Metroterkini.com - Parlemen Irak pada Minggu (1/12) menyetujui pengunduran diri Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi yang telah diajukan pada Jumat (29/11) setelah berbagai demo dan kerusuhan yang terjadi selama dua bulan terakhir.
Berbagai demo dan kerusuhan yang terjadi di penjuru Irak telah menyebabkan 420 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka. Para pedemo menuduh seluruh elit penguasa tidak kompeten, korupsi, dan tunduk pada asing.
Mahdi sebelumnya pada Jumat (29/11) mengatakan akan mengundurkan diri menyusul lonjakan angka kematian para pedemo.
"Saya akan menyerahkan [jabatan] kepada parlemen. Surat resmi yang meminta pengunduran diri saya dari jabatan perdana menteri," tulis Mahdi dalam sebuah pernyataan.
Sontak pernyataan pengunduran ini disambut gembira oleh para pengunjuk rasa yang berkumpul di Lapangan Tahrir, Baghdad, Irak.
Demonstrasi menyebar dari pusat kota Baghdad lalu menyebar ke Mosul dan berbagai daerah lainnya. Di Mosul, ratusan siswa berpakaian serba hitam melakukan aksi demonstrasi sebagai ungkapan duka para pedemo yang telah berjatuhan.
Parlemen Irak membuka sidang pada Minggu (1/12) sore dan dengan cepat menyetujui pengunduran diri Abdel Mahdi. Keputusan itu membuat Irak kini berada di bawah pemerintahan sementara, menurut konstitusi.
Juru bicara parlemen mengatakan pihaknya akan bertanya kepada Presiden Barham Saleh nama perdana menteri yang baru.
Gerakan protes di Irak ini adalah yang terbesar sejak invasi Amerika Serikat pada 2003 yang berujung kejatuhan rezim Saddam Hussein dan menerapkan sistem demokrasi di negara kaya minyak itu.
Para pedemo menumpahkan kemarahan mereka pada Iran yang tampak memiliki pengaruh besar atas Irak. Kemarahan itu ditunjukkan melalui aksi membakar kantor konsulat Iran.
"Abdel Mahdi harus pergi, begitu juga parlemen dan partai-partai, dan Iran," kata salah satu pedemo di Lapangan Tahrir, Baghdad.
Aksi unjuk rasa besar-besaran merebak di seluruh Irak sejak 1 Oktober. Mereka menuntut langkah konkret pemerintah untuk menekan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, dan memberantas korupsi.
Menurut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Irak adalah penghasil minyak bumi kedua terbesar di dunia. Namun, berdasarkan telaah lembaga non-pemerintah Transparency International, mereka menempati urutan ke-12 negara terkorup di dunia.
Demonstrasi berujung ricuh terjadi dalam dua bulan terakhir. Setidaknya lebih dari 400 orang dilaporkan tewas dan 15 ribu lainnya luka-luka. Pada kerusuhan yang terjadi sepanjang Kamis (28/11) malam sampai Jumat (29/11) dini hari dilaporkan 40 demonstran ditembak mati oleh aparat keamanan. [***]