Metroterkini.com - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mewajibkan kontraktor menggunakan barang produksi dalam negeri. Hal ini tertuang dalam Pedoman Tata Kerja Nomor 007 Buku Kedua Revisi 04 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa (PTK007 Revisi 04) dan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) tender.
Hal itu merupakan kebijakan pemerintah Republik Indonesia di era Presiden Jokowi ini, hal tersebut merupakan kebijakan yang mendorong agar dunia usaha MIGAS tidak hanya “mengutamakan” namun sudah “mewajibkan” untuk memberdayakan masyarakat atau badan usaha yang berada disekitar maupun di dalam wilayah oprasional perusahaan untuk diikut sertakan dalam kegiatan usaha agar mendatangkan multiplayer efek terhadap roda perekonomian masyarakat secara luas. Tidak hanya menguntungkan perusahaan semata.
Namun tidak begitu dengan PT. EMP Malacca Strait yang sudah hampir 24 tahun menjalankan eksploitasi dan eksplorasi di wilayah kerja (WK) Selat Malaka meliputi Kab. Kepulauan Meranti, Siak dan Bengkalis.
Sebagaimana yang diungkapkan Isnadi, putra daerah Kab. Kepulauan Meranti, menyebutkan dalam menjalankan bisnisnya EMP terkesan tidak terbuka dan memonopoli kegiatan-kegiatan pekerjaan yang sebenarnya bisa di kerjakan oleh putra daerah baik secara personal maupun badan usaha berbentuk CV atau PT.
"Peluang-peluang usaha seperti pengadaan barang dan jasa yang ada lebih banyak diambil oleh Koperasi Karyawan Perusahaan yang berpusat di Jakarta yaitu Koperasi Karyawan Malacca Strait Sejahtera (KKMSS) yang menginduk pada Gabungan Koperasi Bakrie (GAKOPBA) dengan izin legalitas Surat Keputusan Menteri Kehakiman No C-40.HT.03.02-Th.1998, mulai dari Pembayaran gaji karyawan, pengadaan alat berat, armada transportasi, sampai dengan bahan pokok makanan beras, daging, bumbu bahkan ikan asin dan terasi. Kenyataan ini dapat dilihat saat ini di Kantor EMP Kurau Base Camp di Desa Lukit Kecamatan Merbau Kab. Kepulauan Meranti,” beber Isnadi dalam rilisnya, Jum'at (27/7/2018).
"Dahulu perusahaan ini sempat juga melibatkan perusahaan-perusahaan dan koperasi lokal untuk pengadaan barang maupun jasa namun EMP selalu menunggak dalam pembayaran ke perusahaan dan koperasi lokal, sehingga banyak perusahaan dan koperasi yang tidak bertahan dengan situasi itu,” tambah Isnadi.
“Tahun 2015 Subkontraktor EMP yaitu PT. Laut Jawa Makmur Sejati melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan 52 orang pekerja devisi transportasi (supir mobil) dengan meninggalkan tanggung jawab berupa pembayaran keterlambatan upah sebesar Rp. 562.307.200 hingga kini tidak dibayarkan ke pekerja.
Mulai saat itu semua armada transportasi untuk pelayanan ke PT. EMP Malacca Strait hanya tersisa beberapa unit, alasanya karena EMP tidak punya biaya untuk penyediaan armada, namun pada tahun 2018 ada 10 unit armada mobil dengan merek Kijang Innova Reborn yang beroprasi di Kurau Fild tempat beroprasinya PT. EMP, pengadaan mobil tersebut sama sekali tidak ada proses lelang atau meberikan kesempatan ke orang lokal, yang lebih parah adalah mobil tersebut tidak mepekerjakan orang lokal sebagai supir terutama para pekerja yang sebelumnya di PHK dan tidak di bayarkan uang keterlambatan upahnya, mobil-mobil tersebut langsung di oprasikan oleh karyawan EMP terutama yang dari Jakarta dan sekitarnya.
“Saat ini EMP sedang melakukan service sumur minyak dan pembukaan sumur-sumur baru di wilayah kerjanya, namun ya itu, peluang-peluang pekerjaan tidak diberikan kepada orang tempatan baik yang punya perusahaan maupun dalam bentuk koperasi, pekerjaan tersebut berupa pengadaan Rig, pipa, tanah timbun, armada transportasi, tenaga kerja dan lain-lain, semua proses tidak terbuka. Orang lokal hanya jadi penonton dan penikmat dampak oprasional perusahaan berupa debu, kebakaran lahan, jalan rusak, hama, kekeringan dan kebanjiran jika hujan,” tegas Isnadi
“Kami sangat berharap pada pemerintah untuk memperhatikan hal-hal seperti ini, perpanjangan kontrak wilayah kerja sama sekali tidak pantas diberikan kepada PT. EMP Malacca Strait jika tidak memprioritaskan masyarakat setempat dan kondisi lingkungan, Pemkab Kepulauan Meranti harus mengambil kebijakan. DPRD Kab. Kepulauan Meranti harus melakukan monitoring dan evaluasi serta memberikan pembinaan kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Meranti seperti EMP ini salah satunya, masyarakat akan mendukung kebijakan lokal yang di ambil oleh eksekutif dan legislative di Kepualauan Meranti,” tutup Isnadi.
PT. Energi Mega Persada Tbk (EMP) dulunya bernama Kondur Petroleum S.A perusahaan yang didirikan di bawah hukum Nasional Republik Panama pada 17 Desember 1967, perusahaan ini menandatangani Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan pemerintah Indonesia pada 05 Agustus 1970 untuk sebagai operator pengelola konsesi Migas (Minyak dan Gas) Blok Selat Malaka seluas 39.550 Kilometer Persegi, namun setelah adanya pembaharuan kontrak sekarang seluas 9.492 Kilometer Persegi mencakup Pulau Padang Kec. Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti dan sekitarnya.
Pada pertengahan tahun 1995, Far Eastern Hydrocarbons Ltd. yang dimiliki oleh Kelompok Usaha Bakrie, mengakuisisi Resources Holding Incorporation, perusahaan induk Kondur Petroleum S.A. selain itu juga membeli seluruh saham operator Blok Selat Malaka. Kemudian Pada 16 Februari 2003 Energi Mega Persada Tbk mengambil alih seluruh kepemilikan Kondur Petroleum S.A dan nama Kondur Petroleum S.A. sendiri sejak 12 Juni 2012 telah berubah menjadi EMP Malacca Strait S.A. [***]