Erdogan Tuduh AS Menusuk dari Belakang 

Erdogan Tuduh AS Menusuk dari Belakang 

Metroterkini.com - Bank Sentral Turki, Senin (13/8/2018), gagal menghentikan melorotnya nilai tukar lira dengan serangkaian langkah yang ditujukan untuk untuk menenangkan pasar. 

Nilai tukar lira Turki terhadap dolar AS melorot 16 persen hingga Jumat pekan lalu ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan menggandakan bea masuk untuk produk baja dan alumunium Turki. Langkah Trump itu, menurut Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, sama dengan menusuk sesama sekutu NATO dari belakang. 

"Kita bersama-sama menjadi anggota NATO dan Anda menikam partner strategis dari belakang. Apakah hal semacam ini bisa diterima?" ujar Erdogan dalam sebuah konferensi di Ankara. 

Setelah pidato keras Erdogan itu, nilai tukar lira diperdagangnya 6,9 untuk tiap dolar AS, penurunan tujuh persen sepanjang Senin. Dalam pernyataan perdananya sejak apa yang disebut sebagai "Jumat Hitam" di Turki, bank sentral negeri itu menegaskan siap melakukan apapun untuk memastikan stabilitas finansial. 

Bank Sentral Turki menjanjikan semua likuiditas yang dibutuhkan berbagai bank di negeri tersebut. Sayangnya, langkah bank sentral Turki itu tidak memengaruhi pasar. Sehingga kondisi finansial Turki belum kunjung berubah. 

Sementara itu, di sisi lain Presiden Erdogan belum menunjukkan tanda-tanda menawarkan sebuah konsesi kepada Amerika Serikat untuk meredakan perselisihan terburuk di antara kedua negara selama beberapa tahun terakhir ini. 

Erdogan mengatakan, Turki sedang mengalami "pengepungan ekonomi" dan menuding melorotnya nilai tukar lira merupakan serangan terhadap negeri tersebut. Erdogan masih amat yakin sanksi yang dijatuhkan kepada Turki tidak akan berpengaruh karena negeri itu bisa menjadi partner ekonomi baru. 

"Turki tidak akan tenggelam. Dinamika ekonomi Turki amat solid dan tetap akan demikian," kata Erdogan mencoba menunjukkan optimisme. 

Sengketa antara AS dan Turki memanas terkait penahanan seorang pendeta yang dituduh Ankara terlibat dalam upaya kudeta. Perselisihian ini kemudian ikut menghantam nilai tukar lira dan memunculkan pertanyaan soal masa depan aliansi AS dan Turki. 

Sejumlah analis menilai, sanksi Washington terhadap Turki memicu secara langsung terjadinya sebuah krisis ekonomi. Namun, perekonomian Turki memang menghadapi masalah sejak beberapa waktu belakangan akibat tingginya inflasi dan terus melemahnya lira. [***]

Berita Lainnya

Index