU No. 01 berlaku s.d 31 Des 2043
Terhadap permasalahan dengan pihak Masyarakat Kenegrian Siberakun, sebenarnya telah diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, dituangkan didalam "Surat Kesepakatan Antara Masyarakat Kenegrian Seberakun Dengan PT. Dutapalma Nusantara" Tanggal 14 September 1999 yg ditandatangani oleh Pihak Masyarakat & Ninik Mamak Kenegrian Siberakun, dan juga telah sudah beberapa kali di mediasi dengan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Kab. Kuantan Sengingi dan akhirnya pemerintah Daerah Kabupaten1ll Kuantan Sengingi akhirnya mengeluarkan surat No 100/TPK/257 tgl.28 Feb 2020
BPN juga sudah melakukan peninjauan lapangan ke HGU PT DPN yg diklain sebagai tanah ulayat oleh masyarakat kenegrian siberakun, dan hasilnya sebagaimana disebutkan didalam surat BPN Kabupaten Kuansing Nomor :
1. IP.01.01/193-14.09/IV/2020 tgl 30 April 2020 tgl 30 April 2020.
2. IP.01.01/236-14.09/V/2020 tgl 20 Mei 2020 yg menerangkan bahwa :
titik koordinat / lokasi yg di klaim oleh masyarakat kenegrian siberakun berada di areal HGU PT. Dutapalma Nusantara.
Sehingga permasalahan yg dipermasalahkan dalam RDP hari ini sebenarnya sudah diselesaikan melalui Pemda Kab. Kuantan Sengingi sehingga saat ini tidak ada permasalahan lahan dengan masyarakat karena sudah ada kesepakatan bersama dan PT DPN sudah melakukan kegiatan sesuai dengan izin yang diberikan. [rudi]